BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia hidup, tumbuh dan berkembang baik fisik maupun
psikisnya secara alamiah melalui proses setahap demi tahap sesuai dengan hukum
alam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. yang disebut dengan sunnatulllah. Jadi, tidak seorangpun di
dunia ini yang lahir dalam keadaan dewasa. Akan tetapi, harus melalui
tahapan-tahapan yang telah ditentukan oleh Allah SWT yaitu bayi, anak-anak,
dewasa, tua, dan kemudian meninggal.
Pendidikan Islam dalam rangka membentuk manusia yang
mempunyai kepribadian muslim yakni manusia yang seluruh aspek kepribadiannya
baik tingkah laku, kegiatan-kegiatan jiwa maupun falsafah hidup dan
kepercayaannya sesuai dengan nilai-nilai Islam.[1]
Dalam hal ini harus melalui proses
setahap demi tahap yang dilakukan secara berkesinambungan. Maksudnya adalah
pendidikan Islam yang diajarkan harus sesuai dengan perkembangan fisik maupun
psikis (kejiwaan) peserta didik. Sedangkan yang dimaksud secara
berkesinambungan (terus menerus) adalah pendidikan Islam tidak hanya diberikan
pada tahapan tertentu saja dan setelah itu selesai, tetapi pendidikan Islam
harus diberikan sejak dini yaitu pendidikan seumur hidup.
Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, baik
fisik maupun psikisnya. Walaupun demikian, pada dasarnya manusia telah membawa
fitrah beragama. Sebagaimana sabda Nabi Saw:
عن أبي هريرة رضي الله عنه انه كان يقول: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما من مولود إلا يولد على الفطرة. فأ بواه يهودانه أو ينصرانه أو
يمجسانه (رواه مسلم)
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a: Rasulullah
Saw. Bersabda : “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci. Oleh karena itu,
kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani ataupun Majusi”. [2]
Pengaruh pendidikan agama memegang peran yang sangat
penting, yaitu kalau mereka mendapatkan pendidikan agama dengan baik maka mereka
akan menjadi orang yang taat dalam beragama. Tetapi, sebaliknya bila benih
agama yang dibawa itu tidak dipupuk dan
dibina dengan baik, maka mereka akan menjadi orang yang tidak beragama ataupun
jauh dari agama. Karena itu potensi yang telah dimiliki itu harus dikembangkan
dengan baik oleh orang yang lebih dewasa melalui bimbingan pemeliharaan yang
mantap sesuai dengan pertumbuhannya.
Masa anak-anak sebagai salah satu tahap yang dilalui
manusia sebelum menjadi dewasa memiliki potensi yang sangat penting, karena
pada tahap ini merupakan dasar dalam pembentukan pola kepribadian seseorang.
Hal ini dikarenakan
pola dasar tersebut cenderung akan terbawa terus dalam proses kehidupan
selanjutnya.[3] Sehingga
pendidikan yang diberikan pada masa anak-anak akan memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap kelangsungan hidup anak, baik pada saat itu maupun pada
masa-masa selanjutnya.
Banyak ahli psikologi
yang sependapat dengan pendapat itu, seperti pendapat dari Dr. Kolin S. Tanm yang
mengatakan bahwa masa anak-anaklah yang menjadi dasar penting (vital) bagi
kelanjutan hidup jasmani dan rohani anak.[4]
Dr. Zakiah Darajat berpendapat bahwa pada umumnya
agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan pada
masa kecilnya dahulu. Seseorang yang pada masa kecilnya tidak pernah mendapat
pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti ia tidak akan merasakan
pentingnya agama dalam kehidupannya.[5]
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka sudah
jelas bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan yang diterima
seseorang pada masa kanak-kanaknya dengan perkembangan kepribadian pada masa
dewasanya kelak. Begitu pentingnya pendidikan agama yang diberikan pada masa
kanak-kanak, ibarat seseorang yang akan membangun sebuah gedung pencakar
langit, maka yang paling utama dan mendasar adalah pembuatan pondasi yang kuat
dan kokoh sehingga akan mempermudah dalam menyelesaikan bangunan tersebut dan
mendapatkan hasil seperti yang diinginkan. Begitupun juga apabila menginginkan
anak yang berkualitas dan berakhlakul karimah (manusia berkepribadian muslim),
maka anak harus dididik sedini mungkin, bahkan dalam Agama Islam juga diajarkan
bahwa dalam mendidik anak harus dimulai jauh sebelum anak lahir.
Mengingat pentingnya pendidikan pada anak usia dini,
maka pemerintah memberikan perhatiannya melalui undang-undang pemerintah
Republik Indonesia No. 20 Tahun. 2003 tentang pendidikan anak usia dini pada pasal 1 ayat 14 Berdasarkan peraturan ini yang dimaksud
dengan pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.[6]
Dan juga Pendidikan prasekolah diselenggarakan untuk membantu meletakkan dasar
pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta di luar lingkungan
keluarga.
Banyak orang tua yang menyadari akan pentingnya
pendidikan agama bagi anak-anaknya. Oleh karena banyak yang mempercayakan
pendidikan agama bagi anak-anaknya ke
lembaga pendidikan formal ataupun non formal, misalnya sekolah, kelompok
bermain dan lain-lain karena disana
diajarkan tentang pendidikan keagamaan.
Dalam kaitannya dengan hal ini, kelompok bermain
Hajjah Mariyam sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam untuk anak usia dini
yang cukup maju di kota
Batu berusaha memberikan pendidikan dan latihan-latihan keagamaan pada anak sehingga
anak didik di kelompok bermain ini bisa menjadi yang anak sholeh. Dan
berdasarkan pemikiran di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama
yang diberikan sejak dini sangat penting dalam kehidupan anak, karena merupakan
pondasi dasar dalam pembentukan akhlak seorang
anak. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka penulis mengambil judul
“Eksistensi Kelompok Bermain Dalam Mengembangkan Keberagamaan Anak (Di Kelompok
Bermain Hajjah Mariyam Kota
Batu)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
- Bagaimana upaya kelompok bermain Hajjah Mariyam dalam mengembangkan keberagamaan anak?
- Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kelompok bermain Hajjah Mariyam dalam mengembangkan keberagamaan anak?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui upaya yang dilakukan kelompok bermain Hajjah Mariyam dalam mengembangkan keberagamaan anak.
- Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelompok bermain Hajjah Mariyam dalam mengembangkan keberagamaan anak.
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
- Bagi Peneliti
Penelitian ini berguna sebagai sarana peningkatan pengetahuan,
pengalaman, keterampilan, wawasan berpikir, serta meningkatkan kemampuan untuk
menganalisis dan memecahkan masalah ilmiah.
2. Bagi Lembaga Kelompok Bermain
Memberikan informasi bagi lembaga agar dapat menjadi rujukan dalam
mendidik dan mengarahkan anak didiknya sehingga dalam diri anak didik terdapat
jiwa keagamaan.
- Bagi Anak Didik
Diharapkan dengan adanya penelitian ini anak didik dapat memperoleh
pelayanan yang sesuai bagi perkembangan anak dari pengelola kelompok bermain,
sehingga dapat memaksimalkan segala potensi yang dimiliki.
- Bagi Orang Tua
Memberikan
informasi bagi orang tua bahwa kelompok bermain dapat dijadikan sebagai wahana yang tepat bagi pendidikan anak usia
dini.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Berpijak dari kerangka dasar diatas yang mempunyai obyek penelitian yang sangat luas, maka disini disini peneliti memberikan batasan-batasan penelitian untuk mempertegas arah yang dituju dalam penelitian ini.
Adapun ruang lingkup penelitian ini
adalah:
1.
Upaya-upaya yang dilakukan kelompok bermain Hajjjah
Mariyam Batu dalam mengembangkan keberagamaan anak.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelompok bermain Hajjah
Mariyam Batu dalam mengembangkan keberagamaan anak.
F. Penegasan Istilah
1.
Eksistensi
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, eksistensi diartikan sebagai
keberadaan.[7] Dalam hal
ini yang dimaksud dengan keberadaan adalah keberadaan kelompok bermain, upaya-upaya
yang ditempuh oleh kelompok bermain dalam mengembangan keberagamaan anak, metode-metode
dan faktor-faktor yang mempengaruhi kelompok bermain dalam mengembangkan
keberagamaan anak.
2.
Kelompok Bermain
Merupakan salah satu bentuk program pendidikan prasekolah pada jalur
pendidikan nonformal yang diselenggarakan bagi anak-anak dini usia. Tujuannya adalah sebagai upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.[8]
3.
Mengembangkan Keberagamaam anak
Dalam kamus bahasa Indonesia, mengembangkan diartikan
dengan menjadikan lebih berkembang.[9] Yaitu
bagaimana kelompok bermain menjadikan keberagamaan anak menjadi lebih berkembang
G. Sistematika
Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan yang dipakai
dalam penulisan skripsi ini adalah:
Bab Pertama, Pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan hal yang sifatnya
sebagai pengantar untuk memahami isi skripsi ini. Bab ini dibagi menjadi tujuh
bagian yaitu: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, penegasan istilah dan
sistematika pembahasan.
Bab Kedua, Kajian pustaka. Pada bab ini akan diuraikan kajian
pustaka yang berkaitan dengan kelompok bermain, perkembangan pada anak,
perkembagan keagamaan pada anak, dan eksistensi kelompok bermain dalam
mengembangkan keberagamaan anak.
Bab Ketiga, Metode penelitian. Pada bab ini akan dibahas tentang
pendekatan penelitian yang digunakan, data dan sumber data, teknik pengumpulan
data, metode analisis data, dan pengecekan keabsahan data.
