BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Konsumsi adalah titik pangkal dan tujuan akhir
seluruh kegiatan ekonomi masyarakat. Kalau produksi diartikan “inenciptakan
utility” dalam bentuk harang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan manusia,
maka konsumsi berarti memakai/menggunakan utility itu untuk memenuhi kebutuhan.
Mungkin saja terjadi orang dapat memenuhi (sebagian) kebutuhannya dengan jalan
Iangsung dan rnudah. Bila kita tinggal mengambil ubi atau sayuran dan kebun
sendiri, proses produksi dan konsurnsinya sederhana. Tetapi dalam masyarakat
modern. dengan pembagian kerja dan penggunaan Hang. proses tersebut menjadi
jauh lebih berbelit-belit. Orang harus mencari pekerjaan untuk mendapatkan
penghasilan, kemudian dan penghasilannya itu baru dapat membeli barang dan jasa
yang dihutuhkan. Meskipun jelas betapa penting konsumsi itu, namun dalam teori
ekonomi masalah konsumsi lama sekali diabaikan. Asal ada barang yang
dihasilkan, tentu akan ada orang yang mau membelinya, kira-kira demikianlah
cara berpikir orang. Maka perhatian para ahli ekonorni lebih diarahkan pada
segi produksi dan segala persoalannya. Tetapi pada jaman modern semakin jelas
bahwa tidak selalu ada perrnintaan akan barang yang dihasilkan. Produksi massa
juga memerlukan konsumsi massa. Oleh karena itu para produsen mulai mencari
jalai bagairnana dapat mempengaruhi konsumen untuk meinheli harangnya. Maka
timbullah usaha marketing, sales promotion dan perikianan
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas
ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian,
penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan
keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk
membuat keputusan pembelian.Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement)
proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang
berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan
dengan dengan pertimbangan yang matang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PERILAKU KONSUMEN
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas
ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian,
penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan
keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk
membuat keputusan pembelian.Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement)
proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang
berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan
dengan dengan pertimbangan yang matang.
Pemahaman akan perilaku konsumen dapat
diaplikasikan dalam beberapa hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah
strategi pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat
perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli.Kedua, perilaku konsumen
dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik. Misalnya dengan
mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran,
pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya
tersebut. Aplikasi ketiga adalah dalam hal pemasaran sosial (social marketing),
yaitu penyebaran ide di antara konsumen. Dengan memahami sikap konsumen dalam
menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif
B.
PERSOALAN EKONOMI KONSUMEN
Pokok persoalan ekonomi yang dihadapi oleb setiap orang dan setiap keluarga
dapat dirumuskan: orang ingin hidup layak sebagai manusia dan sebagai warga
masyarakat. Untuk itu dibutuhkan bermacam-macam barang dan jasa: makanan,
pakaian, rumah, obat, sepatu, radio, pengangkutan mi semuatidak ‘gratis jatuh
dan langit, melainkan harus dibeli, karena harus diproduksi dahulu. Untuk dapat
membeli semuanya itu diperlukan uang, sebab kita harus membayar harganya.
Jadi seorang konsumen atau suatu keluarga di satu pihak berhadapan dcngan KEBUTUHAN KEBUTUHAN HIDUP yang harus dipenuhi, dan yang menentukan apa dan berapa yang ingin dibeli. Di lain pihak dihadapkan dengan HARGA YANG HARUS DIBAYAR serta TERBATASNYA PENGHASILAN yang membatasi apa dan berapa yang dapat dibeli. Maka persoalannya ialah: bagaimana dengan penghasilan yang tertentu dan terbatas orang dapat memenuhi semua kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan sebaik mungkin. MenghadapI persolan ini, seorang konsumen harus bertindak bijaksana dalam mempergunakan dan membelanjakan uangnya. Bertindak ekonomis diartikan “mempertimbangkan hasil dan pengorbanan “. HASIL yaitu terpenuhnya kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan, yaitu karena kegunaan harang/jasa yang dikonsumsikan
Terpenuhinya kebutuhan itu menimbulkaji suatu rasa kepuasan, Maka hasil yang kita peroleh dan konsumsi barang/jasa biasanya disebut kepuasan (satisfaction) Kemampuan barang/jasa untuk memenuhj kebutuhan manusii disebut (utility).
PENGORBANAN yaitu harga yang harus dibayar atau ‘usaha’ (kerja, waktu, dll.) yang perlu dicurahkan untuk memperoleh harang/jasa yang dibutuhkan.
