A.
PENDAHULUAN
Pada
jaman sekarang, dimana banayak sekali suatu kebutuhan hidup yang harus
dipenuhi. Hal tersebut dimaksudkan agar kehidupan manusia bisa tetap eksis dan
nyaman. Dengan berbagai macam kebutuhan tersebut otomatis tiap-tiap manusia
melakukan kegiatan yang dinamakan transaksi. Banyaknya suatu transaksi itu
menyebabkan banyak orang melakukan hutang. Hal tersebut terjadi ketika manusia
tidak bisa membayar kebutuhan yang diinginkannya, akan tetapi mereka
membutuhkan barang-barang yang dihutang itu.
Oleh
karena itu diperlukannya suatu hukum untuk mengatur bagaimana cara hutang yang
benar. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan mencari dalil-dalil yang
berkaitan dengan transaksi hutang piutang, begitu pula dengan analisa tafsir
yang digunakan untuk memperjelas tentang bagaimana transaksi hutang yang benar.
B.
AYAT DAN TERJEMAH
1. Qur’an Surat Al-Baqarah
Ayat 280
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ
ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Allah berfirman: “Dan jika
(orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 280).
2. Qur’an Surat Al-Baqarah
Ayat 282 & 283
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ
كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ
الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ
شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ
لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ
وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ
فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ
إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ
إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا
إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ
وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً
تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ
وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ
وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ
وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang
lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(QS. Al-Baqarah: 282).
وَإِنْ كُنْتُمْ
عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ
اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ
آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Jika kamu dalam perjalanan
(dan bermu´amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang
penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Baqarah: 283).
3.
Qur’an Surat An-Nur Ayat 33
|
“Dan orang-orang yang tidak
mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan
mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan
perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui
ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta
Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak
wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian,
karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa
mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.” (QS. An-Nur: 33).
C. ASBABUN NUZUL
1)
Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 280, 282 & 283
Diriwayatkan oleh Ar-Rabi' bahwa ayat ini diturunkan
ketika seorang laki-laki mencari saksi di kalangan orang banyak untuk meminta
persaksian mereka, tetapi tidak seorang pun yang bersedia.
Menurut suatu pendapat yang dimaksud
dengan "janganlah mereka enggan" ialah janganlah mereka enggan
menerima permintaan menjadi saksi dan melaksanakannya. Enggan melakukan
keduanya itu hukumnya haram. Hukum melakukan persaksian itu fardu
kifayah.
Kemudian Allah SWT. menjelaskan lagi
perintah-Nya, agar orang-orang yang beriman jangan malas dan jangan jemu
menuliskan perjanjian yang akan dilakukannya baik kecil maupun besar dan
dijelaskan syarat-syarat dan waktunya.
Dalam ayat ini Allah mendahulukan
menyebut "yang kecil" dari "yang besar", karena kebanyakan
manusia selalu memandang enteng dan menganggap mudah perjanjian yang kecil.
Orang yang bermudah-mudah dalam perjanjian yang kecil tentu ia akan
bermudah-mudah pula dalam perjanjian yang besar. Dari ayat ini juga dapat
dipahamkan bahwa Allah memperingatkan kepada manusia agar berhati-hati dalam
persoalan hak dan kewajiban, sekalipun hak dan kewajiban itu kecil.
Pada akhir ayat ini Allah swt.
memerintahkan agar manusia bertakwa kepada-Nya dengan memelihara diri supaya
selalu melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menghentikan
larangan-larangan-Nya. Dia mengajarkan kepada manusia segala yang berguna
baginya, yaitu cara-cara memelihara harta, cara menggunakannya sedemikian rupa
sehingga menimbulkan ketenangan bagi dirinya dan orang-orang yang membantunya
dalam usaha mencari dan menggunakan harta itu. Allah mengetahui segala sesuatu
yang diperbuat manusia, dan Dia akan memberi balasan sesuai dengan perbuatan
itu.