Bab Keempat, Paparan hasil penelitian. Pada bab ini akan dibahas
dan digambarkan tentang data-data serta pembahasan dan analisa data dari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.
Bab Kelima, Kesimpulan dan saran. Pada bab ini akan dibahas
tentang penutup yang mencakup kesimpulan akhir penelitian dan saran-saran dari
peneliti terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KELOMPOK BERMAIN
1. Pengertian Kelompok Bermain
Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar
merupakan masa keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia,
yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa
yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar perkembangan fisik, bahasa,
sosial-emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama, sehingga
upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai agar
pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Layanan pendidikan bagi anak usia dini merupakan
bagian dari pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana diatur dalam UU
No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional yaitu:
Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
Sedangkan pendidikan anak usia dini menurut UU No. 20
tahun 2003 pasal 1 ayat 14 adalah:
Suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut.1
Salah satu bentuk program pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan nonformal yang ada di masyarakat adalah kelompok bermain.
Kelompok bermain adalah salah satu
bentuk program pendidikan prasekolah pada jalur pendidikan luar sekolah yang
bertujuan untuk meletakkan dasar kearah perkembangan, sikap, pengetahuan,
ketrampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.2
Untuk itulah kelompok bermain haruslah menjadi salah
satu alternative lembaga pendidikan nonformal yang bisa menunjang perkembangan
dan pertumbuhan anak usia dini untuk masa depannya.
Pada dasarnya aktifitas yang dilakukan dikelompok
bermain diwarnai dengan kegiatan bermain. Oleh karena itu, bermain merupakan suatu hal yang serius,
bahkan sangat serius sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli psikologi
perkembangan anak, Spock, Rothenberg atau Burner. Sebab bermain dinilai sebagai
suatu cara bagi anak-anak untuk meniru prilaku orang dewasa dan berusaha untuk
menguasainya agar mencapai kematangan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kelompok bermain
mempunyai pengertian wadah anak-anak
usia dini atau prasekolah melakukan kegiatan bermain dengan tujuan
mengarahkan, membimbing dan mengembangkan kepribadian, kecerdasan, bakat,
kemampuan, prestasi, dan minat serta ketrampilan mereka bersama pembimbing
belajarnya dengan tujuan untuk diarahkan pada pemahaman terhadap sesuatu yang
ingin dimengerti oleh anak.
Oleh karena itu, bermain merupakan suatu fenomena yang
sangat menarik bagi pendidik, para ahli psikologi dan filasat serta masih
banyak lagi sejak beberapa dekade yang lalu. Mereka tertantang untuk lebih
memahami arti bermain dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Bermain
benar-benar merupakan pengertian yang sulit dipahami karena muncul dalam
beraneka ragam bentuk. Bermain itu sendiri bukan hanya tampak pada tingkah laku
anak tetapi juga pada orang usia dewasa.3
2. Berbagai Bentuk Bermain
Melalui kegiatan bermain yang dilakukan anak, guru
akan mendapat gambaran tentang tahap perkembangan dan kemampuan umum yang
dimiliki anak. Bentuk-bentuk bermain tersebut antara lain: bermain sosial,
bermain dengan benda, dan bermain sosio dramatis.
a. Bermain Sosial
Peran guru
adalah mengamati cara bermain yang dilakukan anak. karena, dalam hal ini guru
akan mendapat pesan bahwa dalam kegiatan bermain dengan teman-temannya
masing-masing setiap anak menunjukkan derajat partisipasi yang berbeda-beda.
Diantaranya partisipasi anak dalam bermain dapat bersifat soliter (bermain
seorang diri), bermain sebagai penonton, bermain pararel, bermain asosiatif,
dan bermain kooperatif.
b. Bermain
dengan benda
Bermain dengan benda seperti yang dikemukakan Piaget
(1962) bahwa ada beberapa tipe bermain dengan mengunakan obyek (benda) yaitu:
1) bermain praktis, dimana pelakunya melakukan berbagai kemungkinan
mengeksplorasi objek yang dipergunakan, 2) Bermain Simbolik, dimana pelaku
mengunakan suatu benda untuk bermain namun benda tersebut sebagai ibarat atau
simbolitas saja, 3) Bermain dengan peraturan-peraturan, dimana pelaku
menggunakan benda sebagai aturan dalam suatu permainan.
c. Bermain
Sosio-Dramatik
Bermain sosio-Dramatik ini memiliki arti bahwa pelaku
seolah-olah atau berpura-pura sebagai aktor dalam permainan itu. Bermain
sosio-dramatik memiliki beberapa elemen:
1)
Bermain dengan melakukan imitasi. Anak bermain
pura-pura dengan melakukan peran orang yang ada disekitar mereka, dengan
menirukan tingkah laku dan pembicaraannya.
2)
Bermain pura-pura seperti suatu obyek. Anak melakukan
gerakan dan menirukan suara yang sesuai dengan obyeknya. Misalnya: anak
pura-pura menjadi mobil sambil lari dan menirukan suara mobil.
3)
Bermain peran dengan menirukan gerakan. Misalnya:
bermain menirukan pembicaraan antara guru dan murid atau orang tua dengan anak.
4)
Persisten. Anak melakukan kegiatan bermain dengan tekun
sedikitnya selama 10 menit.
5)
Interaksi. Paling sedikit ada dua orang dalam satu
adegan yang saling berkomunikasi.
6)
Komunikasi verbal. Pada setiap adegan ada interaksi
verbal antar anak yang bermain.
Bermain sosio-dramatik sangat penting dalam
mengembangkan kreativitas, pertumbuhan, intelektual dan ketrampilan sosial.4
Sedangkan menurut Abu Ahmadi (1977) terdapat beberapa
macam permainan anak, yaitu sebagai berikut:
a.
Permainan
Fungsi (permainan gerak), seperti melompat-lompat, naik turun dan turun
tangga, berlari-larian, bermain tali, dan bermain bola.
b.
Permainan
fisik, seperti menjadikan kursi sebagai kuda, main sekolah-sekolahan,
dagang-dagangan, perang-perangan, dan masak-masakan.
c.
Permainan
reseptif atau apresiatif, seperti mendegarkan cerita atau dongeng,
melihat orang melukis.
d.
Permainan
membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah liat, membuat
gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari kertas, membuat gerobak dari kulit
jeruk, membuat bangunan rumah-rumahan dari potongan-potongan kayu (plastik) dan
membuat senjata dari pelepah pisang.
3. Peranan Bermain Bagi Perkembangan anak
Dijelaskan diatas, bahwa bermain dapat menumbuhkan
daya kreatifitas anak dalam perkembangan dan pertumbuhannya, sehingga anak
mendapatkan apa yang menjadi kebahagiaan dalam hidupnya dimasa kecil.
Kebanyakan bagi orang dewasa dan anak, permainan merupakan alat pengekspresi
jiwa yang paling efisien dan tinggi nilainya. Karena didalam permainan tersebut
terdapat dimensi: "Pengembangan segenap kemampuan di tangan iklim
kebebasan"
Frobel berpendapat, bahwa permainan bisa memberikan
pada anak kesempatan untuk memuaskan dorongan dan melaksanakan/ merealisasikan
fantasinya. Oleh karena itu Frobel mementingkan unsur-unsur fantasi,
kegembiraan dan kebebasan, untuk waktu “sekarang” di dalam setiap permainan.6
Secara psikologi dan pedagogis, bermain mempunyai
nilai-nilai yang sangat berharga bagi anak, diantaranya:
a. Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga, atau berkatarsis (peredaan
ketegangan).
b. Anak dapat mengembangkan sikap percaya diri, tanggung jawab, dan
kooperatif (mau bekerja sama).
c. Anak dapat mengembangkan daya fantasi, atau kreativitas (terutama
permainan fisik dan konsrtruksi).
d. Anak dapat mengenal aturan, atau norma yang berlaku dalam kelompok
serta belajar untuk mentaatinya.
e. Anak dapat memahami bahwa baik dirinya maupun orang lain, sama-sama
mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Dengan demikian peranan bermain bagi perkembangan anak
adalah sangat besar. Hal ini bisa dilihat dari penjelasan diatas. Diantaranya
yaitu:
1). Permainan itu merupakan sarana penting untuk mensosialisasikan
anak, yaitu sarana untuk mengenalkan anak menjadi anggota dari suatu masyarakat
dan agar anak bisa mengenal dan menghargai masyarakat. Dalam suasana-permainan
itu akan tumbuh rasa kerukunan yang sangat besar artinya bagi pembentukan sosial sebagai
manusia budaya.
2). Dengan permainan dan situasi bermain itu anak
bisa mengukur kemampuan dan potensi sendiri. Ia belajar menguasai macam-macam
benda, juga belajar memahami sifat-sifat dari benda dan peristiwa yang
berlangsung dalam lingkungannya.
3). Dalam permainan anak bisa menampilkan fantasi,
bakat-bakat dan kecenderungannya. Anak laki-laki bermain dengan mobil-mobilan
dan perempuan bermain dengan boneka. Jika kita memberikan kertas dan gunting
pada sekelompok anak masing-masing akan menghasilkan karya yang berbeda-beda.
4). Ditengah permainan itu anak menghayati
macam-macam emosi. Anak merasakan kegairahan dan kegembiraan dan tidak secara
khusus mengharapkan prestasi-prestasi. Dengan demikian permainan mempunyai
nilai yang sama besarnya dengan nilai seni bagi orang dewasa.
5). Permainan menjadi alat
pendidikan, karena permainan bisa memberikan rasa kepuasan, kegembiraan dan
kebahagiaan pada diri anak.
6). Permainan itu memberikan kesempatan pra-latihan
untuk mengenal aturan-aturan permainan, mematuhi norma-norma dan larangan.
