A. Pengantar
Sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional disusun sebagai penjabaran dari tujuan
dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan
nasional.
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha
Esa, bangsa Indonesia telah mengisi kemerdekaan selama 60 tahun sejak
Proklamasi 17 Agustus 1945. Berbagai pengalaman berharga didapatkan selama
mengisi kemerdekaan tersebut. Pengalaman tersebut menjadi pelajaran yang
berharga dalam melangkah ke depan. Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005 – 2025
merupakan kelanjutan dan pembaharuan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk
mencapai tujuan pembangunan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Rencana Pembangunan Jangka Panjang diarahkan
untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan tersebut.
Dalam 20 tahun mendatang, bangsa
Indonesia akan melakukan penataan kembali kelembagaan dan sekaligus membangun
Indonesia bagi kemajuan bangsa untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa
lain.
B. Kondisi Umum
1.
Dalam 20 tahun
mendatang, Indonesia akan menghadapi persaingan dan ketidakpastian global yang
makin meningkat, jumlah penduduk yang makin banyak, dan dinamika masyarakat
yang makin beraneka ragam. Untuk mewujudkan Visi Pembangunan Nasional, perlu
diteruskan hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai, permasalahan yang sedang
dihadapi dan tantangannya ke depan ke dalam suatu konsep pembangunan jangka panjang, yang mencakup berbagai aspek
penting kehidupan berbangsa dan bernegara, yang akan menuntun proses menuju
tatanan kehidupan masyarakat dan taraf pembangunan yang hendak dicapai.
2.
Upaya untuk mempertahankan
kemerdekaan serta ancaman perpecahan akibat pergolakan politik yang terjadi di
berbagai daerah mengakibatkan kondisi perekonomian nasional di awal-awal
kemerdekaan terbengkalai. Berbagai upaya pembangunan yang dilakukan untuk
mengisi kemerdekaan pada masa itu lebih banyak dipusatkan pada pemantapan
kerangka institusi kenegaraan serta pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa. Situasi politik pada masa itu mengakibatkan pembangunan ekonomi berjalan
lambat. Berbagai rencana pembangunan tidak berjalan dengan baik. Kemampuan
untuk membiayai pembangunan sangat terbatas akibat skala perekonomian yang
kecil sehingga potensi penerimaan negara rendah. Defisit anggaran ditutup
dengan pencetakan uang sehingga mendorong laju inflasi yang tinggi. Pada paruh
pertama tahun 60an, keadaan ekonomi semakin memburuk dengan memanasnya gejolak
politik dalam negeri. Sampai pertengahan tahun 60an, perekonomian praktis
lumpuh. Sebagian besar rakyat tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya karena
kelangkaan persediaan beras dan kebutuhan pokok lainnya. Sumber keuangan dalam
negeri sangat terbatas sehingga tidak mampu menyediakan devisa untuk membiayai impor
kebutuhan pokok dari luar negeri.
3.
Penekanan akan perlunya
pembangunan ekonomi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat muncul
pada awal paruh kedua tahun 60-an. Pada tahun 1966 penataan sistem perekonomian
dicanangkan melalui Program Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi. Sampai dengan
pertengahan tahun 90an, berbagai kemajuan ekonomi telah dicapai. Kebutuhan
pokok masyarakat tercukupi dan swasembada pangan beras terwujud pada tahun
1984. Perekonomian tumbuh baik dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi dan
stabilitas ekonomi dapat terjaga. Peningkatan kesejahteraan masyarakat secara
nyata dapat ditunjukkan antara lain melalui peningkatan pendapatan perkapita sekitar
sepuluh kali lipat, menurunnya secara drastis jumlah penduduk miskin, serta
tersedianya lapangan kerja yang memadai bagi rakyat.
5. Periode pelaksanaan pembangunan jangka panjang pertama berakhir pada tahun
1993. Untuk melanjutkan keberhasilan pembangunan jangka panjang pertama dan
sekaligus mempertahankan momentum pembangunan yang ada, dirumuskan rencana pembangunan
jangka panjang kedua. Upaya perwujudan sasaran pembangunan jangka panjang kedua
tersebut terhenti akibat krisis ekonomi yang melumpuhkan perekonomian nasional
pada tahun 1997. Krisis yang dimulai di Thailand tersebut menunjukkan bahwa
fundamental ekonomi negara-negara di Asia Tenggara belum cukup kuat menahan
gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada periode sebelumnya lebih
banyak didorong oleh peningkatan akumulasi modal dan tenaga kerja, dan bukan
oleh peningkatan produktivitas perekonomian secara berkelanjutan. Selain itu,
krisis ekonomi juga menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi selama ini tidak disertai
dengan peningkatan efisiensi kelembagaan ekonomi dan banyaknya praktik ekonomi biaya tinggi yang
telah menurunkan kepercayaan pelaku baik dalam maupun luar negeri. Perekonomian
nasional masih rentan, tidak saja terhadap gejolak eksternal, tetapi juga
terhadap gejolak di dalam negeri.
6.
Krisis ekonomi berdampak
pada menurunnya kualitas infrastruktur terutama prasarana jalan dan
perkeretaapian yang kondisinya sangat memprihatinkan. Sekitar 39 persen total
panjang jalan diantaranya mengalami kerusakan ringan dan berat serta hanya
sekitar 62 persen jalan kereta api yang masih dioperasikan. Peran armada
nasional menurun baik untuk angkutan domestik maupun internasional sehingga
pada tahun 2003 masing-masing hanya mampu memenuhi 53 persen dan 3 persen,
walaupun sesuai konvensi internasional yang berlaku pangsa pasar armada
nasional 40 persen untuk muatan ekspor-impor dan 100 persen untuk angkutan
domestik. Sedangkan untuk angkutan udara, perusahaan penerbangan relatif mampu
menyediakan pelayanan yang terjangkau. Disamping masalah yang disebabkan oleh
krisis ekonomi, pembangunan prasarana jalan dan perkeretaapian mengalami
kendala sejak pelaksanaan desentralisasi yang berpengaruh pada pembiayaan
pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana transportasi. Hal
ini karena terbatasnya dana pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang masih
tumpang tindih.
7.
Penggunaan energi di
Indonesia meningkat cukup pesat sejalan dengan perbaikan ekonomi setelah
krisis. Walaupun berbagai upaya restrukturisasi dan reformasi kelembagaan terus
dilaksanakan, kenaikan konsumsi energi masih lebih tinggi dibandingkan dengan
penyediannya. Meskipun mengalami pergeseran dari sumber energi yang berasal
dari bahan bakar minyak ke gas alam dan batu bara, pola konsumsi energi masih menunjukkan
ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan. Potensi energi dan sumber daya mineral yang sampai
saat ini telah diketahui dan terbukti adalah: minyak 86,9 miliar barel, gas
384,7 TCF, batubara 50 miliar ton, dan
panas bumi sekitar 27 GWatt. Cadangan terbukti minyak
bumi Indonesia berjumlah 5,8 miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta
barel per tahun. Sementara itu cadangan terbukti gas bumi sekitar 90 TCF dengan
tingkat produksi sekitar 3 TCF. Sedangkan cadangan terbukti batubara sekitar 5
miliar ton dengan produksi mencapai 100 juta ton setiap tahunnya. Dengan
demikian, perlu upaya untuk mengembangkan sumber energi terbarukan (mikro
hidro, biomassa, biogas, gambut, energi matahari, arus laut, dan tenaga angin)
sehingga di masa mendatang bangsa Indonesia tidak akan mengalami kekurangan
pasokan energi. Selain itu, dengan dimungkinkannya pembangunan pembangkit
tenaga nuklir di Indonesia, pencarian mineral radio aktif di dalam negeri perlu ditingkatkan. Kegiatan ekonomi yang meningkat akan membutuhkan penyediaan energi yang
makin besar. Dalam kaitan itu, tantangan utama dalam pembangunan energi adalah meningkatkan kemampuan produksi minyak dan
gas bumi yang sekaligus memperbesar penerimaan devisa; memperbanyak
infrastruktur energi untuk memudahkan penyampaian energi kepada konsumen baik
industri maupun rumah tangga; serta mengurangi secara signifikan ketergantungan
terhadap minyak dan meningkatkan kontribusi gas, batubara, serta energi terbarukan
lainnya dalam penggunaan energi secara nasional.
8.