2)
Qur’an Surat An-Nur Ayat 33
Ibnu Sakan di dalam kitab 'Fi Ma'rifatish Shahabah'
mengetengahkan sebuah hadis melalui Abdullah ibnu Shubaih yang ia terima dari
ayahnya, yang menceritakan, "Aku pernah menjadi budak milik Huwathib ibnu
Abdul Uzza. Kemudian aku meminta perjanjian Kitabah untuk merdeka kepadanya,
maka turunlah firman-Nya, 'Dan budak-budak yang kalian miliki yang menginginkan
perjanjian...'" (Q.S. An Nur, 33). Imam Muslim mengetengahkan sebuah hadis
melalui jalur Abu Sofyan yang ia terima dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang
menceritakan, bahwa Abdullah ibnu Ubay pernah mengatakan kepada seorang budak
wanitanya, "Pergilah kamu melacurkan diri untuk mendapatkan sesuatu buat
kami". Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa
budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nur, 33).
Imam Muslim mengetengahkan pula dari jalur sanad ini, bahwasanya seorang budak
wanita milik Abdullah ibnu Ubay yang dikenal dengan nama panggilan Masikah dan
seorang budak lainnya yang bernama Umaimah, keduanya disuruh secara paksa untuk
melakukan pelacuran, kemudian kedua budak wanita itu melaporkan hal itu kepada
Nabi saw., lalu Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah kalian
paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An
Nuur, 33). Imam Hakim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Zubair yang ia
terima dari Jabir, yang menceritakan, bahwa Masikah menjadi budak wanita milik
salah seorang dari kalangan Anshar. Lalu ia menceritakan, "Sesungguhnya
tuanku telah memaksa diriku supaya melacurkan diri, maka turunlah firman-Nya,
'Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan
pelacuran...'" (Q.S. An Nuur, 33). Al Bazzar dan Imam Thabrani keduanya
mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang sahih melalui Ibnu Abbas r.a.
yang menceritakan, bahwa Abdullah ibnu Ubay memiliki seorang budak wanita bekas
pelacur di zaman jahiliyah. Ketika perbuatan zina diharamkan budak wanita itu
berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan berzina lagi untuk
selama-lamanya". Maka turunlah firman-Nya, "Dan janganlah kalian
paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An
Nuur, 33). Al Bazzar mengetengahkan hadis yang serupa dengan hadis ini melalui
Anas r.a. hanya sanadnya daif. Disebutkan di dalam hadisnya bahwa budak wanita
itu bernama Muadzah. Said ibnu Manshur mengetengahkan sebuah hadis melalui
Syakban ibnu Amr ibnu Dinar yang ia terima dari Ikrimah, bahwa Abdullah ibnu
Ubay memiliki dua budak wanita; yang satu bernama Masikah dan yang kedua
bernama Mu'adzah. Abdullah ibnu Ubay memaksa keduanya untuk melacurkan diri.
Salah seorang di antara keduanya menjawab, "Jika perbuatan zina itu baik,
maka sesungguhnya aku telah mendapatkan keuntungan yang banyak darinya dan jika
perbuatan buruk, maka aku harus meninggalkannya". Maka turunlah
firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk
melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur, 33).
D. PENAFSIRAN LAFADZ
Kata
Kunci : Dain
(Al-baqarah/2:282)
Lafal Dain (utang) barasal dari kata dana-yadinu yang
berarti memberikan (meminjamkan) kepada seseorang uang yang harus dikembalikan
(dibayarkan kembali) dalam waktu tertentu yang disepakati bersama antara yang
meminjamkan dan yang meminjam. Asal kata ad-dain dalam bahasa Arab
adalah ganti yang diakhirkan atau ditunda. Dalam ayat ini Allah mensyari’atkan
adanya at-tadayun (utang piutang) diantara sesama muslim agar tidak ada
yang mengatakan bahwa utang piutang itu haram, sebagaimana riba diharamkan,
karena utang piutang atau pinjam meminjam itu menjadi sebab beredarnya uang,
dimana orang yang hanya bisa meminjamkan uangnya kepada pedagang yang
membutuhkan suntikan dana, tanpa pinjaman dia tidak bisa mengembangkan
usahanya. Untuk menjamin hak si pemberi pinjaman dan si peminjam, agar keduanya
merasa aman maka Allah mensyariatkan supaya utang piutang itu ditulis dan
disaksikan oleh dua orang saksi.