7). Dalam bermain anak belajar mengunakan semua
fungsi kejiwaan dan fungsi jasmaniah dengan suasana hati kesungguhan. Hal ini
penting guna memupuk sikap serius, bersungguh-sungguh dan pada usia dewasa
untuk menguasai setiap kesulitan hidup.8
Ketujuh perkembangan yang didapatkan anak dalam
bermain, menunjukkan betapa perlunya dan pentingnya orang tua dalam memberikan
kebebasan pada anak dalam bermain.
4. Kegiatan Pembelajaran Dalam Kelompok
Bermain
a. Tujuan Pembelajaran Kelompok Bermain
Tujuan pembelajaran di kelompok bermain tidak terlepas
dari tujuan pendidikan nasional itu sendiri yakni:
Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Sedangkan tujuan pendidikan Pra Sekolah itu sendiri
adalah:
Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.9
Tujuan pembelajaran kelompok bermain menurut Dinas
pendidikan dan kebudayaan dibagi menjadi dua yaitu:
1). Tujuan Umum:
Yaitu mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan
untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya termasuk siap
mengikuti pendidikan dasar.
2). Tujuan Khusus:
Secara khusus kegiatan pendidikan di kelompok bermain bertujuan agar:
a)
Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan
tuhan dan mencintai sesama.
b)
Anak mampu mengelola ketrampilan tubuh termasuk gerakan-gerakan
yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan kasar serta menerima
rangsangan sensorik (pancaindera).
c)
Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa
pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bemanfaat untuk berfikir dan
belajar.
d)
Anak mampu berfikir logis, kritis, memberi alasan,
memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
e)
Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial,
peranan masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya. Serta mampu
mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar, kontrol diri, dan
rasa memiliki.
f)
Anak memiliki kepekaan terhadap irama, berbagai bunyi,
bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya yang kreatif.
b.
Materi Kegiatan Pembelajaran Kelompok Bermain.
Materi pelajaran yang dijadikan bahan belajar di
kelompok bermain harus valid, signifikan, dan bermakna atau sesuai tahap
perkembangan intelektual anak. Seorang pamong belajar hendaknya selalu
mengaitkan kegiatan dengan kebutuhan,
minat, dan kemampuan anak dengan melaksanakannya melalui kegiatan bermain. Jadi
pekerjaan bertumpu pada perhatian anak, bukan dari isi programnya saja.
Disamping itu materi pembelajaran harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan,
minat dan kemampuan anak yang bersangkutan. Untuk itu kegiatan pengembangan
yang dilaksanakan hendaknya bersifat integrative.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa materi atau bahan pelajaran proses belajar mengajar yang baik untuk
pendidikan prasekolah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Bahan atau topik kegiatan antara satu dengan yang lain
(bahan dari bidang pengembangan berkaitan satu dengan yang lain) atau diberikan
secara utuh dan terpadu (integratif)
2)
Materi yang diberikan disesuaikan dengan tahap
perkembangan intelektual anak
3)
Kegiatan yang diberikan dikaitkan dengan kebutuhan,
minat, kemampuan anak dan ciri setiap anak
4)
Topik kegiatan diberikan bukan dari materi program
saja, tetapi bertumpu pada perhatian anak
c. Metode Pembelajaran di Kelompok Bermain
Metode pengajaran ialah cara penyampaian bahan
pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, metode pengajaran
adalah suatu cara yang dipilih dan dilakukan guru ketika beriteraksi dengan
anak didiknya dalam upaya memyampaikan bahan pengajaran tertentu. Agar bahan
pengajaran tersebut mudah dicerna, sesuai tujuan pembelajaran yang ditargetkan.
Berbagai macam metode pengajaran itu antara lain
metode ceramah, Tanya jawab, demonstrasi, driil/latihan, pemberian tugas, kerja
kelompok, eksperimen, sosiodrama, karyawisata dan lain-lain.
Untuk kegiatan belajar mengajar di kelompok bermain hanya
sejumlah metode tertentu saja yang mungkin dapat diterapakan menginggat usia
anak yang masih dini. Metode pengajaranpun harus dilandasi oleh prinsip
“bermain sambil belajar” atau belajar sambil bermain”. Oleh karenanya,
penerapan metode-metode tersebut perlu disertai dengan kiat-kiat khusus
berdasarkan pengalaman dan pengamatan guru yang bersangkutan. Salah satu
kemungkinannya adalah dengan cara memadukan sejumlah metode dalam satu kali
pertemuan atau divariasi dengan pendekatan tersendiri yaitu bermain, bercerita
dan bernyanyi.10
Sedangkan menurut Abdullah Nasih Ulwan dalam Al-Qur,an
dan Hadits dapat ditemukan berbagai metode pendidikan yang berpengaruh terhadap
anak, metode-metode tersebut antara lain :
1)
Pendidikan dengan keteladanan
Metode keteladanan merupakan bagian dari sejumlah
metode paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara
moral, spiritual dan sosial. Sebab pendidik adalah contoh paling ideal dalam
pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari
atau tidak. Jika seoarang pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia,
pemberani, dan tidak berbuat maksiat, maka kemungkinan besar anak didiknya akan
tumbuh dengan sifat-sifat mulia itu juga.
Allah mengutus Nabi Muhamad Saw, untuk menjadi panutan
yang baik bagi umat Islam sepanjang sejarah, dan bagi seluruh umat manusia,
disetiap masa dan tempat. Beliau bagaikan lampu terang dan penunjuk jalan.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
s)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym …(الاحزاب:21)
Artinya:
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu…” (Al-Ahzab: 21)
2)
Pendidikan adat kebiasaan
Metode adat kebiasaan dapat digunakan dalam
mengembangkan keberagamaan anak. Diantara masalah-masalah yang diakui dan
ditetapkan dalam syariat Islam adalah, bahwa pada awal penciptaannya seseorang
anak itu dalam keadaan suci sebagaimana sabda Nabi Saw:
عن أبي هريرة رضي الله عنه انه كان يقول: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما من مولود إلا يولد على الفطرة. فأ بواه يهودانه أو ينصرانه أو
يمجسانه (رواه مسلم)
Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a:
Rasulullah Saw. Bersabda : “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci. Oleh
karena itu, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani ataupun
Majusi”.
Seorang anak yang memperoleh pendidikan yang baik dan
mempunyai orang tua dan guru-guru yang saleh, hidup dilingkungan dan
teman-teman yang saleh serta beriman pada Allah maka kemungkinan besar ia akan
terdidik, beriman dan bertakwa, serta akan terbiasa bertatakrama, bermoral baik
dan akan mempunyai kebiasaan yang mulia dalam hidupnya.
3)
Pendidikan dengan nasehat
Metode nasehat sangat berperan dalam menjelaskan
kepada anak tentang segala hakekat, menghiasinya dengan moral yang baik, dan
mengajarinya tentang prinsip-prinsip Islam. Maka tidak heran jika kita
mendapati Al-Qur’an mengunakan metode ini dan berbicara kepada jiwa dengan
nasehat.
Berikut ini sebagai contoh pengunaan metode nasehat.
Allah berfirman dalam surat
luqman:
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ)
x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã (القمان: 13)
Artinya: “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar". (Al-Luqman: 13).11
d. Sarana dan Alat Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar
akan berjalan dengan baik dan efektif jika didukung oleh sarana dan sumber
belajar yang memadai. Dengan adanya sarana dan sumber belajar yang memadai akan
memberi kemudahan bagi guru untuk menerapkan metode pengajaran yang
diprogramkan. Selain itu anak merasa senang dan akan terkondisikan dengan baik.
Sarana yng diperlukan di
kelompok bermain terdiri dari sarana belajar dan sarana bermain, termasuk alat
permainan yang sesuai dan mendukung keberhasilan pengajaran.
1)
Sarana belajar
Yang
dimaksud dengan sarana belajar adalah segala benda atau alat pendukung yang
diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar agar kegiatan tersebut berjalan
dengan lancar, teratur, efektif dan efisien. Wujudnya adalah berupa buku-buku,
alat peraga, perangkat elektronik dan lain-lain.
2)
Sarana bermain dan alat permainan
Sarana
bermain dan alat permainan adalah merupakan bagian tak terpisahkan dari sarana
belajar di kelompok bermain. Hal ini mengacu pada pertimbangan psikologi bahwa
dunia anak adalah dunia bermain. Dengan kata lain bahwa bermain adalah
kebutuhan alami bagi anak-anak. Berpatokan pada prinsip “bermain sambil
belajar” atau “belajar seraya bermain”, hal ini menunjukkan bahwa pengadaan
sarana bermain berikut alat-alat permainannya hendaklah dilandasi dengan
pertimbangan bahwa sarana dan alat permainan tersebut dapat difungsikan sebagai
media pendidikan dan media pengajaran.12
e. Evaluasi dalam Pembelajaran di Kelompok Bermain
Evaluasi atau penilaian ialah suatu upaya yang
dilakukan dalam rangka memperoleh data tentang perkembangan, perubahan dan
kemajuan anak didik melalui proses belajar mengajar yang mereka lakukan.
Evaluasi ini dilakukan oleh guru secara berkesinambungan dengan mengunakan cara-cara
yang efektif dan efisien.
Ruang lingkup evaluasi bersifat menyeluruh yaitu
meliputi semua aspek pendidikan. Aspek pendidikan yang dimaksud adalah aspek
pengetahuan (kognitif), aspek sikap dan prilaku (afektif) dan aspek ketrampilan
(psikomotor).13
Pada anak usia dini evaluasi tidak bisa dilakukan
hanya sekali saja sebab anak yang ditanya sesuatu dan tidak bisa menjawab pada
waktu itu belum tentu atau tidak bisa dijadikan ukuran kalau anak tersebut
tidak bisa.