Demikianlah pola kebutuhan, bersama dengan besarnya penghasjlan dan tingkat harga menentukan bagaimana para konsumen membelanjakan uangnya. Jika ada perubahan dalain pola kebutuhan keluarga (apa dan berapa yang dibutuhkan, misalnya karena ada tambahan anggota keluarga) atau perubahan dalam tingkat harga barang, atau dalam besarnya penghasilan, maka akan ada pula perubahan dalam pengeluaran para konsumen, agar kebutuhan konsumen terpenuhj sebaik mungkin atau secara Optimal Persoalan ekonomi rumahtangga Kita mau menyelidiki apa pertimbangan-pertimbangan konsumen dalam membelanjakan uang penghasilannya, dan berapa yang akan dibelinya pada berbagai tingkat harga. Hal mi penting sekali, tidak hanya demi kesejahteraan keluarga kita sendiri saja, tetapi juga untuk masyarakat sebagai keseluruhan. Sebab pembelanjaan para konsumen ikut menentukan apa dan berapa yang dihasilkan oleh dunia produksi. Dan mi selanjutnya berpengaruh terhadap kesempatan kerja dan tingkat pendapatan nasional. Sebab produksi dan konsumsi saling berhubungan.
Jadi seorang konsumen atau suatu keluarga di satu pihak berhadapan dcngan KEBUTUHAN KEBUTUHAN HIDUP yang harus dipenuhi, dan yang menentukan apa dan berapa yang ingin dibeli. Di lain pihak dihadapkan dengan HARGA YANG HARUS DIBAYAR serta TERBATASNYA PENGHASILAN yang membatasi apa dan berapa yang dapat dibeli. Maka persoalannya ialah: bagaimana dengan penghasilan yang tertentu dan terbatas orang dapat memenuhi semua kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan sebaik mungkin. MenghadapI persolan ini, seorang konsumen harus bertindak bijaksana dalam mempergunakan dan membelanjakan uangnya. Bertindak ekonomis diartikan “mempertimbangkan hasil dan pengorbanan “. HASIL yaitu terpenuhnya kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan, yaitu karena kegunaan harang/jasa yang dikonsumsikan
Terpenuhinya kebutuhan itu menimbulkaji suatu rasa kepuasan, Maka hasil yang kita peroleh dan konsumsi barang/jasa biasanya disebut kepuasan (satisfaction) Kemampuan barang/jasa untuk memenuhj kebutuhan manusii disebut (utility).
PENGORBANAN yaitu harga yang harus dibayar atau ‘usaha’ (kerja, waktu, dll.) yang perlu dicurahkan untuk memperoleh harang/jasa yang dibutuhkan.
Demikianlah pola kebutuhan, bersama dengan besarnya penghasjlan dan tingkat harga menentukan bagaimana para konsumen membelanjakan uangnya. Jika ada perubahan dalain pola kebutuhan keluarga (apa dan berapa yang dibutuhkan, misalnya karena ada tambahan anggota keluarga) atau perubahan dalam tingkat harga barang, atau dalam besarnya penghasilan, maka akan ada pula perubahan dalam pengeluaran para konsumen, agar kebutuhan konsumen terpenuhj sebaik mungkin atau secara Optimal Persoalan ekonomi rumahtangga Kita mau menyelidiki apa pertimbangan-pertimbangan konsumen dalam membelanjakan uang penghasilannya, dan berapa yang akan dibelinya pada berbagai tingkat harga. Hal mi penting sekali, tidak hanya demi kesejahteraan keluarga kita sendiri saja, tetapi juga untuk masyarakat sebagai keseluruhan. Sebab pembelanjaan para konsumen ikut menentukan apa dan berapa yang dihasilkan oleh dunia produksi. Dan mi selanjutnya berpengaruh terhadap kesempatan kerja dan tingkat pendapatan nasional. Sebab produksi dan konsumsi saling berhubungan.
C.
TEORI PERILAKU KONSUMEN
Pada dasarnya ada dua model atau pendekatan dalam
teori yang mau menjelaskan peri-Jaku konsumen, yaitu yang dikenal dengan nama
Marginal Utility dan mdiferensi. Dua-duanya pada dasarnya mencoba menjelaskan
hukum permintaan, dengan cara menelusuri apa yang ada di balik kurve permintaan
itu (yang tidak dan belum dijelaskan dengan income-effect dan substitution
effect).