Pembangunan ketenagalistrikan yang telah dilakukan sekitar tiga dekade
sebelum krisis telah memberi sumbangan yang berarti dalam pembangunan di
berbagai bidang. Namun sampai saat ini beberapa permasalahan pokok masih
dihadapi. Pertama, kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan tenaga listrik. Dengan terjadinya krisis multidimensi kurun waktu sekitar tahun 1997-2000,
kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan tenaga listrik menurun yang berakibat
pada terganggunya kesinambungan penyediaan tenaga listrik serta kehandalan
sistemnya termasuk untuk listrik perdesaan. Kedua, lemahnya efektivitas dan efisiensi. Dalam satu dasawarsa
terakhir tingkat losses masih berada pada kisaran 11-15 persen, baik
yang bersifat teknis maupun non teknis termasuk hal-hal yang terkait dengan
lemahnya good governance, lemahnya penanganan pencurian listrik, serta
intervensi politik sangat kuat mempengaruhi pengelolaan korporat Pemegang Kuasa
Usaha Ketenagalisrikan (PKUK) yang masih bersifat monopolistik. Ketiga,
ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar minyak sebagai akibat
dari berlimpahnya cadangan BBM Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir. Keempat,
pengembangan sistem ketenagalistrikan nasional sebagian besar masih didominasi
peralatan dan material penunjang yang di impor sehingga nilai tambah sektor
ketenagalistrikan nasional dalam negeri diperkirakan masih relatif kecil.
9.
Tantangan sektor
ketenagalistrikan yang dihadapi meliputi luasnya wilayah Indonesia yang
berbentuk kepulauan dengan densitas penduduk yang bervariasi yang mempengaruhi
tingkat kesulitan pengembangan sistem kelistrikan yang optimal; potensi
cadangan energi primer yang cukup besar namun lokasinya sebagian besar jauh
dari pusat beban dengan infrastruktur pendukung yang masih sangat terbatas;
keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya
usaha di bidang ketenagalistrikan; pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang
cukup tinggi setiap tahun; daya beli masyarakat yang masih rendah dan relatif
tidak merata; citra politik, ekonomi dan moneter yang belum mendukung untuk
menarik investasi swasta di bidang kelistrikan; serta regulasi investasi
kelistrikan yang belum tertata dengan baik.
10. Dalam
era globalisasi, informasi mempunyai nilai ekonomi untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mewujudkan daya saing suatu bangsa sehingga mutlak diperlukan
suatu kemampuan untuk mengakses informasi. Beberapa masalah yang dihadapi
antara lain: terbatasnya ketersediaan infrastruktur telematika yang sampai saat
ini penyediaan infrastruktur telematika belum dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat; tidak meratanya penyebaran infrastruktur telematika dengan konsentrasi
yang lebih besar di wilayah barat Indonesia, yaitu sekitar 86 persen di Pulau
Jawa dan Sumatera, dan daerah perkotaan; terbatasnya kemampuan pembiayaan
penyedia infrastruktur telematika dengan belum berkembangnya sumber pembiayaan
lain untuk mendanai pembangunan infrastruktur telematika seperti kerjasama
pemerintah-swasta, pemerintah-masyarakat, serta swasta-masyarakat; dan kurang
optimalnya pemanfataan infrastruktur alternatif lainnya yang dapat dimanfaatkan
dalam mendorong tingkat penetrasi layanan telematika. Rendahnya kemampuan
masyarakat Indonesia untuk mengakses informasi pada akhirnya menimbulkan
kesenjangan digital dengan negara lain. Dalam kaitan itu, perlu segera
dilakukan berbagai perbaikan dan perubahan untuk meningkatkan kesiapan dan
kemampuan bangsa dalam menghadapi persaingan global yang makin ketat.
11. Kegagalan
dalam melaksanakan pembangunan jangka panjang kedua tersebut mendorong disusunnya
kembali langkah-langkah pembangunan yang baru. Krisis ekonomi Indonesia menuntut
ketahanan perekonomian yang lebih kuat agar berdaya saing dan berdaya tahan
tinggi. Berbagai permasalahan dan tantangan yang muncul pada saat dan pasca
krisis 1997 terutama dengan meningkatnya utang pemerintah yang memerlukan
pengelolaan jangka panjang yang tepat dengan tetap menjaga terwujudnya
keberlanjutan fiskal, peningkatan disiplin pergaulan perekonomian global yang
semakin tinggi serta mengarah pada ketidakpastian akhir-akhir ini, menjadi
dasar utama perumusan arah kebijakan dan prioritas yang harus diambil dalam
jangka panjang.
12. Beberapa
kemajuan dicapai dalam pembangunan daerah. Dari sisi politis penerapan
desentralisasi dan otonomi daerah, serta pemekaran provinsi dan kabupaten/kota
telah memberikan ruang gerak kepada masyarakat di daerah untuk mempercepat pembangunan
daerah. Disamping itu kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di seluruh wilayah
Indonesia telah mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut antara lain
tercermin dari meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); berkurangnya
pengangguran; meningkatnya akses masyarakat kepada jaringan infrastruktur
(khususnya transportasi dan telekomunikasi) maupun fasilitas pendidikan dan
kesehatan. Namun demikian peningkatan kondisi sosial dan ekonomi
tersebut relatif tidak merata dan sangat bervariasi antara daerah yang satu
dengan yang lain.
13. Selain
itu kebijakan pembangunan nasional yang selama ini kurang memberikan perhatian
yang memadai pada kesenjangan juga menimbulkan beberapa ekses negatif terhadap
pembangunan daerah, antara lain: menumpuknya kegiatan ekonomi di daerah
tertentu saja, seperti terkonsentrasinya industri manufaktur di kota-kota besar
di Pulau Jawa; terjadinya pertumbuhan kota-kota metropolitan dan besar yang
tidak terkendali yang mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan perkotaan; melebarnya
kesenjangan pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan; meningkatnya kesenjangan
pendapatan perkapita; masih banyaknya daerah-daerah miskin, tinggi
pengangguran, serta rendah produktivitas; kurangnya keterkaitan kegiatan
pembangunan antar wilayah; kurang adanya keterkaitan kegiatan pembangunan antara
perkotaan dengan perdesaan; tingginya konversi lahan pertanian ke nonpertanian
di Pulau Jawa; serta terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan
kepulauan.
14. Berbagai
ekses negatif tersebut, secara bersama-sama membentuk sebuah isu permasalahan
yang sentral bagi pembangunan daerah, yaitu tingginya kesenjangan pembangunan
antar daerah. Pengurangan kesenjangan pembangunan antar daerah perlu dilakukan
tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah
Indonesia, tetapi juga untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Tujuan
penting dan mendasar yang akan dicapai untuk mengurangi kesenjangan antar
daerah adalah bukan untuk memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah,
tetapi yang paling utama adalah pengurangan kesenjangan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat
antar daerah.
15. Sementara itu, dari sisi eksternal secara pasti persaingan global akan
semakin kuat berpengaruh pada pembangunan nasional pada masa yang akan datang.
Perekonomian nasional akan menjadi lebih terbuka yang secara langsung maupun
tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan daerah-daerah di
Indonesia. Sejak tahun 2003, AFTA telah diberlakukan secara bertahap di lingkup
negara-negara ASEAN, dan perdagangan bebas akan berlangsung sepenuhnya mulai
tahun 2008. Selanjutnya mulai tahun 2010 perdagangan bebas di seluruh wilayah
Asia Pasifik akan dilaksanakan. Dalam kaitan itu, tantangan bagi daerah-daerah
adalah menyiapkan diri menghadapi globalisasi perekonomian untuk mendapatkan
keuntungan secara maksimal sekaligus mengurangi kerugian dari persaingan global
melalui pengelolaan sumberdaya yang
efisien dan efektif. Oleh karena itu identifikasi kekuatan, kelemahan, ancaman,
dan peluang yang dimiliki oleh masing-masing daerah sangat penting dilakukan
berdasarkan potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan agar setiap daerah
dapat memanfaatkan keunggulan yang terdapat di masing-masing daerah; dan
keunggulan yang tersebar di beberapa wilayah tersebut dimanfaatkan untuk
membawa bangsa Indonesia secara keseluruhan menjadi bangsa yang maju, adil, dan
makmur.
16. Sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan
sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Peranan sumber daya alam dapat
dilihat dari sumbangannya terhadap PDB yang pada tahun 2002 mencapai 24,8
persen dan penyerapan tenaga kerja mencapai 48 persen. Namun, di lain pihak
keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan sehingga daya dukung
lingkungan menurun dan ketersediaan sumber daya alam menipis. Dalam 20 tahun mendatang diperkirakan Indonesia akan mengalami krisis air,
krisis pangan, dan krisis energi. Ketiga
ancaman krisis ini menjadi tantangan nasional jangka panjang yang harus
diantisipasi secara dini agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan
masyarakat dan bangsa.
17. Ancaman krisis air disebabkan oleh memburuknya kondisi hutan akibat deforestasi
yang meningkat pesat, yaitu dari 1,6 juta hektar pada periode 1985-1997 menjadi
2,1 juta hektar pada periode 1997–2001. Deforestasi ini disebabkan oleh
peralihan fungsi kawasan hutan menjadi pemukiman, perkebunan, perindustrian,
dan pertambangan; terjadinya kebakaran hutan; serta makin meningkatnya illegal
logging. Berkurangnya kawasan hutan selanjutnya menyebabkan
terganggunya kondisi tata air. Gejala ini terlihat dari berkurangnya
ketersediaan air tanah terutama di daerah perkotaan, turunnya debit air waduk
dan sungai pada musim kemarau yang mengancam pasokan air untuk pertanian dan
pengoperasian pembangkit listrik tenaga air (PLTA), membesarnya aliran
permukaan yang mengakibatkan meningkatnya ancaman bencana banjir pada musim
penghujan. Sementara itu, laju kebutuhan air terus bertambah diperkirakan
rata-rata sebesar 10 persen per tahun. Berkurangnya luas hutan juga berdampak
pada berkurangnya keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya, yang mempunyai
potensi untuk pengembangan jasa-jasa lingkungan dan diversifikasi pangan.