Dalam kelompok bermain evaluasi atau penilaian dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui pengamatan dan pencatatan
anekdot. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan sikap anak yang
dilakukan dengan mengamati tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari secara
terus-menerus, sedangkan pencatatan anekdot merupakan sekumpulan catatan
tentang sikap dan prilaku anak dalam situasi tertentu.
Berbagai alat penilaian yang dapat
digunakan untuk memperoleh gambaran perkembangan kemampuan dan prilaku anak,
antara lain:
1)
Portofolio yaitu penilaian berdasarkan kumpulan hasil
kerja anak yang dapat menggambarkan sejauh mana ketrampilan anak berkembang.
2)
Unjuk kerja (performance) merupakan penilaian yang
menuntut anak untuk melakukan tugas dalam perbuatan yang diamati, misalnya
praktek menyanyi, olah raga dan memperagakan sesuatu.
3)
Penugasan (project) merupakan tugas yang harus
dikerjakan anak yang memerlukan waktu relatif lama dalam pengerjaannya.
Misalnya melakukan percobaan menanam biji.
4)
Hasil karya (product) merupakan hasil kerja anak setelah
melakukan suatu kegiatan.
B. Perkembangan Pada Anak
1.
Pengertian Perkembangan
Perkembangan
dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu
(berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”.
Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang dialami
individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
(maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”.
Yang dimaksud dengan
sistematis, progresif, dan berkesinambugan itu adalah sebagai berikut:
a.
Sistematis
Perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau
saling mempengaruhi antara bagian-bagian organisme (fisik dan psikis) dan
merupakan satu kesatuan yang harmonis. Contoh: seperti kemampuan berjalan anak
seiring dengan matangnya otot-otot kaki.
b.
Progresif
Perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat,
dan mendalam (meluas) baik secara kualitatif (fisik) maupun kuantitatif (psikis).
Contoh: perubahan proporsi dan ukuran fisik anak (dari pendek menjadi tinggi
dan dari kecil menjadi besar).
c.
Berkesinambungan
Perubahan
pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara beraturan atau
berurutan, tidak terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat. Contoh: untuk
dapat berjalan anak harus menguasai tahapan perkembangan sebelumnya, yaitu
kemampuan duduk dan merangkak.14
Perkembangan pada anak tidak berlangsung secara
mekanis otomatis, sebab perkembangan tersebut sangat bergantung pada beberapa
faktor secara simultan, yaitu:
a.
Faktor hereditas (sejak lahir, bawaan)
b.
Faktor lingkungan yang menguntungkan, atau merugikan
c.
Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi
psikis, dan
d.
Aktifitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan,
kemampuan selektif, bisa menolak atau menyetujui, punya emosi, serta usaha
membangun diri sendiri.15
Perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu
suatu proses yang menuju kedepan yang tidak dapat diulang kembali. Dalam
perkembangan manusia terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat
tetap dan tidak dapat diulangi. Perkembangan menunjukkan pada
perubahan-perubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap dan maju.16
Perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan
kuantitatif. Ia dapat didefinisikan sebagai deretan progresif dari perubahan yang teratur dan
kohern “Progresif” menandai bahwa perubahannya terarah, membimbing menuju maju
dan bukan mundur. “Teratur” dan “Kohern” menunjukkan adanya hubungan nyata
antara perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau yang akan
mengikutinya.
Jadi perkembangan anak adalah perkembangan yang
dialami oleh anak-anak secara continue, yang mana lama-kelamaan anak akan
mengalami kemajuan. Menurut Ch. Buhler perkembangan anak pada masa kedua adalah
usia 2-4 tahun yang mana keadaan dunia luar semakin dikuasai dan dikenalnya
melalui bermain, kemajuan bahasa, dan pertumbuhan kemauannya. Dunia luar
dilihat dan dinilainya menurut keadaan dan sifat batinnya. Semua binatang dan
benda mati disamakan dirinya. Dan bila anak berusia 3 tahun ia akan mengalami
krisis pertama.17
2.
Prinsip-Prinsip Perkembangan
a.
Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah
berhenti (NEVER ENDING PROCESS).
Manusia secara terus menerus berkembang atau
berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang hidupnya.
Perkembangan berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai
mencapai kematangan atau masa tua.
b.
Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi
Setiap aspek perkembangan individu, baik fisik,
emosi, intelegensi maupun sosial, satu sama lainnya saling mempengaruhi.
Terdapat hubungan atau korelasi yang positif di antara aspek tersebut. Apabila
seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering
sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek
lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan
emosional.
c.
Perkembangan itu mengikuti pola atau arah tertentu
Setiap tahap perkembangan merupakan hasil
perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi perkembangan
selanjutnya. Contohnya, untuk dapat berjalan, seorang anak harus dapat berdiri dan
berjalan terlebih dahulu yang merupakan prasyarat bagi perkembangan
selanjutnya, yaitu berlari atau meloncat.
d.
Perkembangan terjadi pada tempo yang belainan
Perkembangan fisik dan mental mencapai
kematangannya terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda (ada yang cepat dan ada
yang lambat). Umpamanya a) otak mencapai bentuk ukurannya yang sempurna pada
umur 6-8 tahun; b) tangan, kaki, dan hidung mencapai perkembangan yang maksimum
pada masa remaja; dan c) imajinasi kreatif berkembang mencapai puncaknya pada
masa remaja.
e.
Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas
Prinsip ini dapat dijelaskan dengan contoh sebagai
berikut: a) Sampai usia dua tahun, anak memusatkan untuk mengenal
lingkungannya, mengusai gerak-gerik fisik dan belajar berbicara, b) pada usia
tiga tahun sampai enam tahun, perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia
sosial (belajar bergaul dengan orang lain).
f.
Setiap
individu yang normal akan mengalami tahap atau fase perkembangan
Prinsip ini berarti bahwa dalam menjalani hidupnya
yang normal dan berusia panjang setiap individu akan mengalami fase perkembangan:
bayi, kanak-kanak, anak, remaja, dewasa, dan masa tua.18
3.
Karakteristik perkembangan pada anak prasekolah
Anak usia
prasekolah merupakan perkembangan individu yang terjadi sekitar usia 2-6 tahun,
pada usia ini anak berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar
menyesuaikan diri secara rasional.19
Usia ini juga sering disebut dengan masa pancaroba,
karena pada umumnya anak pada masa ini dorongan keingintahuannnya sangat kuat.
Diantara perkembangan-perkembangan yang terjadi pada usia ini antara lain :
a.
Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan
berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat
dan tinggi, maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat lebih
mengembangkan ketrampilan fisiknya, dan eksplorasi terhadap lingkungannya
dengan tanpa bantuan dari orangtuannya. Perkembangan sistem syaraf pusat
memberikan kesiapan kepada anak untuk lebih dapat meningkatkan pemahaman dan
penguasaan terhadap tubuhnya.
b.
Perkembangan Intelektual
Menurut Pieget, perkembangan kognitif pada usia ini
berada pada periode preoperasional,
yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis.
Yang dimaksud dengan operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara
mental bukan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional,
atau “symbolic function”, yaitu
kemampuan menggunakan sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang
lain dengan simbol (kata-kata, bahasa gerak, dan benda). Dapat juga dikatakan
sebagai “semiotic function”,
kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol (bahasa, gambar, tanda/isyarat, benda
dan peristiwa) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata, atau
peristiwa.
Melalui kemampuan diatas, anak mampu berimajinasi atau
berfantasi tentang berbagai hal. Dia dapat menggunakan kata-kata peristiwa dan
benda untuk melambangkan sesuatu.
c.
Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya,
bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan orang lain. Kesadaran ini diperoleh dari
pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi orang lain atau benda
lain. Dia menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan keinginan orang lain,
sehingga orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya. Bersamaan dengan
itu, berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari
lingkungannya. Jika lingkungannya (terutama orang tuanya) tidak mengakui harga
diri anak, seperti memperlakukan dengan anak secara keras, atau kurang
menyayanginya, maka pada diri anak akan berkembang sikap-sikap: keras
kepala/menentang, atau menyerah menjadi penurut yang diliputi rasa harga diri
kurang dengan sifat pemalu.
Beberapa emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu
sebagai berikut:
1)
Takut,
yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan. Rasa takut
terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan: (1) mula-mula tidak takut, karena
anak belum sanggup melihat kemungkinan bahaya yng terdapat dalam objek, (2)
timbul rasa takut setelah mengenal adanya bahaya, dan (3) rasa takut bisa
hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya.
2)
Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat
khayalan, yang tidak ada objeknya. Kecemasan ini muncul mungkin dari
situasi-situasi yang dikhayalkan, berdasarkan dari pengalaman yang diperoleh,
baik perlakuan orang tua, buku-buku bacaan/komik, radio atau film.
3)
Marah, merupakan perasaan tidak senang, atau
benci baik terhadap orang lain, diri sendiri, atau objek tertentu, yang
diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata kasar/ makian/ sumpah serapah) atau
non verbal (seperti mencubit, memukul, menendang dan merusak). Perasaan marah
ini merupakan reaksi terhadap situasi frustasi yang dialaminya, yaitu perasaan
kecewa atau perasaan tidak senang karena adanya hambatan terhadap pemenuhan
keinginannya.
4)
Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap
orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang dari seseorang yang telah
mencurahkan kasih sayang kepadanya.