Teori UTILITY berpangkal dan ‘hasil’ yang diperoleh konsumen bila ia membelanjakan uangnya untuk membeli barang dan jasa, yaitu terpenuhnya kebutuhan karena utility atau manfaat barang yang dikonsumsikan. Menurut teoni ini seorang konsumen yang bertindak secama rasional akan membagi-bagikan pengeluarannya atas bermacam-ragam barang sedemikian rupa sehingga tambahan kepuasan yang diperoleh per rupiah yang dibelanjakan itu sebesar mungkin.
Teori INDIFERENSI merupakan penyempurnaan dari teori utility tetapi mendekati pokok persoalan yang sama dengan cara yang sedikit berbeda. Menurut teori ini seorang konsumen akan membagi-bagi pengeluarannya atas berbagai macam barang sedemikian rupa sehingga ia mencapai taraf pemenuhan kebutuhan yang terbaik ( maksimal atau optimal) yang mungkin dicapainya sesuai dengan penghasilan yang tersedia dan harga-harga yang berlaku. Situasi yang paling cocok ( equilibrium) tercapai kalau penilaian subyektif konsumen terhadap barang itu sesuai dengan harga obyektif yang belaku dalam masyarakat.
Teori UTILITY berpangkal dan ‘hasil’ yang diperoleh konsumen bila ia membelanjakan uangnya untuk membeli barang dan jasa, yaitu terpenuhnya kebutuhan karena utility atau manfaat barang yang dikonsumsikan. Menurut teoni ini seorang konsumen yang bertindak secama rasional akan membagi-bagikan pengeluarannya atas bermacam-ragam barang sedemikian rupa sehingga tambahan kepuasan yang diperoleh per rupiah yang dibelanjakan itu sebesar mungkin.
Teori INDIFERENSI merupakan penyempurnaan dari teori utility tetapi mendekati pokok persoalan yang sama dengan cara yang sedikit berbeda. Menurut teori ini seorang konsumen akan membagi-bagi pengeluarannya atas berbagai macam barang sedemikian rupa sehingga ia mencapai taraf pemenuhan kebutuhan yang terbaik ( maksimal atau optimal) yang mungkin dicapainya sesuai dengan penghasilan yang tersedia dan harga-harga yang berlaku. Situasi yang paling cocok ( equilibrium) tercapai kalau penilaian subyektif konsumen terhadap barang itu sesuai dengan harga obyektif yang belaku dalam masyarakat.
D.
MENGANALISIS PERILAKU KONSUMEN
Dalam menganalisis perilaku konsumen, para
ahli ekonomi biasanya mengandaikan hal-hal berikut ini:
1. bahwa para konsumen sudah mengetahui sendiri apa yang dibutuhkan dan apa
yang mau dibelinya;
2. bahwa konsumen dapat mengatur (membanding-bandingkan dan mengurutkan)
kebutuhan-kebutuhannya menurut penting atau mendesaknya.
3. bahwa para konsumen benusaha mencapai taraf pemenuhan kebutuhan yang
“sebaik mungkin” (optimal) atau setinggi-tingginya (maksimal).
4. bahwa barang yang satu, sampai batas tertentu, dapat menggantikan barang
yang lain ( substitusi).
Dengan lain kala. diandaikan bahwa seorang
konsumen bertindak secara rasional meskipun kita sadari dalam kenyataannya para
konsumen belum tentu selalu bertindak rasional. Bertindak rasional di sini
diartikan bahwa pendapatan yang terbatas akan mendorong orang untuk ber-ekonomi
dan rnemilih memutuskan untuk membeli barang yang satu (bukan barang yang lain)
atau membeli lehih banyak dan barang yang satu (bukan barang lain) berdasarkan
pertimbangan mana yang akan dapat memenuhi kebutuhan/keinginannya dengan paling
baik.
E.
KONSUMEN DAN MANFAAT BARANG UTILITY
Seorang konsumen yang bertindak ekonomis pasti
mempertimbangkan pengorbanan, yaitu HARGA yang harus dihayar, dan hasil, yailu
MANFAAT atau kepuasan yang diperoleh dari pengeluaran uang itu. Dalam hal ini
akan ditinjau segi yang kedua, yaitu kepuasan yang ditimbulkan oleh manfaat
(utility) barang/jasa yang dikonsumsikan. Sebab ternyata ada hubungan tertentu
antara jumlah barang yang dikonsumsikan dan manfaat kepuasan yang diperoleh
daripadanya. Hal ini berpengaruh terhadap perilaku konsumen, khususnya berapa
yang akan dibelinya dari harang/jasa tertentu. Untuk mempermudah pengertian,
kita pelajari dulu hagaimana perilaku konsumen terhadap satu macan barang saja.