18. Ketersediaan pangan semakin terbatas yang disebabkan oleh semakin
meningkatnya konversi lahan sawah dan lahan pertanian produktif lainnya,
rendahnya peningkatan produktivitas hasil pertanian, buruknya kondisi jaringan
irigasi dan prasarana irigasi di lahan produksi. Peningkatan produksi pangan
hanya terjadi di pulau Jawa, dan dalam kurun waktu 1995-2002 rata-rata
produktivitas nasional hanya meningkat 80 kg per hektar. Dari luas lahan baku
sawah sekitar 8,4 juta hektar, pada kurun waktu 1992-2000 luas tersebut turun
sekitar 500 ribu hektar, yaitu dari 8,3 juta hektar menjadi 7,8 juta hektar. Kondisi
pasokan air bagi lahan beririgasi semakin terbatas karena menurunnya kemampuan
penyediaan air di waduk-waduk yang menjadi andalan pasokan air. Sementara itu,
daya saing produk pertanian dalam negeri masih rendah dibandingkan dengan
produk luar negeri sehingga pasar produk pertanian dalam negeri dibanjiri
dengan produk impor. Dilihat dari aspek konsumsi pangan, ketergantungan pada
konsumsi beras masih tinggi sehingga tekanan terhadap produksi padi semakin
tinggi pula. Ke depan perlu didorong diversifikasi konsumsi pangan dengan mutu
gizi yang semakin meningkat berbasiskan konsumsi pangan hewani, buah, dan
sayuran. Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga masih rentan yang disebabkan
sistem distribusi yang kurang efisien untuk menjamin ketersediaan pangan antar
waktu dan antar wilayah.
19. Kasus-kasus
pencemaran lingkungan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh laju
pertumbuhan penduduk yang terkonsentrasi di wilayah perkotaan, perubahan gaya
hidup yang konsumtif, serta rendahnya kesadaran masyarakat. Kemajuan
transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi
bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi
tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat maupun pupuk.
Masalah pencemaran ini disebabkan juga oleh rendahnya kesadaran masyarakat
untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik. Kondisi di
atas menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya ketidakseimbangan sistem
lingkungan secara keseluruhan dalam menyangga kehidupan manusia, dan
keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang. Selain itu, perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) akan mempengaruhi
kondisi lingkungan di Indonesia. Oleh karena itu adaptasi terhadap
perubahan iklim tersebut mutlak dilakukan, khususnya yang terkait dengan strategi
pembangunan sektor kesehatan, pertanian, permukiman, dan tata ruang. Di lain
pihak, isu perubahan iklim memberi peluang tersendiri bagi Indonesia, di mana
negara-negara industri maju dapat ‘menurunkan emisinya’ melalui kompensasi
berupa investasi proyek Clean Development
Mechanism (CDM) di negara berkembang seperti Indonesia.
20. Selain tantangan krisis di atas, hal lain yang menjadi tantangan ke depan
adalah berkaitan dengan pengembangan nilai tambah sumber daya alam dan
penggalian sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru agar memiliki daya saing
global dalam jangka panjang. Salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru yang
mempunyai peluang untuk dikembangkan adalah sumber daya kelautan. Berbeda
dengan sumber daya alam lain seperti pertanian, kehutanan, dan pertambangan
yang dibatasi oleh wilayah kedaulatan negara, bidang kelautan memungkinkan
negara untuk memiliki hak pengelolaan di wilayah zona tambahan, yaitu Zona
Ekonomi Eklusif Indonesia (ZEEI) yang jaraknya sampai 200 mil dari laut. Bidang
kelautan yang mencakup perhubungan laut, perikanan, pariwisata, pertambangan,
industri maritim, bangunan laut, dan jasa kelautan; harus dipersiapkan sebagai
tumpuan masa depan bangsa. Kontribusi bidang kelautan terhadap perekonomian
nasional cukup signifikan yaitu sebesar 23,1 persen pada tahun 2003, yang merupakan urutan kedua setelah
jasa-jasa. Bahkan laporan Bank Dunia tahun 2003 dalam Indonesia Beyond Macro
Economic Stability menggaris-bawahi bahwa daya saing industri saat ini
telah bergeser ke arah industri berbasis kelautan. Oleh karena itu dalam jangka
panjang diperlukan arahan kebijakan yang mendukung bidang kelautan ini, baik
dukungan keputusan politik maupun pemihakan yang nyata dari seluruh pemangku
kepentingan. Mengingat besarnya cakupan
bidang kelautan dan prospek yang sangat luas maka kebijakan yang diperlukan
tidak bersifat sektoral, namun multisektoral karena keterkaitan antar sektor
yang sangat tinggi.
21. Keanekaragaman hayati (biodiversity) Indonesia merupakan terbesar
kedua di dunia, dan khusus laut terbesar di dunia. Ini merupakan aset potensial
yang dapat menjadi bahan baku untuk pengembangan industri berbasis bioteknologi
dan cadangan pangan di masa yang akan datang. Agar kekayaan keanekaragaman
hayati ini dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh bangsa Indonesia, perlu upaya
khusus ke arah pematenan (Hak atas Kekayaan Intelektual/HAKI) sehingga
royaltinya dapat dinikmati baik oleh generasi sekarang maupun mendatang. Namun,
terus pula waspada mengingat keanekaragaman hayati Indonesia juga terus
mengalami kemerosotan karena cara-cara dan perilaku masyarakat dan budaya yang
keragamannya juga sangat tinggi di Indonesia.
22. Sumber daya manusia (SDM) merupakan subyek
dan sekaligus obyek pembangunan, mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak
kandungan hinggá akhir hidup. Pembangunan SDM dapat dilihat dari tiga dimensi,
yaitu kualitas, kuantitas, dan mobilitas penduduk. Kualitas SDM membaik yang
antara lain ditandai dengan meningkatnya status kesehatan dan taraf pendidikan masyarakat. Namun demikian, kualitas SDM Indonesia
dilihat dari Indeks Pembangunan Manuasia (IPM), masih rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara tetangga ASEAN. Rendahnya kualitas SDM Indonesia
menyebabkan rendahnya produktivitas dan daya saing dalam berkompetisi dan
merupakan tantangan besar yang harus dihadapi dalam 20 tahun mendatang.
23. Peningkatan status kesehatan dapat dilihat dari usia harapan hidup yang meningkat
dari 61,5 tahun (1990) menjadi 66,2 tahun (2002); angka kematian bayi menurun
dari 61,8 (1990) menjadi 35 per 1.000
kelahiran hidup (2002) dan angka kematian ibu menurun dari 390 (1994) menjadi
307 per 100.000 kelahiran hidup (2000). Angka kurang gizi
pada balita juga menurun dari 37,5 persen (1990) menjadi 24,6 persen (2000). Dalam 20 tahun mendatang, beberapa tantangan yang
dihadapi adalah masih tingginya angka kematian bayi, balita, dan ibu
melahirkan, serta tingginya proporsi balita kurang gizi. Kesenjangan status kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan antar
wilayah, gender, dan kelompok pendapatan masih terjadi. Ketersediaan,
keterjangkauan dan keamanan obat belum terjamin, sementara jumlah, penyebaran,
dan mutu tenaga kesehatan masih belum memadai. Dalam hal pembiayaan, sumber
pembiayaan kesehatan masih sangat terbatas dan alokasi pembiayaan kesehatan
belum optimal.
24. Sementara itu taraf pendidikan penduduk meningkat yang antara lain diukur
dengan meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas dari 81,5
persen pada tahun 1990 menjadi 89,9 persen pada tahun 2003. Dalam kurun waktu yang sama jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang
telah menamatkan pendidikan jenjang SMP/MTs ke atas meningkat dari 26,0 persen
menjadi 45,8 persen. Perbaikan tingkat pendidikan tersebut didorong oleh
meningkatnya angka partisipasi sekolah (APS) atau persentasi penduduk yang
bersekolah pada semua kelompok usia. Pada tahun 2003, APS penduduk usia 7-12
tahun mencapai 96,4 persen, APS penduduk usia 13-15 tahun sebesar 81,0 persen,
dan APS penduduk usia 16-18 tahun sebesar 51,0 persen. Kondisi tersebut belum
memadai untuk menghadapi persaingan global. Oleh karena itu, tantangan yang
dihadapi pembangunan pendidikan adalah meningkatkan proporsi penduduk yang
menyelesaikan pendidikan dasar ke jenjang-jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
dan menurunkan penduduk buta aksara. Kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup
tinggi antarkelompok masyarakat termasuk antara penduduk kaya dan penduduk
miskin, antara penduduk perkotaan dan perdesaan, antara penduduk di wilayah
maju dan tertinggal, dan antar jenis kelamin yang harus dapat diturunkan secara
signifikan. Tantangan lain yang dihadapi adalah meningkatkan kualitas dan
relevansi pendidikan sehingga dapat mendorong pembangunan nasional secara
menyeluruh termasuk dalam mengembangkan kebanggaan kebangsaan, akhlak mulia, kemampuan
untuk hidup dalam masyarakat yang multikultur serta daya saing yaitu memiliki
etos kerja tinggi, produktif, kreatif dan inovatif.