خَيْراً : kata الخير digunakan
yang berhubungan dengan harta, sebagai dalam ayat "ان ترك خيرا
الوصية للوالدين", tapi pendapat
ini lemah, ada juga yang menghubungkan dengan perbuatan. Adapun lebih shahih
adalah berarti: kebaikan, kejujuran dan kesetiaan. Maksudnya: jika kalian
mengatahui kapasitas penghasilan, kesetiaan dan kejujuran mereka, maka mukatabah-lah
atas kemerdekaan diri mereka.
E. PENAFSIRAN AYAT
Ayat ini
merupakan lanjutan ayat yang sebelumnya. Ayat yang lalu memerintahkan agar
orang yang beriman menghentikan perbuatan riba setelah turun ayat di atas. Para
pemberi utang menerima kembali pokok yang dipinjamkannya. Maka ayat ini
menerangkan: Jika pihak yang berutang itu dalam kesukaran berilah dia tempo,
hingga dia sanggup membayar utangnya. Sebaliknya bila yang berutang dalam
keadaan lapang, ia wajib segera membayar utangnya. Rasulullah saw. bersabda:
مطل الغني ظلم
Artinya:
Penundaan pembayaran
utang oleh orang kaya adalah perbuatan zalim.(HR Bukhari dan
Muslim)
Dalam pada itu Allah swt. menyatakan bahwa memberi sedekah kepada orang
yang berutang yang tidak sanggup membayar utangnya adalah lebih baik. Jika orang-orang
yang beriman telah mengetahui perintah itu, hendaklah mereka
melaksanakannya.
Dari ayat ini dipahami juga bahwa:
- Allah swt. memerintahkan agar memberi sedekah kepada orang yang berutang, yang tidak sanggup membayar utangnya.
- Orang yang berpiutang wajib memberi tangguh kepada orang yang berutang bila mereka dalam kesulitan.
- Bila seseorang mempunyai piutang pada seseorang yang tidak sanggup membayar utangnya diusahakan agar orang itu bebas dari utangnya dengan jalan membebaskan dari pembayaran utangnya baik sebahagian maupun seluruhnya atau dengan jalan yang lain yang baik.
2)
Tafsir Qur’an Surat
Al-Baqarah Ayat 282
Ayat ini adalah ayat yang terpanjang
dalam al-Quran dan berbicara soal hak manusia. Yaitu memelihara hak keuangan
masyarakat. Menyusuli ayat-ayat sebelumnya mengenai hukum-hukum ekonomi Islam
yang dimulai dengan memacu masyarakat supaya berinfak dan memberikan pinjaman
dan dilanjutkan dengan mengharamkan riba, ayat ini menjelaskan cara yang benar
bertransaksi supaya transaksi masyarakat terjauhkan dari kesalahan dan
kedzaliman dan kedua pihak tidak merugi. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh
ayat ini untuk transaksi adalah sebagai berikut:
ü Untuk setiap
agama, baik hutang maupun jual beli secara hutang, haruslah tertulis dan
berdokumen.
ü Harus ada
penulis selain dari kedua pihak yang bertransaksi, namun berpijak pada pengakuan
orang yang berutang.
ü Orang yang
berhutang dan yang memberikan pinjaman haruslah memperhatikan Tuhan dan tidak
meremehkan kebenaran dan menjaga kejujuran.
ü Selain
tertulis, harus ada dua saksi yang dipercayai oleh kedua pihak yang menyaksikan
proses transaksi.
ü Dalam
transaksi tunai, tidak perlu tertulis dan adanya saksi sudah mencukupi.
3)
Tafsir Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 282
Dalam ayat-ayat sebelum ini, telah
dikatakan bahwa Islam menganjurkan agar hak-hak milik masyarakat dipelihara.
Setiap jenis transaksi bukan tunai atau pembayaran hutang haruslah tercatat dan
dilangsungkan di depan dua saksi supaya tidak berlaku kesalahan atau bila salah
dan seorang ada yang memungkiri, tidak tercipta kesulitan. Perhatian Islam
terhadap persoalan ini sampai pada tahapan di mana dalam perjalanan pun,
lakukanlah pesan ini dan jika kalian tidak menemukan penulis, maka kokohkanlah
transaksi (jual-beli) itu dengan cara mengambil sesuatu dari pihak yang
berutang sebagai jaminan.