5)
Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan
yang positif, nyaman, karena terpenuhi keinginannya. Kondisi yang melahirkan
perasaan gembira pada anak, diantaranya terpenuhinya kebutuhan jasmaniah (makan
dan minum), diperolehnya kasih sayang, ada kesempatan untuk bergerak (bermain
secara leluasa), dan memiliki mainan yang disenanginya.
6)
Kasih sayang,
yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian, atau perlindungan terhadap
orang lain, hewan atau benda.
7)
Phobi,
yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya (takut
abnormal). Perasaan ini muncul akibat orang tua yang suka menakut-nakuti anak,
sebagai cara orang tua untuk menghukum, atau menghentikan perilaku anak yang
tidak disenanginya.
8)
Ingin tahu,
yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala sesuatu atau objek-objek, baik
yang bersifat fisik maupun nonfisik. Perasaan ini ditandai dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anak.
Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi
keberhasilan belajar anak. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan emosi
anak yang sehat, guru-guru supaya memberikan bimbingan kepada mereka, agar
mereka dapat mengembangkan hal-hal berikut:
1)
Kemampuan untuk mengenal, menerima, dan berbicara
tentang perasaan-perasaannya.
2)
Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan
tingkah laku sosial.
3)
Kemanpuan menyalurkan keinginannya tanpa menggangu
perasaan orang lain.
4)
Kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan kebutuhan
orang lain.
d.
Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia prasekolah, dapat
diklasifikasikan ke dalam dua tahap yaitu sebagai berikut :
1) Masa 2,0-2,6 tahun yang
bercirikan
a)
Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang
sempurna.
b)
Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan.
Misalnya, anjing lebih besar dari kucing.
c)
Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, di mana,
dan dari mana.
d)
Anak sudah banyak mengunakan kata-kata yang berawalan
dan berakhiran.
2)
Masa 2,6-6,0 tahun yang bercirikan
a)
Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta
anak kalimatnya.
b)
Tingkat berfikir anak sudah lebih maju, anak banyak
menanyakan soal waktu, sebab-akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, ke
mana, mengapa, dan bagaimana.
Untuk membantu perkembangan bahasa anak, atau
kemampuan berkomunikasi maka orang tua dan guru seyogianya memfasilitasi,
memberi kemudahan, atau peluang kepada anak dengan sebaik-baiknya, berbagai
peluang itu antara lain:
1)
Bertutur kata yang baik dengan anak
2)
Mau mendengarkan pembicaraan anak
3)
Menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkan)
4)
Mengajak dialog dengan hal-hal sederhana
5)
Di sekolah, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan
keinginannya, menghafal dan melantunkan lagu dan puisi.
e.
Perkembangan Sosial
Pada usia prasekolah, perkembangan sosial anak sudah
tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman
sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
1)
Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan
keluarga maupun dalam lingkungan bermain.
2)
Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada
peraturan
3)
Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
4)
Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau
teman sebaya (peer group).
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim
sosio-psikologis keluarganya. Apabila di lingkungan keluarga tercipta suasana
yang harmonis, saling memperhatikan, saling membantu dalam menyelesaikan
tugas-tugas keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga, maka anak
akan memiliki kemampuan atau penyesuaian sosial dalam hubungan dengan orang
lain.
Untuk memfasilitasi perkembangan sosial anak, maka
guru-guru hendaknya melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)
Membantu anak agar memahami alasan tentang
diterapkannya aturan, seperti keharusan memelihara ketetiban di dalam kelas,
dan larangan masuk atau keluar kelas saling mendahului.
2)
Membantu anak untuk memahami, dan membiasakan mereka
untuk memelihara persahabatan, kerja sama, saling membantu, dan saling
menghargai dan menghormati.
3)
Memberikan informasi kepada anak tentang adanya
keragaman budaya, suku dan agama di masyarakat, dan perlunya saling menghormati
diantara mereka.
f.
Perkembangan Kepribadian
Masa ini lazim disebut masa Trotzalter, periode
perlawanan atau masa krisis ini terjadi karena ada perubahan yang hebat dalam
dirinya, yaitu dia mulai sadar akan aku-nya, dia menyadari bahwa dirinya
terpisah dari lingkungan dan orang lain. Dengan kesadaran ini anak menemukan
bahwa ada dua pihak yang berhadapan, yaitu (aku-nya) dan orang lain (orang tua,
saudara, guru dan teman sebaya). Dia mulai menemukan bahwa tidak semua
keinginannya dipenuhi orang lain. Pertentangan antara kemauan diri dan tuntutan
lingkungannya, dapat mengakibatkan ketegangan dalam diri anak, sehingga tidak
jarang anak meresponsnya dengan sikap membandel atau keras kepala. Bagi anak
usia ini, sikap membandel itu merupakan suatu kewajaran, karena perkembangan
pribadi mereka sedang bergerak dari sikap dependen ke indipenden.
Pada masa ini, berkembang kesadaran dan kemampuan
untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab. Oleh karena itu, agar tidak
berkembang sikap membandel, pihak orang tua perlu menghadapinya secara
bijaksana, penuh kasih sayang, dan tidak bersikap keras. Meskipun mereka mulai
menampakkan keinginan untuk bebas dari tuntutan orang tua, namun pada dasarnya
mereka masih sangat membutuhkan perawatan, asuhan, bimbingan, dan curahan kasih
sayang orang tua.
g.
Perkembangan Moral
Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap
moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya).
Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Anak akan belajar memahami
tentang kegiatan atau prilaku mana yang baik/boleh/diterima disetujui atau
buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. Berdasarkan pengalamannya itu, maka
pada masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus
dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku.
Dalam rangka membimbing perkembangan moral anak
prasekolah ini, sebaiknya orang tua atau guru-guru, melakukan upaya-upaya:
1)
Memberikan contoh atau teladan yang baik, dalam
berprilaku atau bertutur kata.
2)
Menanamkan kedisiplinan kepada anak, dalam berbagai
aspek kehidupan, seperti memelihara kebersihan atau kesehatan, dan tata karma
atau budi pekerti luhur.
3)
Mengembangkan wawasan tentang nilai-nilai moral kepada
anak, baik melalui pemberian informasi, atau melalui cerita.
h.
Perkembangan Kesadaran Beragama
Kesadaran beragama pada anak usia ini ditandai dengan
ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Sikap keberagamaannya bersifat reprensif (menerima)
meskipun banyak bertanya.
2)
Pandangan ketuhanannya bersifat antropormorph (dipersonifikasi).
3)
Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum
mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan ritual.
4)
Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritis (menurut
khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat
egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
Pengetahuan anak tentang agama terus berkembang
berkat: mendegarkan ucapan-ucapan orang tua, melihat sikap dan prilaku orang
tua dalam mengamalkan ibadah, dan pengalaman dan meniru ucapan dan perbuatan
orang tuanya.
Mengenai pentingnya menanamkan nilai-nilai agama
kepada anak pada usia ini, Zakiyah Darajat (1970: 111) mengemukakan bahwa umur
taman kanak-kanak adalah umur paling subur untuk menanamkan rasa agama kepada
anak, umur penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama,
melalui permainan dan perlakuan dari orang tua dan guru. Keyakinan kepercayaan
guru taman kanak-kanak itu mewarnai pertumbuhan agama pada anak.20
C.
Perkembangan Keagamaan Anak
Sebagai mahluk ciptaan
tuhan, sebenarnya potensi agama sudah ada pada setiap manusia sejak lahir.
Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada sang pencipta. Dan dengan adanya
potensi bawaan ini, manusia pada hakikatnya adalah mahkluk beragama.
Perkembangan agama pada
manusia sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya,
tertutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa anak), seorang anak
yang pada masa itu tidak mendapat pendidikan agama dan tidak mempunyai
pengalaman keagamaan maka ia nantinya setelah dewasa akan cenderung kepada
sikap negatif terhadap agama. Karena agama masuk dalam pribadi anak bersamaan
dengan pertumbuhan pribadinya yaitu sejak lahir.21
1.
Timbulnya Jiwa Kegamaan Pada Anak
Anak sejak lahir telah
membawa fitrah kaagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari melalui
proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan.
Menurut tinjauan
pendapat, bayi dianggap sebagai manusia dipandang dari segi bentuk dan bukan
kejiwaan. Apabila bakat elementer bayi lambat bertumbuh dan matang maka agak
sukarlah untuk melihat adanya keagamaan pada dirinya. Meskipun demikian ada
yang berpendapat bahwa tanda-tanda keagamaan pada anak tumbuh terjalin secara
integral dengan perkembangan funsi-fungsi kejiwaan lainnya. Jika demikian maka
apakah faktor yang dominan dalam perkembangan ini? Dalam membahas masalah ini
ada beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak antara lain:
a. Rasa ketergantungan (sense of Depende)
Dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four
Wishes. Menurutnya manusia dilahirkan
kedunia ini memiliki empat keinginan yaitu: keinginan untuk perlindungan,
keinginan akan pengalaman baru, keinginan untuk mendapatkan tanggapan dan
keinginan untuk dikenal.
b. Instink keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan
sudah memiliki beberapa instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan
pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan
berfungsinya instink itu belum sempurna. Misalnya instink sosial pada anak
sebagai potensi bawaannya sebagai makhluk homo socius, baru akan befungsi
setelah anak dapat bergaul dan berkemampuan untuk berkomunikasi.22
2. Perkembangan Agama Pada Anak-Anak
Menurut Ernest Harms
perkembangan agama anak itu mempunyai beberapa tingkat yang dipaparkan dalam
buku The Development of Religious on Children ia mengatakan bahwa agama pada
anak melalui tiga tingkatan yaitu:
a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak-anak yang
berusia 3 sampai 6. pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak
dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak
menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.
Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam
menanggapi agama pun anak masih mengunakan konsep fantastis yang diliputi oleh
dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah
mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep
ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang
dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan
emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep tuhan yang formalis.
Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak tertarik dan senang pada lembaga
keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka.
Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan
penuh minat.
c. The Individual Stage (Tingkat Individual)
Pada tingkat ini anak telah memiliki
kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.
Konsep keagamaan ini dapat digolongkan menjadi tiga:
1) Konsep ketuhanan yang konvensional
dan koservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh luar.
2) Konsep ketuhanan yang lebih murni
yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan).
3)
Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos
humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap
tingkatan dipengaruhi oleh faktor intern yaitu perkembangan usia dan fakror
ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya.23
3.
Sifat-sifat Agama Pada Anak-Anak
Dalam kaitannya dengan
perkembangan agama, muncul sifat-sifat agama yang dimiliki oleh anak antara
lain:
a. Unreflective (tidak mendalam), yaitu kebenaran agama
yang diterima anak tidak begitu dalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka
sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal.
b. Egosentris, yaitu dalam masalah keagamaan anak lebih
menonjolkan kepentingan dirinya dan lebih menuntut konsep keagamaan yang mereka
pandang dari kesenangan dirinya.
c. Anthromorphis, yaitu konsep mengenai tuhan berasal
dari hasil pengalaman di kala ia berhubungan dengan orang lain. Melalui konsep
yang terbentuk dalam pikiran mereka, anak mengaggap bahwa keadaan tuhan itu
sama dengan manusia.
d. Verbalis dan Ritualis, yaitu dari kenyataan yang kita
alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagaimana tumbuh mula-mula
secara verbal (ucapan-ucapan). Latihan-latihan bersifat verbal dan upacara
keagamaan yang bersifat ritual (praktek) merupakan hal yang berarti dan
merupakan salah satu ciri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak.
e. Imitatif, yaitu Keagamaan pada anak-anak bersifat
meniru seperti gerakan sholat, berdo’a dan lain-lain.
f. Rasa heran, yaitu sifat ini merupakan tanda sifat
keagamaan yang terakhir pada anak, rasa kagum pada anak-anak ini belum bersifat
kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap lahiriyah saja. Perasaan kagum
ini dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.24
C. Eksistensi Kelompok Bermain Dalam Mengembangkan Keberagamaan Anak
Perkembangan agama pada anak usia
dini sangat dipengaruhi proses pembentukan atau pendidikan agama yang diterima
anak. Berkaitan dengan hal ini pendidikan agama yang diberikan di sekolah
mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama
(pengajaran, pembiasaan, dan penanaman nilai-nilai) di sekolah harus menjadi
perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan, bukan hanya guru agama
tetapi kepala sekolah, dewan guru dan orang tua. Apabila semua pihak yang
terlibat itu telah memberikan contoh (suri teladan) dalam melaksanakan
nilai-nilai agama dengan baik, maka pada diri anak didik akan berkembang sikap positif terhadap agama dan pada
gilirannya akan berkembang pula kesadaran beragama pada dirinya.
Senada dengan paparan tersebut,
Zakiyah Darajat mengemukakan bahwa pendidikan agama disekolah, merupakan dasar
bagi pembinaan sikap positif terhadap agama yang berhasil membentuk pribadi dan
akhlak anak, maka dalam kaitannya dengan hal itu, pemberian materi agama di
sekolah disamping mengembangkan pemahaman agama juga harus memberikan latihan
atau pembiasaan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti: sholat dan berdoa
sehingga anak tidak hanya paham akan agama tetapi juga melaksanakan
ajaran-ajarannya.25
Kelompok bermain sebagai lembaga pendikan awal bagi anak atau disebut
dengan pendidikan prasekolah juga harus bisa memberikan pengetahuan agama yang
baik agar nantinya bisa menunjang bagi perkembagan keberagamaan anak.
Eksistensi kelompok bermain dalam mengembangkan keberagamaan anak adalah
berusaha memperkenalkan dan memberikan pengetahuan agama kepada anak walaupun
masih dasar-dasarnya. Sehingga, anak mempunyai gambaran tentang agama sejak
awal. Karena menurut Zakiyah Darajat
agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak akan menjadi bagian dari
unsur-unsur kepribadian anak, yang akan bertindak sebagai pengendali dalam
menghadapi segala keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul. Karena agama yang menjadi bagian dari kepribadian itu
yang mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis pendekatan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) penelitian
kualitatif yaitu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif, dimana data yang dikumpulkan berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Sejalan dengan pendapat tersebut Kirk dan
Miller (1986:9) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang
tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.1
Sedangkan jika dilihat dari aspek
penelitiannya, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian studi kasus yaitu merupakan
penelitian yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan
komprehensip.2 Adapun tujuan penelitian
kasus adalah memberikan gambaran mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat
(karakter) yang khas dari suatu kasus. Sedangkan dalam penelitian ini yang
dijadikan studi kasus adalah eksistensi kelompok bermain dalam mengembangkan
keberagamaan anak di Kelompok Bermain Hajjah Mariyam Batu.
B. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland (1984: 47) sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu
pada bagian ini jenis datanya dibagi dalam kata-kata, tindakan, sumber data
tertulis, dan foto.3
Apabila peneliti menggunakan wawancara dalam
pengumpulan data, maka sumber datanya disebut responden, yaitu orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan lisan
atau tertulis. Apabila peneliti menggunakan tehnik observasi, maka sember
datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Dan jika peneliti
menggunakan dokumentasi, maka sumber datanya bisa berupa dokumen atau catatan.4
Dalam penelitian ini peneliti mengambil
sumber data melalui dua jenis yaitu (1) Sumber data dari manusia yang terdiri
dari kepala kelompok bermain, wakil kepala kelompok bermain dan para pendidik,
(2) Sumber data non manusia yang terdiri dari dokumen-dokumen, foto-foto,
catatan (tulisan) yang berkaitan dengan eksistensi kelompok bermain dalam
mengembangkan keberagamaan anak.
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat serta
dapat dipertanggungjawabkan, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan
tehnik pengumpulan data sebagai berikut:
1.
Observasi
Observasi adalah metode pengamatan
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap obyek penelitian. Ada definisi lain yaitu metode
pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara sistematis terhadap gejala-gejala
yang nampak pada obyek penelitian.4
Pelaksanaan
obsevasi dilakukan dengan tiga cara:
a.
Pengamatan secara langsung yaitu pengamatan yang
dilakukan tanpa perantara terhadap obyek yang diteliti.
b.
Pengamatan tidak langsung yaitu pengamatan terhadap
suatu obyek melalui perantara sesuatu alat atau cara baik dilakukan dalam
situasi sebenarnya atau tiruan.
c.
Partisipasi yaitu pengamatan yang dilakukan dengan cara
ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh obyek yang diditeliti.
Berdasarkan ketiga cara tersebut, maka dalam
penelitian ini peneliti mengunakan pengamatan langsung dan partisipasi.
Observasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan
eksistensi kelompok bermain dalam mengembangkan keberagamaan anak.
2.
Wawancara
Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.5 Metode ini merupakan metode pengumpulan
data yang utama, yang dipakai untuk menggali data yang tidak mungkin digali
dengan metode yang lainnya, seperti metode observasi dan dokumentasi. Dalam
penelitian ini yang dijadikan Informan atau orang yang diwawancara adalah
kepala kelompok bermain, wakil kepala kelompok bermain dan para pendidik.
3.
Dokumentasi
Yaitu
metode yang dilakukan terhadap kumpulam barang-barang yang mengandung
petunjuk-petunjuk tertentu. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data
tentang hal-hal atau variabel yang berupa benda-benda tertulis seperti:
catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, agenda dan sebagainya yang berkaitan dengan eksistensi kelompok
bermain dalam mengembangkan keberagamaan anak.6
D. Tehnik Analisis Data
Teknik analisis
data yang peneliti gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teknik analisis
deskriptif kualitatif, yaitu pengumpulan data berupa kata-kata, bukan
angka-angka. Hal ini dikarenakan adanya penerapan metode kualitatif.
Dalam menganalisis data ini, peneliti mendiskripsikan
dan menguraikan tentang upaya-upaya kelompok bermain Hajjah Mariyam Batu dalam
mengembangkan keberagamaan anak dan factor pendukung kelompok bermain Hajjah
Mariyam Batu dalam mengembangkan keberagamaan anak.
Setelah data terkumpul, maka data tersebut dianalisis
untuk mendapatkan konklusi. Adapaun metode yang penulis gunakan untuk
menganalisis data adalah:
1. Deskriptif Analisis
Untuk
menganalisis data-data tersebut penulis menggunakan deskriptif analisis, yaitu
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan
keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan
lain-lainnya) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya. Sedangkan menurut Winarno Surahmat (1996), bahwa metode
diskriptif analisis adalah menuturkan data yang ada, misalnya tentang situasi
yang dialami, satu hubungan kegiatan, pandangan, kegiatan, sikap yang nampak
atau tentang satu proses yang sedang
berlangsung, pengaruh yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul,
kecenderungan yang nampak, pertentangan yang meruncing, dan sebagainya. Beliau
mengungkapkan tentang metode analisis ini dengan dua arah, pertama memusatkan
diri pada masalah-masalah yang ada pada masa sekarang. Kedua, data yang
dikumpulkan disusun dijelaskan dan
kemudian dianalisis.7
Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi
kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data
tersebut mungkin berasal dari wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo,
dan dokumen resmi lainnya. Pada laporan demikian, peneliti menganalisis data
yang tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya.