Dalam hal ini pertimbangan besarnya penghasilan tidak hegitu menentukan,
sehingga perhatian sepenuhnya dapat dicurahkan pada persoalan perbandingan
harga barang dan manfaatnya hagi konsumen. Kemudian dilengkapi dengan
memperhatikan perilaku konsumen lerhadap berbagai macam barang. di mana
besarnya pendapatan serta pembagian pendapatan atas berbagai macam barang itu
akan mendapat sorotan.
F.
HUKUM TAMBAHAN KEPUASAN YANG TIDAK
PROPORSIONAL
Pertanyaan pertama yang harus dijawab ialah: apa
yang terjadi dengan kepuasan, jika kita membeli lebih banyak dari suatu barang
tertentu? Dilihat sepintas kilas, jawaban atas pertanyaan tsb. jelas: Kalau
jumlah barang yang dikonsumsikan bertarnbah hanyak, kepuasan yang diperoleh
dari konsumsi barang tsb. tentunya akan bertambah juga, karena kebutuhan kita
semakin terpenuhi.Tetapi pengalaman mungkin menunjukkan lain!
Hubungan antara jumlah dan
kegunaan suatu barang
Kalau seseorang hanya mempunyai satu baju yang baik, maka manfaat baju yang
satu itu (dan penilaiannya terhadap baju itu) amat besar. Kalau baju yang satu
itu sobek, ia akan sungguh merasa susah. Apakah Ia segera akan membeli baju
lain? Tentu. Karena sungguh dibutuhkan. Meskipun harus membayar harga cukup
mahal.
Tetapi kalau masih ada persediaan 10 baju yang baik di almari, manfaat dan satu potong baju itu tidak dirasakan begitu besar. Kalau ada satu yang sobek, mungkin ditanggapi dengan “nggak apa-apa, kan masih banyak lainnya”. Apakah ia segera akan membeli satu lagi? Untuk apa? Lebih baik uang dipakai untuk membeli yang lain-lain.
Demikian halnya dengan banyak barang lain pula: pakaian, sepatu, makanan, radio, mobil, bahkanjuga dengan uang untuk orang yang kaya uang Rp 10.000.- boleh dikaia lak herarti. tetapi untuk orang miskin.
Dari contoh-contoh ini ternyata ada suatu hubungan tertentu antara jumlah barang yang dikonsumsikan perjangka waktu tertentu dengan manfaat/utility barang itu bagi kita. Jika jumlah barang yang dikonsumsikan (perjangka waktu tertentu) bertambah banyak, kepuasan kita juga akan bertambah. tetapi belum tentu secara roporsional.
Utility atau daya-guna suatu barang, yang sebenarnya berarti kernampuan barang tersebut untuk memenuhi suatu kebutuhan manusia. Produksi nienciptakan kemampuan tersebut. Tetapi baru dirasakan apabila barang itu dikonsumsikan. (Jlehkarena itu pengertian utility dalarn analisis perilaku konsumen berarti. Manfaat yang dirasakan dan konsumsi suatu barang/jasa, kepuasan yang diperoleh daripadanya. dan dengan demikianjuga penghargaan konsumen terhadapnya. Jadi utility itu nierupakan sesuatu yang subyektif, tergantung orangnya atau melekat pada din konsumen, yaitu sejauh mann kebutuhannya terpenuhi dengan konsumsi barang/jasa tertentu
Tetapi kalau masih ada persediaan 10 baju yang baik di almari, manfaat dan satu potong baju itu tidak dirasakan begitu besar. Kalau ada satu yang sobek, mungkin ditanggapi dengan “nggak apa-apa, kan masih banyak lainnya”. Apakah ia segera akan membeli satu lagi? Untuk apa? Lebih baik uang dipakai untuk membeli yang lain-lain.
Demikian halnya dengan banyak barang lain pula: pakaian, sepatu, makanan, radio, mobil, bahkanjuga dengan uang untuk orang yang kaya uang Rp 10.000.- boleh dikaia lak herarti. tetapi untuk orang miskin.