25. Kesadaran
melaksanakan ibadah keagamaan berkembang dengan baik. Demikian pula telah
tumbuh kesadaran yang kuat di kalangan pemuka agama untuk membangun harmoni
sosial dan hubungan intern dan antarumat beragama yang aman, damai, dan saling
menghargai. Meskipun demikian, peningkatan kesadaran tersebut tidak sepenuhnya
menjamin kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Perilaku
asusila, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, penyalahgunaan narkoba,
pornografi, pornoaksi, perjudian, tingginya angka perceraian dan
ketidakharmonisan keluarga menunjukkan kesenjangan antara ajaran agama dengan
pemahaman dan pengamalannya. Selanjutnya upaya membangun kerukunan intern dan
antarumat beragama juga belum berhasil dengan baik terutama di tingkat
masyarakat. Ajaran-ajaran agama mengenai etos kerja, penghargaan pada prestasi
dan dorongan mencapai kemajuan belum bisa diwujudkan sebagai inspirasi yang
mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun. Demikian pula pesan-pesan moral
agama belum sepenuhnya dapat duwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, akhlak
mulia belum terinternalisasi dalam setiap individu.
26. Kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai dengan tahun 2003 mengalami
peningkatan. Jumlah paten sebagai produk litbang yang terdaftar di United States Patent and Trademark Office
(USPTO) meningkat dari 18 (tahun 1985 – 1989) menjadi 199 (tahun 2003). Selain
itu berbagai prototipe hasil penelitian dan pengembangan dihasilkan dan dimanfaatkan
oleh pihak industri dan masyarakat. Publikasi ilmiah, meskipun masih sangat
rendah dibandingkan dengan negara lain, terus meningkat. Ini mengindikasikan
peningkatan kegiatan penelitian, transparansi ilmiah, dan aktivitas diseminasi
hasil penelitian dan pengembangan. Kemampuan iptek nasional dalam menghadapi
tantangan perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) masih rendah.
Hal tersebut ditunjukkan melalui Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam
laporan UNDP tahun 2001 dengan nilai 0,211 dan menempati urutan ke 60 dari 72
negara. Sementara itu, menurut WEF (World
Economic Forum) tahun 2004, indeks daya saing pertumbuhan (growth competitiveness index) Indonesia
hanya menduduki peringkat ke-72 dari 102 negara. Dalam indeks tersebut,
teknologi merupakan salah satu parameter selain ekonomi makro dan institusi
publik. Rendahnya kemampuan iptek nasional juga terlihat dari rendahnya
kontribusi iptek di sektor produksi, belum optimalnya mekanisme intermediasi
iptek, lemahnya sinergi kebijakan iptek dengan kebijakan sektor lain, belum
berkembangnya budaya iptek di kalangan masyarakat, belum optimalnya peran iptek
dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan, masih lemahnya peran iptek dalam
mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam, serta terbatasnya sumberdaya
iptek, baik sumberdaya manusia maupun pembiayaan iptek. Tantangan pembangunan
iptek dalam 20 tahun mendatang adalah meningkatkan kemampuan iptek nasional
dalam menghadapi perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan.
27. Kesejahteraan masyarakat dipengaruhi pula oleh
jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk menurun dari 1,97 persen per tahun
(1980-1990) menjadi 1,49 persen (1990-2000) terutama disebabkan oleh penurunan
tingkat kelahiran. Menurut Sensus Penduduk 2000, penduduk Indonesia berjumlah
206,3 juta jiwa, hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 1971 yang baru
berjumlah 119,2 juta jiwa. Sedangkan pola persebaran dan mobilitas penduduk
hampir tidak berubah. Persentase penduduk yang mendiami pulau Jawa mencapai 59
persen (SP 2000), hanya menurun sedikit dibandingkan tahun 1980 yaitu 62
persen. Sementara itu, persentase penduduk daerah perkotaan meningkat cukup
tinggi yaitu dari 22,3 persen (SP 1980) menjadi 42,0 persen (SP 2000).
28. Dalam 20 tahun mendatang, tantangan dalam pengendalian kuantitas dan laju pertumbuhan penduduk adalah
menciptakan penduduk tumbuh seimbang sehingga terjadinya bonus demografi yang
ditandai dengan penduduk usia produktif lebih besar dari penduduk usia
non-produktif. Kondisi tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal yang ditunjukkan
dengan tingginya tingkat tabungan masyarakat yang dapat diinvestasikan untuk
peningkatan kualitas SDM dan meningkatkan daya saing. Tantangan lainnya
berkaitan dengan persebaran dan mobilitas penduduk. Jumlah penduduk yang
semakin besar mengakibatkan kepadatan penduduk yang terus meningkat, yang
justru terjadi di daerah yang telah padat penduduknya, terutama di pulau Jawa
dan daerah perkotaan. Timpangnya persebaran dan kurang terarahnya mobilitas
penduduk terkait erat dengan ketidakseimbangan persebaran sumber daya dan hasil
pembangunan. Tantangan lainnya adalah belum tertatanya administrasi
kependudukan secara nasional, yang menyangkut data kuantitas, kualitas, dan
mobilitas penduduk.
29. Kualitas tenaga kerja Indonesia masih rendah
yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja. Sebesar 56,7
persen (tahun 2003) tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah. Angkatan kerja
lulusan perguruan tinggi atau diploma ke atas hanya 4,6 persen. Tingkat
pendidikan penduduk yang masih rendah, berpengaruh pula pada rendahnya daya
serap atau adaptabilitas masyarakat terhadap teknologi, dan berdampak pada
kurang berkembangnya teknologi sehingga kurang mendukung pertumbuhan ekonomi.
30. Pemberdayaan perempuan telah menunjukkan
peningkatan yang ditandai dengan program-program pembangunan yang makin
responsif gender serta peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak. Demikian
pula partisipasi pemuda dalam pembangunan makin membaik seiring dengan budaya
olahraga yang makin meluas di masyarakat. Kesejahteraan sosial masyarakat telah
meningkat dengan adanya pemberdayaan, pelayanan rehabilitasi, perlindungan
sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
31. Tantangan lain adalah berkaitan dengan peningkatan peran perempuan dalam
pembangunan dengan masih rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan di
berbagai bidang pembangunan, yang antara lain ditandai oleh rendahnya nilai
IPG; tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan; serta lemahnya kelembagaan
dan jaringan pengarusutamaan gender di tingkat nasional dan daerah. Tantangan
lainnya adalah masih rendahnya kesejahteraan dan perlindungan anak di berbagai
bidang pembangunan, kurang optimalnya partisipasi pemuda dalam pembangunan,
masih rendahnya budaya dan prestasi olahraga, serta masih banyaknya
permasalahan sosial akibat dari krisis, konflik sosial, bencana alam, dan
gejala disintegrasi sosial.
32. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar rakyat untuk perumahan, pemerintah
sejak pertengahan tahun 1970an membentuk Perum Perumnas untuk melaksanakan
pembangunan perumahan khususnya bagi rakyat berpendapatan menengah ke bawah.
Selain itu dari sisi pembiayaan perumahan, pemerintah mengembangkan fasilitas
Kredit Perumahan Rakyat yang dikelola oleh Bank Tabungan Negara yang dikenal
sebagai KPR-BTN. Pada tahun 2001, sekitar 40,7 juta keluarga atau sekitar 79,3
persen keluarga yang memiliki rumah dimana sebagian besar membangun sendiri
(76,5 persen); dan sisanya membeli dari perusahaan pengembang dan perorangan.
33. Sejak
tahun 2000, total kebutuhan rumah per tahun diperkirakan sekitar 1,2 juta unit
dengan jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah sebanyak 4,3 juta rumah
tangga. Sementara itu penyediaan air minum juga mengalami stagnasi. Pada tahun
2002, jumlah penduduk (perkotaan dan pedesaan) yang mendapatkan pelayanan air
minum perpipaan baru mencapai 18,3 persen, hanya sedikit meningkat dibandingkan
dengan 10 tahun sebelumnya (14,7 persen). Penanganan persampahan dan drainase juga
mengalami stagnasi dengan cakupan penanganan persampahan di kawasan perkotaan
selama 10 tahun (1992-2002) yang hanya mampu melayani sebanyak 18,2 juta jiwa,
sedangkan cakupan pelayanan drainase hanya mampu melayani 2,5 juta jiwa. Dengan
jumlah penduduk yang bertambah, kebutuhan perumahan dalam 20 tahun mendatang
diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit.