2. Content Analysis atau Kajian Isi
Menurut Weber, Content Analysis atau kajian isi adalah
metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik
kesimpulan yang shahih dari buku-buku atau dokumen. Sedangkan kalau menurut
Holsi bahwa Content Analysis adalah
tehnik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan
karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis.8
E. Pengecekan Keabsahan Data
Supaya penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan maka
diperlukan :
1. Perpanjangan kehadiran peneliti
Peneliti
dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti
sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya
dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan
peneliti pada latar penelitian.
2. Ketekunan
pengamatan
ketekunan dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan
kemudian memusatkan diri pada hal-hal secara rinci.
3. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
perbandingan terhadap data.90
.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran
Umum Kelompok Bermain Hajjah Mariyam Batu
1. Sejarah Berdirinya Kelompok Bermain Hajjah Mariyam Batu
Kelompok
bermain Hajjah Mariyam Batu merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berada
di bawah naungan yayasan pendidikan Al-Ma’arif Nahdatul Ulama (NU) kota Batu.
Keberadaan kelompok bermain Hajjah Mariyam ini
awalnya didirikan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan bagi anak
usia dini terutama bagi anak usia dua setengah tahun sampai empat tahun
(sebelum memasuki taman kanak-kanak) dan juga guna mewujudkan anak didik yang
cerdas, beriman, dan berbudi pekerti luhur, sehingga tepatnya pada pada tanggal
15 Maret 2002 didirikan kelompok bermain Hajjah Mariyam ini.
Nama Hajjah
Mariyam diambil dari nama orang yang telah mewaqafkan tanah untuk didirikan
kelompok bermain ini yaitu Ibu Hajjah Mariyam Alwi.
Kelompok
bermain Hajjah Mariyam merupakan cabang dari taman kanak-kanak Hajjah Mariyam
Batu yang terlebih dulu berdiri yaitu pada tahun 1963. Yang membedakan kelompok
bermain ini dengan kelompok bermain yang lain adalah pada pola pendekatan
pendidikan yang digunakan yaitu mengunakan pendekatan Islami. Disini anak diarahkan,
dibimbing dan dikembangkan sikap, kepribadian, kecerdasan, dan bakatnya
berdasarkan nilai-nilai yang ada pada ajaran agama Islam.1
2. Lokasi Kelompok Bermain Hajjah Mariyam Batu
Lokasi kelompok
bermain Hajjah Mariyam Batu letaknya sama dengan lokasi taman kanak-kanak
Hajjah Mariyam yaitu terletak di Jalan W.R Supratman No. 26 Batu. Lokasi
sekolah ini dapat dikatakan ada pada jalur yang strategis, karena terletak
didekat pusat kota Batu yaitu alun-alun kota Batu, sehingga
memudahkan untuk menjangkau lokasi.
Selain itu
lingkungan sekitar kelompok bermain yang bersih dan aman juga ikut menunjang
proses belajar mengajar yang ada di kelompok bermain Hajjah Mariyam Ini.2
3. Struktur Organisasi Kelompok Bermain Hajjah
Mariyam Batu
Struktur organisasi dalam sebuah lembaga merupakan
sesuatu yang penting. Sebab hal itu berkaitan dengan masalah menejemen dan
pengelolaan dalam suatu lembaga.
Adapun lembaga kelompok bermain Hajjah Mariyam Batu
sebagai lembaga swasta yang berada dibawah naungan sebuah yayasan mempunyai
struktur organisasi seperti yang tertulis dibawah ini:
Keterangan:
Dewan Kelompok
Bermain : Agus Harianto, BA
Komite Kelompok
Bermain : Drs. Sukisno
Kepala Kelompok
Bermain : Nafi’ah
Wakil kepala Kelompok
Bermain : Tatik
Pendidik : Umi Farida S.Ag dan Elok Yuniati
4. Visi, Misi Dan Tujuan Kelompok Bermain Hajjah
Mariyam Batu
Adapun visi dan misi kelompok bermain Hajjah Mariyam
Batu adalah:
Visi
: Membina peserta didik agar bertakwa
kepada Allah SWT, berdasarkan ajaran Agama Islam Ahlussunnah wal jama’ah,
berbudi pekerti luhur, cerdas, terampil dan bertanggung jawab.
Misi : Menyelenggarakan
pendidikan pra sekolah yang menghasilkan keluaran yang memiliki kemampuan dasar
kearah perkembangan sikap dan nilai-nilai Islami, berilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki daya cipta yang tinggi, cakap dan mudah menyesuaikan diri
dengan pertumbuhan dan perkembangan, sehingga kelompok bermain Muslimat Hajjah
Mariyam Batu dicintai masyarakat.
Tujuan pembelajaran di kelompok bermain Hajjah Mariyam
adalah membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik
yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa,
fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
Sedangkan fungsi pembelajaran di kelompok bermain Hajjah Mariyam adalah:
a.
Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak
b.
Mengenalkan anak pada dunia sekitar
c.
Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik
d.
Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan
bersosialisasi
e.
Mengembangkan ketrampilan, kreativitas, dan kemampuan
yang dimiliki anak
5. Keadaan Pendidik
dan Anak Didik Kelompok Bermain Hajjah Mariyam Batu
a. Keadaan Pendidik
Jumlah tenaga pendidik dan
karyawan yang ada di kelompok bermain Hajjah Mariyam ini ada lima orang yang terdiri dari seorang kepala kelompok
bermain, tiga orang pendidik dan seorang karyawan yang bertugas sebagai tenaga
administrasi.
Pada awalnya Kelompok
Bermain Hajjah Mariyam ini hanya memiliki dua orang Pendidik. Tetapi, karenakan
bertambahnya anak didik di kelompok bermain ini maka diangkat seorang pengajar
lagi guna memudahkan para pendidik dalam
mendidik dan mengawasi anak didiknya.
Dalam sebuah lembaga
pendidikan tenaga pendidik memegang peranan yang sangat penting dalam proses
belajar mengajar karena itu diperlukan pendidik yang berkualitas yang dapat
memaksimalkan kemampuan anak didik agar menghasilkan keluaran yang bagus.
Tenaga pendidik yang ada di Kelompok Bermain Hajjah Mariyam ini dapat dikatakan
sudah cukup memadai karena semua pendidik
memiliki pendidikan keguruan yaitu pendidikan guru taman kanak-kanak
(PGTK) sehingga sesuai dengan profesi yang mereka jalani.
Daftar tenaga pendidik di Kelompok Bermain Hajjah
Mariyam Batu.5
NO
|
NAMA
|
TANGGAL L AHIR
|
IJAZAH
|
JABATAN
|
1
|
Nafi,ah
|
Batu, 03-05-1947
|
PGTK
|
Kepala Kelompok Bermain
|
2
|
Tatik
|
Batu, 23-05-1955
|
PGTK
|
Wakil Kepala Kelompok Bermain
|
3
|
Umi farida
|
Batu, 05-07-1979
|
S-1
|
Pendidik
|
4
|
Elok Yuniati
|
Batu, 26-07-1984
|
PGTK
|
Pendidik
|
5
|
Farida Nuria
|
Batu, 17-04-1984
|
SMA
|
Tata Usaha
|
b. Keadaan anak didik
Dalam kaitannya dengan perekrutan anak didik,
kepala sekolah menjelaskan bahwa kelompok bermain Hajjah Mariyam
memprioritaskan pada anak didik yang berasal dari keluarga muslim yang berusia
dua setengah tahun sampai usia empat tahun (memasuki taman kanak-kanak).
Ibu Tatik selaku Wakil kepala kelompok bermain
mengatakan bahwa pada saat ini anak didik yang terdaftar di kelompok bermain
Hajjah Mariyam Batu ada 23 anak didik, yang terdiri dari 14 orang anak perempuan dan 9 orang anak laki-laki.6
6. Sarana dan Prasarana
Dalam rangka mendukung terlaksananya kegiatan
belajar mengajar yang ada di Kelompok Bermain Hajjah Mariyam, maka kelompok
bermain ini ditunjang dengan adanya sarana dan prasarana yang cukup memadai. Adapun
sarana dan prasarana yang ada di Kelompok Bermain Hajjah Mariyam meliputi:
a. Ruang
kegiatan belajar
b. Ruang
pamong / pendidik dan administarasi
c. Halaman
tempat Bermain
d. Ruang
perputakaan
e. Ruang
UKS
f. Ruang
Mushola
g. Kamar
mandi
h. Ruang
Audio visual
i. Sarana
prasarana belajar antara lain meja dan kursi belajar anak, meja dan kursi
belajar guru, lemari / rak perlengkapan alat tulis, alat penerangan, peralatan
kesenian dan lain-lain.
j. Bermacam-macam bentuk alat permainan baik dalam maupun
diluar ruangan (seperti permainan puzzle, boneka, lego, ayunan, alat titian,
papan perosotan, dan lain-lain.).
k. TV
dan VCD
l. Tipe dengan bermacam-macam kaset lagu
anak-anak.
Dari data yang diperoleh
dari hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa sarana dan prasarana
pendukung proses belajar mengajar di kelompok bermain Hajjah Mariyam sudah
cukup memadai. Untuk meningkatkan sarana dan prasarana kepala kelompok bermain
mengatakan bahwa sarana dan prasarana yang ada akan terus ditambah sehingga
semakin lengkap dan bisa memenuhi kebutuhan anak didik.7
7. Kurikulum Pembelajaran Kelompok Bermain
Hajjah Mariyam Batu
Karena kelompok bermain
Hajjah Mariyam ini belum memiliki kurikulum sendiri maka kurikulum pendidikan
yang digunakan mengacu pada kurikulum pendidikan yang ada di taman kanak-kanak.