Dari contoh-contoh ini ternyata ada suatu hubungan tertentu antara jumlah barang yang dikonsumsikan perjangka waktu tertentu dengan manfaat/utility barang itu bagi kita. Jika jumlah barang yang dikonsumsikan (perjangka waktu tertentu) bertambah banyak, kepuasan kita juga akan bertambah. tetapi belum tentu secara roporsional.
Utility atau daya-guna suatu barang, yang sebenarnya berarti kernampuan barang tersebut untuk memenuhi suatu kebutuhan manusia. Produksi nienciptakan kemampuan tersebut. Tetapi baru dirasakan apabila barang itu dikonsumsikan. (Jlehkarena itu pengertian utility dalarn analisis perilaku konsumen berarti. Manfaat yang dirasakan dan konsumsi suatu barang/jasa, kepuasan yang diperoleh daripadanya. dan dengan demikianjuga penghargaan konsumen terhadapnya. Jadi utility itu nierupakan sesuatu yang subyektif, tergantung orangnya atau melekat pada din konsumen, yaitu sejauh mann kebutuhannya terpenuhi dengan konsumsi barang/jasa tertentu
Kepuasan total dan kepuasan
marginal
Untuk lebih dapat memahami hal itu, kita selidiki apa yang terjadi dengan
kepuasan (= “utility” yang dirasakan konsumen) apabila jumlah barang tertentu
yang dikonsumsikan (dalam jangka waktu tertentu) setiap kali ditambah dengan
satu satuan.akan mengurangi nilai kepuasan dari barng itu. Sebagai contoh kita
ambil: jumlah gelas teh yang diminum oleh seorang guru per satuan hari kerja.
Setelah bicara di muka kelas selarna sekian jam pelajaran, pak guru merasa haus. Syukur di kamar guru disediakan minuman teh. Satu gelas teh dirasakan amat besar manfaat utility-nya. Kalau disediakan lebih dan satu gelas, pak guru juga mau. Tetapi minum enam atau tujuh gelas teh tidak perlu. Gelas teh ke-5 saja sudah tidak ada gunanya bagi pak guru. karena sudah tidak memenuhi suatu kebutuhan.
Hubungan antara jumlah barang yang dikonsumsikan (dalam contoh ini: jumlah gelas teh yang diminum per han kerja) dan kepuasan yang diperoleh dan konsumsi untuk yang dengan istilah teknis kita sebut utility, supaya lebih kelihatan hagaimana ‘jalannya’ kepuasan jika konsumsi ditamhah. Untuk itu pada sumbu horisontal (sumbu X) kita ukur banyaknya barang yang dikonsumsikan (per jangka waktu tertentu), sedang pada sumbu tegak (sumbu Y) diukur tinggi rendahnya kepuasan atau utility. Dengan minum satu gelas teh per han kerja, pak guru mendapat kepuasan tertentu. Sebenarnya kepuasan itu hal yang subyektif sekali yang sukar dikuantitatifkan: namun kita gambarkan seakan-akan dapat diukur secara tepat, misalnya 6 satuan utility. Dengan minum satu gelas lagi ( gelas ke-2), maka kepuasan (total) bertarnbah minum dua gelas lebih puas daripada minum satu gelas saja, meskipun mungkin sukar dikatakan berapa lebih puasnya. Katakan saja gelas ke-2 menyumbangkan kepuasan/ utility sebesar 4 satuan. Dengan demikian kepuasan total menjadi 10 satuan (6+ 4), yaitu karena gelas ke-2 menambahkan 4 satuan utility.
Setelah bicara di muka kelas selarna sekian jam pelajaran, pak guru merasa haus. Syukur di kamar guru disediakan minuman teh. Satu gelas teh dirasakan amat besar manfaat utility-nya. Kalau disediakan lebih dan satu gelas, pak guru juga mau. Tetapi minum enam atau tujuh gelas teh tidak perlu. Gelas teh ke-5 saja sudah tidak ada gunanya bagi pak guru. karena sudah tidak memenuhi suatu kebutuhan.