34. Kebudayaan
Indonesia yang bercirikan Bhinneka Tunggal Ika telah berkembang sepanjang
sejarah bangsa. Budaya bangsa Indonesia bersifat terbuka terhadap masuknya
nilai positif budaya lain untuk mewujudkan jatidiri dan meningkatkan harkat dan
martabat bangsa. Nilai budaya bangsa merupakan akar pandangan integralistik
bangsa dan prinsip kekeluargaan sehingga sangat strategis untuk memperkuat
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
35. Terjadinya
krisis identitas nasional ditandai dengan semakin memudarnya nilai-nilai
solidaritas sosial, kekeluargaan, keramahtamahan sosial, dan rasa cinta tanah
air yang pernah menjadi kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia.
Demikian pula kebanggaan atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa
Indonesia secara baik dan benar semakin menurun. Identitas nasional meluntur
oleh cepatnya penyerapan budaya global yang negatif serta kurang mampunya
bangsa Indonesia menyerap budaya global yang lebih sesuai bagi pembentukan
karakter bangsa.
36. Lemahnya
kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman yang ditandai dengan menguatnya
orientasi kelompok, etnik, dan agama, berpotensi menimbulkan konflik sosial dan
bahkan disintegrasi bangsa. Masalah ini semakin serius dengan semakin
terbatasnya ruang publik yang dapat digunakan dan dikelola bersama masyarakat
multikultur untuk penyaluran aspirasi. Dewasa ini muncul
kecenderungan pengalihan ruang publik ke ruang
privat karena desakan ekonomi.
37. Peralihan
kekuasaan negara dari pemerintah kolonial kepada Pemerintah Indonesia pada
tahun 1945 menuntut pelaksanaan tugas-tugas yang lebih berat untuk ditangani
dan dituntaskan termasuk membangun Sistem Hukum Nasional. Mengingat sistem
hukum berlandaskan nilai-nilai yang sudah hidup lama dalam masyarakat sehingga
diperlukan waktu yang lama untuk menyusun sistem hukum yang baru, maka
ditetapkan Aturan Peralihan dalam UUD 1945 untuk menghindari terjadinya
kekosongan hukum. Ini berarti sistem hukum yang telah berlaku sebelum
diproklamirkannya kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap
berlaku selama belum ada pengganti aturan hukum yang telah ada. Salah satu
tugas yang belum dituntaskan adalah mewujudkan Sistem Hukum Nasional Indonesia,
sistem hukum yang mencerminkan cita-cita, jiwa, semangat serta nilai-nilai
sosial yang hidup di Indonesia.
38. Sistem
Hukum Nasional Indonesia meliputi substansi hukum, baik tertulis (peraturan
perundang-undangan) maupun tidak tertulis, serta kebiasaan ketatanegaraan;
struktur hukum yang mencakup kelembagaan hukum, serta budaya hukum yang
mencerminkan cara pandang masyarakat terhadap hukum nasional.
39. Upaya
perwujudan Sistem Hukum Nasional terus dilaksanakan melalui berbagai
penyempurnaan baik substansi hukum, struktur hukum, maupun budaya hukum. Upaya
ini dilakukan agar Sistem Hukum Nasional senantiasa tanggap terhadap perubahan
sosial dan global yang terjadi. Pembangunan substansi hukum dilakukan melalui
pemberlakuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Melalui pelaksanaan undang-undang ini, peraturan
perundang-undangan dapat dapat diwujudkan dengan cara dan metode yang pasti,
baku, dan dengan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat
peraturan perundang-undangan serta meningkatkan koordinasi dan kelancaran
proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
40. Pembaruan
peraturan perundang-undangan terus-menerus dilakukan melalui penggantian dan
penyempurnaan peraturan perundang-undangan kolonial maupun berbagai peraturan
perundang-undangan nasional yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan
kebutuhan Bangsa Indonesia. Penyempurnaan struktur hukum dilakukan melalui
pemberdayaan berbagai kelembagaan hukum, sedangkan peningkatan budaya hukum
dilakukan melalui berbagai pendidikan, sosialisasi maupun pemberian
keteladanan.
41. Penyempurnaan
struktur hukum terus dilanjutkan dan terakhir Amandemen Keempat UUD 1945
membawa perubahan yang cukup mendasar terhadap perubahan tugas, fungsi dan
keberadaan lembaga-lembaga tinggi negara yang ada. Amandemen UUD 1945
memerintahkan dibentuknya dua lembaga tinggi hukum yang baru, yaitu Mahkamah
Konstitusi dan Komisi Judisial. Dengan pembentukan kedua lembaga tinggi
tersebut, pembentukan sistem hukum nasional dapat dilakukan dengan lebih
berhasilguna, dan penyelenggaraan fungsi negara di bidang hukum dapat dilakukan
secara lebih efisien.
42. Peningkatan
kemandirian peradilan telah dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menggantikan Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1970. Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 ini membawa
implikasi besar bagi terselenggaranya check
and balances dalam penyelenggaraan negara karena kewenangan administratif,
organisasi, dan keuangan lembaga peradilan menjadi kewenangan Mahkamah Agung.
Walaupun secara formal pelimpahan kewenangan telah dilakukan, proses
pemenuhannya sedang berlangsung.
43. Meningkatnya
kesadaran hukum masyarakat dan semakin lajunya perubahan politik, ekonomi,
sosial dan budaya semakin menguatkan tuntutan untuk segera mewujudkan Sistem
Hukum Nasional Indonesia yang bukan hanya merupakan perangkat norma yang
mewadahi nilai-nilai sosial dan aturan berperilaku, tetapi juga merupakan suatu
alat untuk menggerakkan dan mengarahkan dinamika sosial untuk mewujudkan tujuan
negara.
44. Manajemen
pemerintahan saat itu lebih menitikberatkan pada penyediaan pelayanan dasar
kepada rakyat yang kondisinya sangat memprihatinkan dalam situasi politik yang
belum stabil. Oleh karena itu jenis pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
masih sangat terbatas. Hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik, sebagai
mandat UUD 1945, belum dapat diberikan secara penuh karena Negara tidak
memiliki cukup sumber daya yang memadai. Dalam perjalanannya kemudian, hak-hak
ini juga belum sepenuhnya dapat dipenuhi dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara.
45. Saat ini, birokrasi belum banyak mengalami perubahan mendasar. Banyak
permasalahan yang dihadapi pada masa-masa sebelumnya, belum terselesaikan.
Pemberian pelayanan publik yang bermutu dan penyelenggaraan negara yang bersih
dari unsur-unsur penyalahgunaan kekuasaan adalah sedikit dari sasaran
pembangunan yang belum dapat dicapai. Permasalahan ini makin meningkat
kompleksitasnya dengan terjadinya perubahan besar terutama yang disebabkan
oleh: desentralisasi, demokratisasi, globalisasi dan revolusi teknologi
informasi.
46. Dengan
dicanangkannya desentralisasi pada tahun 1999, Indonesia telah meletakkan
landasan bagi proses kemandirian masyarakatnya sekaligus menghadapi tantangan
untuk mendapatkan hasil seperti diamanatkan pada Pembukaan UUD 1945.
Desentralisasi membawa tuntutan akan penyerahan tanggung jawab, kewenangan dan
pengambilan keputusan. Proses desentralisasi masih memerlukan banyak perbaikan
untuk meredam dampak negatifnya akibat
kurangnya pemahaman akan desentralisasi itu sendiri.
47. Demokratisasi
sebagai akibat dari pelaksanaan reformasi dan desentralisasi juga mengalami
perubahan yang signifikan. Proses demokratisasi yang dijalankan telah membuat
rakyat Indonesia semakin sadar akan hak dan tanggung jawabnya. Namun demikian,
sebagai akibat dari tidak dipenuhinya hak dan tanggung-jawab masyarakat pada
masa yang lampau, masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan proses
demokratisasi, utamanya adalah rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat menjadi tema dalam penyelenggaraan pemerintahan pada
saat ini. Tiadanya partisipasi masyarakat akan membuat aparatur negara tidak
mampu menghasilkan kebijakan yang tepat dalam program-program pembangunan.
Ketidaksiapan aparatur negara dalam mengantisipasi proses demokratisasi ini
perlu dicermati agar mampu menghasilkan kebijakan dan pelayanan yang dapat
mememenuhi aspek-aspek transparansi, akuntabilitas dan kualitas yang prima dari
kinerja organisasi publik.
48. Derasnya
arus globalisasi membawa efek positif sekaligus negatif. Globalisasi membawa
perubahan paradigma yang mendasar pada sistem dan mekanisme pemerintahan. Dalam
kaitan dengan globalisasi telah terjadi revolusi teknologi dan informasi yang
akan mempengaruhi terjadinya perubahan dalam bidang aparatur negara.