Jaminan yang ada di tangan pihak
piutang, adalah amanah dan si piutang tidak memiliki hak untuk memanfaatkan
atau menggunakannya di jalan yang tidak benar, melainkan ia harus berupaya
memelihara dan menjaganya agar ketika orang yang berhutang membayar
pinjamannya, maka jaminannya itu dikembalikan kepadanya secara utuh. Orang yang
berutang pada hakekatnya dianggap sebagai orang yang amanah sehingga diberikan
pinjaman, maka ia harus membayar utangnya itu tepat pada waktunya, supaya orang
yang memberikan pinjaman tidak memperoleh kerugian. Khususnya di tempat di mana
orang yang berpiutang kepercayaannya kepada yang berutang sedemikian besarnya
sehingga tidak meminta jaminan, maka dalam kondisi seperti ini, pihak yang
berutang harus memandang Allah dan tidak memakan harta orang lain.
Penutupan ayat juga menganjurkan
kepada orang-orang Mukmin secara umum supaya tidak berpendek tangan dalam
menjelaskan hak-hak masyarakat, karena Allah Swt mengetahui segala apa yang ada
di hati kalian dan menyembunyikan kebenaran, kendati dalam zahirnya diam dan
manusia tidak melakukan suatu pun tindakan, sehingga merasakan berbuat dosa,
namun sesungguhnya merupakan dosa yang paling besar, karena ruh manusia menjadi
kotor karenanya.
Dari ayat tadi terdapat dua
pelajaran yang dapat dipetik:
1. Transaksi bukan tunai, janganlah
ditegaskan atas janji lisan, melainkan dengan tertulis dan mengambil kesaksian
dan sekiranya perlu, transaksi itu dikokohkan dengan mengambil jaminan.
2. Dengan jalan membayar hutang
tepat pada waktunya, berarti kita telah memelihara kepercayaan dan keamanan
ekonomi masyarakat terjaga.
4)
Tafsir Qur’an Surat An-Nur Ayat 33
Salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan,
Yaitu seorang hamba boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan
Perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah uang yang ditentukan. Pemilik
budak itu hendaklah menerima Perjanjian itu kalau budak itu menurut
penglihatannya sanggup melunasi Perjanjian itu dengan harta yang halal. Untuk
mempercepat lunasnya Perjanjian itu hendaklah budak- budak itu ditolong dengan
harta yang diambilkan dari zakat atau harta lainnya. Maksudnya: Tuhan akan
mengampuni budak-budak wanita yang dipaksa melakukan pelacuran oleh tuannya
itu, selama mereka tidak mengulangi perbuatannya itu lagi.
F.
KESIMPULAN
v Diantara perbuatan yang diajarkan Allah
ialah berusaha untuk meringankan beban orang yang berhutang
v Wajib memberi waktu kepada orang yang
berutang yang belum sanggup membayar utangnya untuk menunda pembayarannya.
Sebaliknya haram hukumnya bagi orang yang mampu, menunda pembayaran utangnya.
v Ada beberapa macam bentuk mu’amalah yang
diterangkan oleh ayat tersebut, yaitu:
ü Muamalah/ transaksi yang tidak tunai yang harus
dilengkapi dengan alat-alat bukti, kecuali bila dilakukan atas dasar saling
mempercayai.
ü Muamalah yang tunai, boleh tidak dilengkapi
dengan alat-alat bukti tersebut.
ü Muamalah yang dilakukan dalam perjalanan
dan tidak tunai, serta tidak ada juru tulis yang dapat menuliskannya maka
hendaklah ada barang jaminan yang dipegang oleh yang berpiutang.
v Alat-alat bukti yang diperlukan dalam
muamalah ialah:
ü Bukti tertulis yang ditulis oleh seorang
juru tulis.
ü Persaksian yang dilakukan oleh dua orang
saksi laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
1 komentar:
kak asbabun nuzul yang albaqarah 280-283 itu sumbernya dari mana? boleh gak minta tolong difotoin sampul dan pas halaman pembahasan, terimakasih banyak
Posting Komentar