Hubungan antara jumlah barang yang dikonsumsikan (dalam contoh ini: jumlah gelas teh yang diminum per han kerja) dan kepuasan yang diperoleh dan konsumsi untuk yang dengan istilah teknis kita sebut utility, supaya lebih kelihatan hagaimana ‘jalannya’ kepuasan jika konsumsi ditamhah. Untuk itu pada sumbu horisontal (sumbu X) kita ukur banyaknya barang yang dikonsumsikan (per jangka waktu tertentu), sedang pada sumbu tegak (sumbu Y) diukur tinggi rendahnya kepuasan atau utility. Dengan minum satu gelas teh per han kerja, pak guru mendapat kepuasan tertentu. Sebenarnya kepuasan itu hal yang subyektif sekali yang sukar dikuantitatifkan: namun kita gambarkan seakan-akan dapat diukur secara tepat, misalnya 6 satuan utility. Dengan minum satu gelas lagi ( gelas ke-2), maka kepuasan (total) bertarnbah minum dua gelas lebih puas daripada minum satu gelas saja, meskipun mungkin sukar dikatakan berapa lebih puasnya. Katakan saja gelas ke-2 menyumbangkan kepuasan/ utility sebesar 4 satuan. Dengan demikian kepuasan total menjadi 10 satuan (6+ 4), yaitu karena gelas ke-2 menambahkan 4 satuan utility.
Hukum Gossen ke-I atau LDMU
Gejala tambahan kepuasan yang tidak proporsional ini pertama kali
dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi Jerman yang bernarna Hermann Heinrich
Gossen (1810 — 1859), kemudian dikembangkan oleh W.S.Jevons, K. Menger, L.
Wairas dan A. Mar shall. Sekarang dikenal dengan narna Hukum Gossen ke-I atau
Law of Diminishing Marginal Utility (LMDU).
Hukum tersebut dapat dirumuskan sbb. Jika jumlah suatu harang yang dikonsumsikan
dalain jangka waktu tertentu ditambah, maka kepuasan total (Total Utility) yang
diperoleh memang bertambah, tetapi mulai saat tertentu —Marginal Utility
(tambahan kepuasan yang diperoleh jika konsumsi ditambah dengan satu satuan)
semakin berkurang.Dengan kata lain tambahan kepuasan (yang diperoleh dan
tambahan jumlah barang yang dikonsumsikan itu) tidak proporsional (= tidak
sebanding) dengan tambahan jumlah barang yang dikonsumsikan. Dikatakan “mulai
saat tertentu” karena mungkin terjadi tambahan kepuasan yang diperoleh dan unit
ke-2 lebih besar daripada yang diperoleh dan unit ke- I. Tetapi pada suatu saat
hukum mi akan mulai berlaku pula. Gejala tambahan kepuasan yang tidak
proporsional ini sebenarnya merupakan gejala psikologis. Namun menipunyai
akibat yang penting di bidang ekonomi, karena berpengaruh terhadap tingkah-laku
konsumen dan bentuk kurve perrnintaan, dan dengan demikian pula terhadap harga
barang.
G.
MARGINAL UTILITY DAN HARGA BARANG
Jika konsumsi ditambah dengan satu satuan,
Marginal Utility (tambahan kepuas an yang diperoleh dari tambahan satu satuan
barang itu) akan semakin berkurang — demikianlah inti dan pembahasan di atas.
Tetapi menambah konsumsi dengan satu satuan itu umumnya tidak ‘gratis’. Barang
yang dikonsumsi itu harus dibeli dan dibayar. Maka dalam mempertimbangkan
apakah konsumsi akan ditambah lagi dengan satu satuan (dalam arti membeli Iebih
banyak dan barang yang sama), seorang konsumen yang rasional mesti
mempertimbangkan:
Hasil = tambahan kepuasan yang dipenoleh = Marginal Utility
PENGORRANAN = tambahan biaya = harga yang harus dibayar
Hasil = tambahan kepuasan yang dipenoleh = Marginal Utility
PENGORRANAN = tambahan biaya = harga yang harus dibayar
Paradox of value
Pengertian Marginal Utility merupakan kunci untuk memecahkan pertanyaan
atau teka-teki yang sangat terkenal dalam sejarah ilmu ekonomi, yang telah
diajukan oleh Adam Smith tetapi tidak dapat dijawabnya: Apa sebabnya air— yang
merupakan barang yang sangat berguna bahkan mutlak perlu untuk hidup — tidak
berharga, sedangkan batu intan — yang manfaatnya sangat terbatas dan tidak
perlu untuk hidup —justru tinggi sekali harganya?? Kelihatannya mi sesuatu yang
bertentangan (maka disebut “paradox”). Kan untuk memperoleh barang yang berguna
kita mesti harus membayar harga yang tinggi. Jawaban atas teka-teki tersebut
harus dicari dalam perbedaan antara Total Utility dan Marginal Utility. Utility
Total dan air holeh dikata tak tcrhingga. Tetapi umumnya air tersedia dalam
jumlah yang begitu rnelimpah sehingga Marginal Utilitynya praktis sama dengan
0. Padahal, penilaian orang terhadap air itu ditentukan oleh satuan terakhir
(marginal): kalau air melimpah, kehilangan beberapa unit dinilai tidak apa-apa.