Pemanfaatan TI dalam bentuk e-government,
e-procurement, e-business dan cyber
law untuk menghasilkan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih
murah, perlu untuk segera dibangun dan dilaksanakan.
49. Dinamika
pembentukan, perubahan, dan berjalannya sistem politik Indonesia sepanjang
sejarah, sejak proklamasi kemerdekaan hingga masa Orde Baru tidak cukup
memberikan fondasi bagi berkembangnya demokrasi dalam kehidupan sosial politik
masyarakat. Bahkan terdapat kecenderungan, konsolidasi otoriterianisme yang
hampir selalu terjadi seperti yang dialami Indonesia pada masa demokrasi
terpimpin dan pada era demokrasi Pancasila. Dalam kurun periode waktu tersebut
kehidupan sosial politik didominasi oleh kekuasaan eksekutif yang bersifat
sentralistik yang didukung oleh kekuatan militer, birokrasi tidak netral dan
menjadi pendukung utama kekuasaan penguasa, sistem kepartaian yang didominasi
oleh partai tertentu, tidak terjaminnya hak politik rakyat, budaya
paternalistik sempit, penyelenggaraan Pemilu belum dilaksanakan dengan jujur
dan bersih, serta kurangnya kebebasan pers dan media massa. Pada masa Orde
Baru, sistem politik yang kurang mentolerir perbedaan politik dengan pemerintah
telah mewariskan permasalahan ketidakpuasan yang berkembang menjadi bibit-bibit
disintegrasi. Dengan berbagai perkembangan yang berlangsung selama beberapa
tahun terakhir hingga selesainya berbagai proses pemilu tahun 2004 lalu,
konstelasi politik di dalam negeri dewasa ini menyediakan peluang untuk
mengakhiri masa transisi ke arah konsolidasi demokrasi.
50. Dalam
kurun waktu lima tahun terakhir terdapat perubahan-perubahan politik yang cukup
mendasar dalam proses demokratisasi di Indonesia. Pertama, proses amandemen (I, II, II, dan IV) UUD 1945 yang secara
mendasar telah mengubah dasar-dasar konsensus dalam penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kedua,
terciptanya format politik baru dengan disahkannya perundangan-undangan baru
bidang politik, pemilu, dan susunan kedudukan MPR, dan DPR yang menjadi dasar
pelaksanaan Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002
Tentang Parpol, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, dan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Ketiga, terciptanya format hubungan
pusat-daerah yang baru berdasarkan perundangan-undangan otonomi daerah yang
baru Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Keempat, disepakatinya pelaksanaan
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung di dalam Konstitusi dan
dituangkan dalam bentuk perundang-undangan yang menjadi dasar pemilihan umum
presiden dan wakil presiden pada tahun 2004, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Kelima, kesepakatan
mengenai diakhirinya pengangkatan TNI/Polri dan Utusan Golongan di dalam
komposisi parlemen hasil Pemilu 2004. Keenam,
kesepakatan nasional mengenai netralitas PNS, TNI dan Polri terhadap politik. Netralitas
PNS telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Ketujuh, konsensus perlunya payung
kelembagaan yang independen khusus dalam pemberantasan korupsi dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi/KPK. Kedelapan,
terwujudnya Mahkamah Konstitusi sebagai pengadilan yang memiliki wewenang
menguji keabsahan peraturan perundangan terhadap konstitusi sesuai UUD 1945, Pasal
24C, Ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
51. Dalam
hubungan luar negeri, tantangan pokok adalah menyiapkan diri dalam
mengantisipasi perubahan situasi politik dan ekonomi global sehingga kurang
memiliki posisi tawar dalam percaturan politik dan ekonomi regional maupun
hubungan internasional secara luas. Dalam konteks komunikasi dan informasi,
Indonesia meningkatkan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi secara memadai bagi kepentingan nasional untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat. Proses
demokratisasi yang sedang berjalan diharapkan mampu menjadi titik balik baik
dalam membangun hubungan internasional yang lebih produktif maupun peranan
komunikasi dan informasi yang lebih berarti bagi kepentingan nasional.
52. Dalam
pembangunan politik dalam negeri, tantangan yang dihadapi adalah mempertahankan
momentum pelembagaan demokratisasi; menyepakati pentingnya konstitusi yang
lebih demokratis; menyepakati kembali makna penting persatuan nasional;
menyelesaikan masalah-masalah politik sensitif yang tersisa; menyempurnakan
reformasi birokrasi sipil dan TNI-Polri; menyelesaikan rekonsiliasi nasional;
menjadikan pendidikan politik sebagai alat transformasi sosial menuju
demokrasi; serta melembagakan kebebasan pers/media massa.
53. Dalam
konstelasi geopolitik dan geostrategi internasional, hubungan luar negeri
dihadapkan pada tantangan untuk memanfaatkan potensi strategis
Indonesia secara maksimal dalam konstelasi politik global dengan mengedepankan geographic credentials bagi kepentingan
nasional; menggunakan politik luar negeri untuk mempercepat pemulihan krisis
nasional; menempatkan Indonesia secara tepat atas isu-isu global; memulihkan
Strategic Centrality Indonesia;
revitalisasi konsep identitas nasional dalam politik luar negeri; mencari
posisi yang tepat dalam rivalitas antar kekuatan-kekuatan adidaya dunia;
mendorong kearah terciptanya tatanan ekonomi dunia yang lebih adil; menyusun
strategi yang tepat dalam menghadapi potensi konflik teritorial dengan negara
tetangga; memperkuat makna penting multilateralisme secara global; meningkatkan
dukungan dari berbagai pelaku bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri,
pelaksanaan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia. Dalam mengatasi
berbagai tantangan hubungan luar negeri, terutama yang menyangkut geopolitik,
pelaksanaan politik luar negeri selalu mendasarkan diri pada konstelasi politik
dalam negeri.
54. Pertahanan dan keamanan negara berperan penting bagi
pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan penyelenggaraan
pembangunan dalam rangka pencapaian cita-cita negara seperti yang tercantum
dalam pembukaan UUD 1945. Dalam perjalanan sejarah bangsa dan dinamika politik
sebelum dan sesudah kemerdekaan, pertahanan rakyat semesta telah menjadi sistem
yang mampu mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada
awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Badan Keamanan Rakyat
memiliki hubungan yang sangat dekat dengan rakyat dan mendapat dukungan
sepenuhnya dari rakyat. Pada masa itu, rakyat dan BKR berjuang bahu membahu
mempertahankan kemerdekaan RI.
55. Pada masa bangsa Indonesia mengisi
kemerdekaan dengan penyelenggaraan pembangunan, sistem politik telah menjadikan
Dwi Fungsi ABRI sebagai bagian dari sistem pertahanan rakyat semesta.
Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI menyebabkan TNI dan Polri tidak saja melaksanakan
fungsi pertahanan dan keamanan, tetapi juga melaksanakan fungsi sosial dan
politik. Pada awalnya Dwi Fungsi ini mampu menciptakan stabilitas nasional yang
merupakan prasyarat pembangunan. Dalam perkembangannya pelaksanaan Dwi Fungsi
ABRI tersebut berdampak tidak menguntungkan bagi sistem pertahanan rakyat
semesta terutama bagi profesionalisme TNI dan Polri serta bersifat kontraproduktif
bagi dinamika masyarakat.
56. Pelaksanaan fungsi sosial dan politik di masa lalu merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan perencanan
pertahanan yang berbasis strategi (strategy based), teknologi (technology
based) dan pembiayaan (financial based) pertahanan menjadi tidak
fokus. Sebagai akibatnya kemampuan pertahanan
khususnya TNI saat ini dihadapkan pada kekurangan alutsista dan kurangnya
profesionalisme prajurit di bawah standar kekuatan pertahananan minimal (minimum essential force). Upaya keamanan khususnya Polri, lembaga intelijen, dan kontra intelijen
juga menghadapi permasalahan kekurangan prasarana dan sarana, serta
profesionalisme sumber daya manusia. Permasalahan profesionalisme prajurit TNI
dan sumber daya manusia dalam upaya keamanan tersebut dipengaruhi juga oleh
tingkat kesejahteraan yang belum memadai.
57. Berbagai permasalahan dalam kemampuan pertahanan dan keamanan tersebut,
ditambah dengan masih rendahnya kesadaran, kepatuhan dan disiplin masyarakat
terhadap hukum, faktor politik, permasalahan kesejahteraan masyarakat, dan
faktor eksternal seperti perkembangan organisasi kejahatan transnasional, serta
permasalahan koordinasi dan kerjasama antara TNI, POLRI, lembaga intelijen dan
kontra intelijen berakibat pada rawannya kondisi keamanan saat ini yang
ditunjukan dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai gangguan keamanan nasional.
58. Seiring
dengan dinamika masyarakat dan tuntutan akan profesionalisme TNI dan Polri, TNI
dan Polri kembali ke fungsi dasarnya yaitu pertahanan dan keamanan dan selanjutnya
negara dan masyarakat harus melaksanakan fungsi sosial dan politik secara lebih
bertanggung jawab. Reformasi pada tahun 90’an menghendaki perubahan secara
menyeluruh di segala bidang termasuk penyelenggaraan negara. Penyempurnaan
terhadap penyelenggaraan negara khususnya peran dan fungsi TNI dan Polri
dikukuhkan melalui Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang
Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan
Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya
ketetapan MPR tersebut diperkuat lagi dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Penyempurnaan kelembagaan pertahanan
dan keamanan tersebut merupakan bagian awal dari upaya keseluruhan untuk
mewujudkan sistem pertahanan semesta dan kondisi aman, tertib dan damai.
59.
Dalam kurun waktu 20 tahun mendatang pertahanan
dan keamanan nasional akan dihadapkan pada tantangan sebagai berikut:
o Perubahan geopolitik internasional. Awal dekade ini ditandai dengan memudarnya prinsip multilateralisme
seiring dengan sangat dominannya kekuatan negara adikuasa di dalam tata politik
internasional. Menguatnya pendekatan unitelarisme tersebut berdampak pada
berkembangnya doktrin pertahanan pre-emptive
strike akan merubah tataran politik internasional dan menembus batas-batas
yuridiksi sebuah negara di luar kewajaran hukum internasional yang berlaku saat
ini.
o Kesesuaian Postur dan Struktur Pertahanan. Postur dan struktur pertahanan Indonesia saat ini belum cukup optimal
dalam melindungi seluruh wilayah Indonesia, mau pun dalam melakukan operasi
non-militer saat damai seperti ditunjukkan oleh kejadian konflik dan bencana
alam, terlebih lagi untuk menjawab tantangan perubahan regional dan
internasional. Postur dan struktur pertahanan Indonesia perlu disempurnakan
dengan mengambil parameter utama yaitu kondisi geografis, peta politik regional
dan global, perkembangan masalah aktual, kemajuan teknologi, serta dinamika
masyarakat.
o Peningkatan Profesionalisme SDM TNI. TNI sebagai komponen utama pertahanan negara sangat bertumpu kepada kemampuan
SDM dalam menjalankan tugasnya. Dominannya tuntutan peran sosial politik di
masa silam menyebabkan kurang diperhatikannya profesionalisme SDM pada
pekerjaan utamnya yaitu sebagai komponen pertahanan. Pengembalian konsentrasi
SDM TNI pada tugas pokoknya sebagai komponen pertahanan di satu sisi memerlukan
peningkatan kesejahteraan sebagai faktor utama pengendali.
o Pengembangan Alutsista. Masalah terbesar yang masih dihadapi TNI sebagai kekuatan utama kemampuan
pertahanan adalah jumlah peralatan pertahanan terutama alat utama sistem
persenjataan (alutsista) yang tidak mencukupi dengan kondisi mayoritas
peralatan yang usang secara umur dan teknologi, telah habisnya sebagian besar
usia pakai efektif, dan begitu banyaknya keanekaragaman jenis peralatan yang
menyebabkan sulitnya interoperabilitas serta pemeliharaan. Selain itu, upaya
memodernisasi alutsista TNI secara bertahap terhambat oleh embargo yang
dilakukan oleh beberapa negara.
o Penguatan Komponen Cadangan dan Pendukung Pertahanan. Belum mumpuninya komponen cadangan dan
pendukung pertahanan negara menyebabkan kelemahan sistemik dari keseluruhan
kemampuan pertahanan negara. Secara minimal, diperlukan penyiapan komponen
cadangan keterlibatan masyarakat dalam bela negara dan komponen pendukung
pertahanan seperti: partisipasi sipil dalam kebijakan pertahanan dan industri
pertahanan nasional yang kuat.
o
Penyelesaian Masalah Aktual Keamanan Nasional. Tantangan pertahanan dan
keamanan yang harus diatasi, selain ancaman perang modern dan terbatas dengan
menggunakan alutsista yang canggih, juga meliputi low intensity conflict
yaitu gerakan separatisme, terorisme dan gangguan keamanan dalam negeri
lainnya; kejahatan transnasional; dan kejahatan terhadap kekayaan negara
terutama di wilayah yuridiksi laut Indonesia dan wilayah perbatasan.
Permasalahan aktual tersebut segera harus ditangani untuk mencegah eskalasi
masalah menjadi ancaman laten yang melemahkan NKRI secara keseluruhan.
o
Peningkatan
Profesionalisme Lembaga Kepolisian. Salah satu sebab utama
belum optimalnya penanganan kriminalitas, penegakan hukum, pengelolaan
ketertiban masyarakat, serta kelambatan antisipasi penanganan kejahatan
transnasional adalah lemahnya profesionalisme lembaga kepolisian. Permasalahan
tersebut menuntut keberadaan sebuah lembaga kepolisian yang efektif, efisien,
dan akuntabel. Lembaga kepolisian harus memiliki
profesionalisme dalam mengintegrasikan aspek struktural; aspek instrumental dan aspek kultural
o
Keefektifan Lembaga Intelijen dan Kontra Intelijen. Permasalahan pertahanan dan keamanan membutuhkan informasi terdepan dan
terpecaya sebagai bahan penngambilan kebijakan. Berkembangnya masalah-masalah
aktual pertahanan dan keamanan pada periode 5 tahun terakhir disebabkan salah
satunya oleh belum efektifnya sistem informasi dan peringatan dini yang
diberikan oleh lembaga intelijen sedangkan rawannya kepentingan nasional dari
penyusupan kepentingan yang tidak bertanggung jawab menunjukan peran kontra
intelijen yang belum efektif.
o Peningkatan Kerja Sama dan Koordinasi Keamanan
Nasional. Demikian kompleks dan
luasnya dimensi permasalahan keamanan nasional memerlukan keterpaduan
kebijakan, perencanaan, program, aksi, akses informasi, dan pengambilan
keputusan bersama antara institusi penanggung jawab bidang pertahanan dan
keamanan.
C. Potensi Pembangunan dan Faktor Strategis
Dalam melaksanakan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang, keseluruhan potensi pembangunan akan dimanfaatkan
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Potensi pembangunan ini harus dikelola
dan diberdayakan secara tepat, sehingga benar-benar dapat dipergunakan untuk
mengatasi hambatan yang ada saat ini. Di sisi lain juga diperlukan guna
menggugah kemampuan dalam mengatasi setiap tantangan yang ada menuju
terciptanya masyarakat Indonesia yang maju mandiri dalam upaya pencapaian
tujuan Nasional Pemerintahan sebagaimana diamanatkan pada Pembukaan UUD 1945. Potensi pembangunan tersebut meliputi:
1.
Kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga wilayah
nasional merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, dan tanah air bagi seluruh
bangsa Indonesia.
2.
Wilayah Indonesia
yang bercirikan kepulauan dan kelautan serta berada di antara dua benua dan dua
samudera.
3.
Kekayaan alam yang
terkandung di darat, laut, dan udara yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran
rakyat.
4.
Budaya bangsa
Indonesia yang bercirikan Bhinneka Tunggal Ika dan terbuka terhadap nilai-nilai
tradisional dan modern yang positif.
5.
Penduduk Indonesia
yang besar jumlahnya dan menempati urutan keempat terbesar di dunia merupakan
sumber daya manusia yang potensial bagi pembangunan. Dalam tahun 2010 – 2020 jumlah penduduk usia produktif diperkirakan akan
meningkat.
6.
TNI dan Polri sebagai
kekuatan utama yang tumbuh dari rakyat, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung,
merupakan kekuatan pertahanan dan keamanan negara yang dilaksanakan melalui
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta dalam menegakkan kedaulatan
bangsa dan negara.
7.
Perubahan geo-politik
dan geo-strategis yang antara lain berasal dari meningkatnya peranan Asia dalam
perekonomian dunia.
D. Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun 2005 –
2025
Rencana
pembangunan jangka panjang disusun untuk mencapai tujuan pembangunan
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan mengacu
pada arah pembangunan sebagai berikut.
1.
Pembangunan ekonomi diarahkan kepada
pemantapan sistem ekonomi nasional untuk mendorong kemajuan bangsa dengan
ciri-ciri sebagai berikut.
o Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
o Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
o Bumi
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
o Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas asas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
o APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
2.
Pelaksanaan pembangunan secara
keseluruhan memperhatikan hak warga negara serta kewajibannya untuk berperan
dalam pembangunan.
3.
Dalam rangka meningkatkan
penyelenggaraan pembangunan, pelaksanaan pemerintahan daerah didasarkan pada
otonomi yang luas. Pelaksanaan otonomi di daerah diupayakan untuk mendorong
peran serta masyarakat dalam pembangunan dalam rangka memperkokoh persatuan dan
kesatuan.