Tetapi situasi mi berubahjika air menjadi barang Iangka, seperti di
daerah-daerah yang kekurangan air. Di sana air minum per liter mungkin lehih
mahal daripada bensin per liter. Karenajumlah yang tersedia hanya sedikit,
setiap liter air menjadi barang ber harga, yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan yang paling penting seperti untuk minum dan niemasak. Batu intan
sebaliknya sangat langka, dan untuk memperolehnya, apalagi untuk me nambahnya diperlukan
biaya yang tidak sedikit. Maka MU-nya tinggi, dan orang ber sedia membayar
harga yang mahal untuk memperolehnya. Ingat juga perbedaan antara barang
ekonomi dan barang bebas. Barang ekonomi adalah ‘terbatas’, tersedia dalam
jumlah yang kurang daripada yang dibutuhkan untuk semua orang, dan perlu
di-usaha-kan. Oleh karena itu diperjualbelikan dengan harga tertentu. Tetapi
barang bebas tersedia dalam jumlah melimpah sehingga tidak ada harganya dan
tidak diperjualbelikan. Total Utilitynya mungkin sangat hesar, tetapi Marginal
Utililty sama dengan 0. Hukum Gossen ke-Il atau keseimbangan konsumen
Prinsip dasar dirumuskan dalam Hukum Gossen ke-Il, yang pada pokoknya mengatakan:
” Seorang konsumen yang bertindak rasional akan membagi-bagi pengeluaran uangnva untuk membeli berbagai macam barang sedemikian rupa sehingga kebutuhan-kehutuhannva terpenuhi secara seimbang, artinya sedemikian rupa sehingga rupiah terakhir yang dibelanjakan untuk membeli sesuatu memberikan marginal utility yang sama, entah dikeluarkan untuk membeli barang yang satu atau untuk membeli barang yang lain”. Jalan pikiran dapat diringkas sbb.:
Keputusan untuk membeli suatu barang tertentu (banang A) didasarkan atas perbandingan antara Marginal Utility (manfaat, kepuasan) yang diperoleh dan konsumsi barang tsb., dan harga yang harus dihayar untuk memperolehnya. Perbandingan tsb. dapat ditulis: atau dengan kata lain: MU per Rp yang dikeluarkan.
Prinsip dasar dirumuskan dalam Hukum Gossen ke-Il, yang pada pokoknya mengatakan:
” Seorang konsumen yang bertindak rasional akan membagi-bagi pengeluaran uangnva untuk membeli berbagai macam barang sedemikian rupa sehingga kebutuhan-kehutuhannva terpenuhi secara seimbang, artinya sedemikian rupa sehingga rupiah terakhir yang dibelanjakan untuk membeli sesuatu memberikan marginal utility yang sama, entah dikeluarkan untuk membeli barang yang satu atau untuk membeli barang yang lain”. Jalan pikiran dapat diringkas sbb.:
Keputusan untuk membeli suatu barang tertentu (banang A) didasarkan atas perbandingan antara Marginal Utility (manfaat, kepuasan) yang diperoleh dan konsumsi barang tsb., dan harga yang harus dihayar untuk memperolehnya. Perbandingan tsb. dapat ditulis: atau dengan kata lain: MU per Rp yang dikeluarkan.
Faktor-faktor yang ikut mempengaruhi perilaku konsumen
1. Faktor individual: Setiap
orang mempunyai sifat, bakat, minat, motivasi dan selera sendiri. Pola konsumsi
mungkin juga dipengaruhi oleh faktor emosional. Sebagian hal ini memerlukan
bantuan ilmu psikologi untuk menjelaskannya. Tetapi ada juga faktor obyektif,
seperti umur, kelompok umur (anak, remaja, dewasa, berkeluarga) dan lingkungan
yang mempengaruhi tidak hanya apa yang dikonsumsikan tetapi juga kapan, berapa,
model-modelnya, dan sebagainya.
2. Faktor
ekonomi: Selain harga barang, pendapatan konsumen dan adanya sub stitusi,
dan ada beberapa hal lain yang ikut berpengaruh terhadap permintaan sese
orang/keluarga:
·
lingkungan
fisik (panas, dingin, basah, keririg, dsh.)