Berdasarkan
tantangan yang dihadapi dalam 20 tahun mendatang serta dengan memperhitungkan
modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan faktor-faktor strategis
yang muncul, amanat pembangunan sebagai yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945, maka Visi Pembangunan Nasional Tahun 2005 – 2025 adalah:
Indonesia Yang Maju dan Mandiri, Adil dan Demokratis,
serta Aman dan Bersatu
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Visi
Pembangunan Nasional Tahun 2005 – 2025 ini mengarah pada pencapaian tujuan
pembangunan sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Dalam
mewujudkan Visi Pembangunan Nasional tersebut ditempuh Misi Pembangunan
Nasional sebagai berikut.
1.
Misi Mewujudkan
Indonesia Yang Maju dan Mandiri adalah mendorong pembangunan yang menjamin
pemerataan yang seluas-luasnya didukung oleh sumber daya manusia yang
berkualitas, infrastruktur yang maju, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan berwawasan lingkungan; serta didukung oleh pelaksanaan politik luar negeri
yang bebas dan aktif.
2.
Misi Mewujudkan
Indonesia Yang Adil dan Demokratis adalah mendorong pembangunan yang menjamin
penegakan hukum yang adil, konsekuen, tidak diskriminatif, mengabdi pada
kepentingan masyarakat luas, serta meneruskan konsolidasi
demokrasi bertahap pada berbagai aspek kehidupan politik agar demokrasi
konstitusional dapat diterima sebagai konsensus dan pedoman politik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.
Misi Mewujudkan
Indonesia Yang Aman dan Bersatu adalah mendorong pembangunan yang mampu
mewujudkan rasa aman dan damai, mampu menampung aspirasi masyarakat yang
dinamis, menegakkan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, serta melindungi segenap bangsa dari setiap ancaman.
E. Arah Pembangunan Jangka Panjang
Indonesia yang Maju dan Mandiri menuntut kemampuan ekonomi untuk tumbuh yang cukup tinggi, berkelanjutan,
mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat secara luas, serta
berdaya saing tinggi didukung oleh penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi di dalam mengembangkan sumber-sumber daya pembangunan.
Pembangunan ekonomi dalam 20
tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai
berikut.
o Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh dimana pertanian (dalam arti
luas) dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang menghasilkan
produk-produk secara efisien dan modern, industri manufaktur yang berdaya saing
global menjadi motor penggerak perekonomian, dan jasa menjadi perekat ketahanan
ekonomi.
o Pendapatan
perkapita pada tahun 2025 mencapai sekitar US$ 6000 dengan tingkat pemerataan
yang relatif baik dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen.
o Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas
gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat
rumah tangga.
1.
Perekonomian
dikembangkan berlandaskan prinsip demokrasi ekonomi dan persaingan sehat
dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan serta kepentingan nasional sehingga
terjamin kesempatan berusaha dan bekerja bagi seluruh masyarakat. Pengelolaan
kebijakan perekonomian perlu memperhatikan secara cermat dinamika globalisasi,
komitmen nasional di berbagai fora perjanjian ekonomi internasional, dan
kepentingan strategis nasional di dalam menjaga kemandirian dan kedaulatan
ekonomi bangsa.
2.
Perekonomian dikembangkan
berorientasi dan berdaya saing global melalui transformasi bertahap dari
perekonomian berbasis keunggulan komparatif sumberdaya alam melimpah menjadi
perekonomian yang berkeunggulan kompetitif dengan prinsip-prinsip dasar:
mengelola secara berkelanjutan peningkatan produktivitas nasional melalui
penguasaan, penyebaran, penerapan, dan penciptaan (inovasi) ilmu pengetahuan
dan teknologi; mengelola secara berkelanjutan kelembagaan ekonomi yang
melaksanakan praktik terbaik dan kepemerintahan yang baik, dan mengelola secara
berkelanjutan sumberdaya alam sesuai kompetensi dan keunggulan daerah.
3.
Struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor industri sebagai motor penggerak yang
didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas dan pertambangan yang menghasilkan
produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa
pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang
baik, agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh.
4.
Peningkatan efisiensi,
modernisasi, dan nilai tambah kegiatan primer terutama sektor pertanian dalam
arti luas dan pertambangan didorong agar mampu bersaing di pasar lokal dan
internasional serta untuk memperkuat basis produksi secara nasional. Kepentingan ini merupakan faktor strategis karena berkenaan dengan
pembangunan perdesaan, pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan, dan
ketahanan pangan. Penyelenggaraannya yang terencana secara cermat akan menjamin
terwujudnya transformasi seluruh elemen perekonomian nasional ke arah lebih
maju dan lebih kokoh di era globalisasi.
5.
Daya-saing global
perekonomian ditingkatkan dengan mengembangkan pola jaringan rumpun industri
(industrial cluster) sebagai fondasinya, berdasarkan 3 (tiga) prinsip
dasar:
o Pengembangan rantai nilai tambah dan inovasi yang utamanya adalah pilihan
terhadap arah pola pengembangan yang ditetapkan pada suatu periode tertentu;
o Penguatan (perluasan dan pendalaman) struktur rumpun industri dengan
membangun keterkaitan antarindustri dan antara industri dengan setiap aktivitas
ekonomi terkait (sektor primer dan tersier, UKM maupun perusahaan penanaman
modal asing);
o Pembangunan fondasi ekonomi mikro (lokal) agar terwujud lingkungan usaha
yang kondusif melalui penyediaan berbagai infrastruktur peningkatan kapasitas
kolektif (teknologi, mutu, peningkatan kemampuan tenaga kerja dan infrastruktur
fisik) serta penguatan kelembagaan ekonomi yang dapat menjamin bahwa
peningkatan interaksi, produktivitas, dan inovasi yang terjadi, melalui
persaingan sehat, dapat secara nyata meningkatkan daya saing perekonomian
secara berkelanjutan.
6.
Dengan keunggulan
komparatif sebagai negara berpenduduk besar dengan wawasan, kemampuan, dan daya
kreasi yang tinggi, serta memiliki bentang alam yang luas dan kekayaan sumber
daya alam, basis keunggulan kompetitif industri dalam 20 tahun mendatang
dikembangkan berdasarkan 3 (tiga) prinsip utama, yaitu:
o Pengembangan industri yang mengolah secara efisien dan rasional sumber daya
alam, dengan memperhatikan daya dukungnya;
o Pengembangan industri yang memperkuat kemampuan dan pembangunan jaringan
interaksi, komunikasi, dan informasi baik untuk kepentingan domestik maupun
dalam kaitannya dengan dinamika globalisasi; dan
o Pengembangan industri yang memperkuat integrasi dan struktur keterkaitan
antar-industri ke depan.
Dengan prinsip tersebut, fokus pengembangan industri dalam 20 tahun
mendatang diarahkan pada 4 (empat) pilar utama,
o Industri yang berbasis pertanian dan kelautan;
o Industri transportasi;
o Industri teknologi informasi dan peralatan telekomunikasi (telematika), dan
o Basis industri manufaktur yang potensial dan strategis untuk perkuatan daya
saing industri ke depan.
7.
Peningkatan efisiensi,
modernisasi, dan nilai tambah sektor pertanian dalam arti luas dikelola dengan
pengembangan agribisnis yang dinamis dan efisien, yang melibatkan partisipasi
aktif petani dan nelayan. Tujuan ini perlu diselenggarakan melalui revitalisasi
kelembagaan pada tingkat operasional, optimalisasi sumberdaya, dan pengembangan
SDM pelaku usaha agar mampu meningkatkan produktivitas serta merespon permintaan
pasar dan peluang usaha. Selain bermanfaat bagi peningkatan pendapatan
masyarakat pedesaan pada umumnya, upaya ini bermanfaat di dalam menciptakan
diversifikasi perekonomian perdesaan yang pada gilirannya meningkatkan
sumbangannya di dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Perhatian perlu
diberikan kepada peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, pengembangan
masyarakat, upaya pengentasan kemiskinan secara terarah serta perlindungan
terhadap sistem perdagangan dan persaingan yang tidak adil.
8.
Sistem ketahanan pangan dibangun sampai pada kemampuan untuk menjaga kemandirian pangan nasional
dengan mengembangkan kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan
kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga yang cukup, baik dalam jumlah maupun
mutu dan gizinya, aman, merata, dan terjangkau, yang didukung oleh
sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.
5 komentar:
Salam jumpa persahabatan, aku jadi bingung, ini karya ilmiah apa GBHN ya ..... ?
jujur ngga dibaa sepenuhnya, tapi mbaca visi dan misi sangat bagus tapi seperti biasa pelaksanaannya pasti ngaco.
hepi ng'blog dan salam jumpa dengan anak desa
Artikeln yg nih OK bgt gan...bisa di copas ga? thx
mantaps gan...trus gue harus Gue bilang WaW gitu...
Theme blognya bagus juga...trus gue harus bilang WAW GITU!!
Posting Komentar