·
kekayaan
yang sudah dimiliki
·
pandangan/harapan
mengenai penghasilan di masa yang akan datang dan besarnya jumlah keluarga (keluarga
inti, program KB)
·
tersedia
atau tidak kredit murah untuk konsumsi (koperasi,bank)
3. Faktor sosial orang hidup
dalam masyarakat, harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Telah
disebutkan bahwa gaya hidup orang kaya menjadi contoh yang suka ditiru oleh
golongan masyarakat lainnya (demonstration effect) pada hal pola konsumsi
golongan kaya sebagian hanya untuk pamer (conspicuous consumption) karena
barang dibeli justru karena mahal. Dalam masyarakat kita unsur ‘tidak mau kalah
dengan tetangga’ masih amat kuat ! Juga pengaruh iklan ternyata kuat sekali.
4. Faktor kebudayaan,
Pertimbangan berdasarkan agania dan adat kebiasaan dapat membuat keputusan
untuk konsumsi jauh berbeda dengan apa yang diandakan dalarn teori. Misalnya
keperluan korban, pakaian, peringatan han ke-7, ke-35, ke 100, dan ke- 1000
bagi orang yang telah meninggal, kebiasaan berhutang, tersedianya uang karena
kehetulan mendapat giliran arisan, dsb.
Standard hidup (standard of
living)
Standar hidup sering dipakai sebagai ukuran untuk membandingkan tingkat
kese jahteraan antara berbagai bangsa (atau antara berbagai golongan di dalam
batas satu negara). Standar hidup merupakan semacam pedoman tentang apa yang
dipandang sebagai taraf hidup (rata-rata) yang layak, wajar atau pantas, oleh
karena itu dikejar oleh perorangan/keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Salah satu hasil yang diharapkan dalam usaha pembangunan ekonomi nasional
adalah meningkatnya taraf hi dup masyarakat: kehutuhan dasar terpenuhi secara
merata bagi seluruh rakyat (GBHN). Taraf hidup yang kenyataannya tercapai
mungkin masih jauh di bawah standar yang digariskan. Taraf hidup menunjukkan
pada barang dan jasa yang secara nyata di konsumsi oleh masyarakat. Biaya hidup
menunjuk pada jumlah pengeluaran uang untuk membeli kebutuhan hidup
sehari-hari. Salah satu contoh standar hidup minimal adalah Kebutuhan Fisik
Minim (KFM) seperti yang disusun oleh Departemen Tenaga Kerja. KFM mencakup
biaya hidup minimal yang diperlukan (otch bujang, keluarga dengan 2 atau 3
anak) agar dapat dj sebut hidup layak. Kenyataannya masih banyak tenaga buruh mendapat
upah kurang dan KFM-nya
H.
POLA PENGELUARAN KONSUMSI
Agar pembahasan tentang perilaku konsumen cukup
realistik baiklah kita per hatikan hagaimana ke masyarakat kita mengeluarkan uangnya
untuk kon sumsi. Di atas sudah disinggung hahwa ada hanyak faktor yang ikut
meinpengaruhi hagai maria dan untuk apa para konsurnen membelanjakan pendapatan
mereka: hesar iva kehi illulir angeota keluarga. setera dan kehiasaan,
lingkungan sosial, kebijaksanaan dalam mengatur keuangan keluarga, dli. Tetapi
dalam masyarakat kita faktor yang mungkin terpenting adalah: berapa penghasilan
yang tersediabagi keluarga itu, dan bagaimana pembagian pendapatan nasional di
antara para warga masyarakat. Ukuran yang paling umum dipakai untuk menunj
ukkan tingkat kemakmuran suatu bangsa adaiah pendapatan per kapita, yaitu
pendapatan nasional dibagi jumlah pen duduk. Pendapatan per kapita Indonesia
pada tahun 1985 tclah mencapai sekitar $ 530. Angka mi adaiah angka rata-rata,
yang belum mengatakari apa-apa mengenai pembagian pendapatan di antara para
warga masyarakat. Kenyataannya ada perbedaan yang menyolok dalam hal besarnya
pendapatan yang dinikmati oleh berbagai orang dan golongan dalam masyarakat.
Juga terdapat perbedaan hesar antara daerah kota dengan daerah pedesaan, serta
antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.
0 komentar:
Posting Komentar