Hal ini juga disebabkan karena sistem pendidikan yang ada di kelompok bermain
dan taman kanak-kanak sama-sama mengunakan permainan sebagai metode penyampaian
pengetahuan yang diajarkan. Tetapi, tidak semua kurikulum pendidikan taman kanak-kanak
digunakan. Karena, masih harus disesuaikan dengan usia anak di kelompok
bermain.
Kepala kelompok bermain
dan para pendidik menjelaskan bahwa ruang lingkup kurikulum yang digunakan di
kelompok bermain Hajjah Mariyam meliputi aspek perkembangan:
a.
Moral dan nilai-nilai agama
b.
Sosial, emosional dan kemandirian
c.
Berbahasa
d.
Kognitif
e.
Fisik/psiko motorik
f.
Seni
Untuk menyederhanakan lingkup kurikulum dan
menghindari tumpang tindih, serta untuk memudahkan guru menyusun program
pembelajaran yang sesuai, maka aspek-aspek perkembangan dipadukan dalam bidang
pengembangan yang utuh mencakup: bidang pengembangan pembiasaan dan bidang
pengembangan kemampuan dasar.
a.
Bidang pengembangan pembiasaan
Bidang
pengembangan pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus
dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak. sehingga diharapkan dengan
pengembangan ini anak akan mempunyai kebiasaan yang baik. Bidang pengembangan
kebiasaan ini meliputi aspek perkembangan moral dan nilai-nilai agama,
pengembagan sosial, emosional, dan kemandirian. Dari aspek perkembangan moral
dan nilai-nilai agama diharapkan akan meningkatkan ketakwaan anak kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan membina sikap anak dalam rangka meletakkan dasar agar anak
menjadi warga negara yang baik. Aspek perkembangan sosial dan kemandirian
dimaksudkan untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar
dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun orang dewasa dengan baik serta
dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup. Contoh dari
kegiatan ini adalah membiasakan mengucapkan salam dan berjabat tangan dengan pendidik
ketika memasuki kelas, membiasakan selalu berdoa ketika akan melakukan sesuatu
kegiatan seperti ketika akan belajar, makan dan lain-lain.
b.
Bidang pengembangan kemampuan dasar
Bidang
pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh pendidik
untuk meningkatkan kemampuan kreatifitas sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Bidang pengembangan kemampuan dasar tersebut meliputi aspek perkembangan:
1) Berbahasa
Pengembangan
ini bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang
sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan meningkatkan
minat untuk dapat berbahasa Indonesia.
2)
Kognitif
Pengembangan ini bertujuan mengembangkan kemampuan berfikir
anak agar dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam
alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan
logika matematikanya dan pengetahuannya, serta mempunyai kemampuan untuk
memilah-milah, mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan
berfikir teliti.
3)
Fisik/motorik
Pengembangan ini bertujuan untuk memperkenalkan dan melatih
gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemanpuan mengelola, mengontrol gerakan
tubuh, serta meningkatkan ketrampilan tubuh dan cara hidup sehat. Sehingga,
dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat, sehat dan terampil.
4)
Seni
Pengembagan ini bertujuan agar anak dapat dan mampu
menciptakan sesuatu berdasarkan hasil imajinasinya, mengembangkan kepekaan, dan
dapat menghargai hasil karya yang kreatif.
kurikulum yang digunakan
pada waktu kegiatan pembelajaran di kelompok bermain Hajjah Mariyam Batu selalu diperbaharui dengan cara studi
banding, loka karya, seminar dan penataran yang dilakukan oleh para guru pendidik.
Studi banding ini biasanya dilakukan pada lembaga sejenis yang lebih maju.
Hasil studi banding tersebut kemudian diolah, dimodifikasi dengan cara
didiskusikan bersama-sama para pembimbing dengan kepala sekolah sehingga
nantinya bisa diterapkan dan sesuai dengan kondisi yang ada di kelompok bermain
Hajjah Mariyam ini.8
8. Materi
Kegiatan Pembelajaran Kelompok Bermain Hajjah Mariyam Batu.
Materi yang dikembangkan dalam kelompok bermain Hajjah
Mariyam Batu meliputi:
a.
Materi Pembelajaran Agama Islam
Materi pembelajaran Agama Islam itu meliputi:
1)
Keimanan
a)Mengenal Allah dan ciptaan-Nya
b)
Mengajari kalimat Thayibah
c)Mendegarkan ayat Al-Qur’an, Shalawat
dan lagu-lagu Islami.
2)
Ibadah
a)latihan gerakan-gerakan wudhu,
sholat dan bacaannya
b)
Membaca basmalah dan artinya
c)Membaca Hamdalah dan artinya
d)
Melatih bacaan doa-doa sehari-hari
3)
Akhlak
a)Melatih rukun dan bekerja sama
dengan teman
b)
Membiasakan bacaan basmalah dan hamdalah
c)Membiasakan bacaan salam dan membaca
salam
d)
Bimbingan Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
4)
Kemampuan yang perlu dikembangkan
a)
Mengenal diri sendiri
b)
Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
c)
Mengucapkan salam
d)
Bertegur sapa dengan orang dewasa dan teman sekitarnya
e)
Membiasakan suka menolong
f)
Menyelesaikan tugas yang diberikan
g)
Tertib mengikuti peraturan
b.
Materi pembelajaran kognitif
Pemberian materi ini
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berfikir anak untuk dapat mengolah
perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan
masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan logika matematikanya dan
pengetahuannya, serta mempunyai kemampuan untuk memilah-milah, mengelompokkan
sesuatu serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berfikir anak. Pemberian
materi ini diberikan dengan cara memberikan latihan mengurutkan benda berdasarkan
besar dan kecilnya, menghitung jumlah benda, mengelompokkan benda yang sama dan
lain-lain.
c.
Materi pembelajaran motorik kasar dan motorik halus
Anak berkembang menjadi individu yang utuh dengan
mengunakan pengindaraan, pikiran dan tubuh dalam melakukan aktivitas. Pemberian
materi ini bertujuan agar anak dapat melatih dan meningkatkan kemampuan
mengelola, mengontrol gerakan tubuh. Serta meningkatkan ketrampilan tubuh dan
cara hidup sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat, sehat
dan terampil. Contoh dari kegiatan ini
adalah dengan memberikan tugas pada anak untuk menghias benda, menyusun balok,
berlatih berdiri diatas satu kaki dan lain-lain.9
B. Pembahasan dan Analisis Data
Untuk memgetahui bagaimana eksistensi kelompok bermain
Hajjah Mariyam Batu dalam mengembangkan keberagamaan anak maka perlu diketahui
diantaranya:
1. Upaya kelompok bermain Hajjah mariyam Batu dalam
menunjang perkembangan keagamaan anak
Dalam menunjang perkembangan keberagamaan anak di
kelompok bermain Hajjah Mariyam, upaya yng dilakukan antara lain:
a. Kelompok bermain Hajjah Mariyam Batu memberikan jadwal
pengajaran materi agama kepada anak didik dan selalu menyisipkan pengetahuan
dan pesan-pesan keagamaan dalam setiap kali kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Sehingga, anak secara langsung maupun secara tidak langsung juga bisa
memperoleh pengetahuan agama yang bisa
memunjang perkembangan keagamaannya. Contoh: ketika murid sedang tugas mewarna
maka pendidik menerangkan terlebih dahulu apa gambar yang akan diwarna
tersebut. “Ini gambar apa anak-anak ?”, “Gambar gajah”, “Gajah itu ciptaan
siapa ?”, “Ciptaan Allah Bu guru”, “Karena gajah ciptaan Allah kita harus
sayang sama gajah”.10
b. Memberikan
jadwal materi yang bervariasi sehingga
anak tidak bosan yaitu:
NO
|
HARI
|
MATERI
|
KEGIATAN
|
1
|
SENIN
|
Pengembangan kreativitas
|
Mewarna,
mengambar, menempel, mengunting dan lain-lain
|
2
|
SELASA
|
Bercerita atau pemutaran film
|
Menbacakan
buku cerita dan memutarkan film-film dengan
cerita-cerita Islami
|
3
|
KAMIS
|
Pengenalan lingkungan dan olah
raga
|
berolah raga,
jalan-jalan ke tempat-tempat yang bisa menambah wawasan murid
|
4
|
JUM’AT
|
Agama
|
Praktek ibadah,
belajar mengaji dan belajar doa-doa
|
c. Selalu
membiasakan membaca doa ketika akan melakukan kegiatan dan juga belajar doa-doa
sehari-hari sehingga anak akan terbiasa membaca doa dalam kehidupannya. Contoh:
membaca doa ketika akan belajar, membaca doa untuk kedua orang tua, membaca doa
sebelum makan dan lain-lain.
d. Mengadakan
peringatan hari besar nasional dan peringatan hari besar Islam. Hai ini
dilakukan selain untuk mengenalkan pada anak pada hari besar nasional juga pada
hari besar keagamaan dan juga untuk menambah rasa cinta anak pada negara dan
agama. Misalnya mengadakan peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 1945, mengadakan
peringatan Maulud Nabi Muhamad Saw, dan lain-lain.
e. Melakukan evaluasi atau penilaian. Hal ini
dilakukan Untuk mengetahui bagaimana perkembangan yang terjadi pada anak
terutama untuk perkembangan keagamaannya. Oleh karena itu guru melakukan
evaluasi atau penilaian. Evaluasi atau penilaian.di kelompok bermain Hajjah
Mariyam ini dilakukan secara terus menerus. Yaitu dengan melakukan observasi
dan pengamatan yang dilakukan baik secara individu maupun secara kelompok. Hal
ini dilakukan oleh pendidik yang secara partisipatif ikut dalam kegiatan di
kelompok bermain. dengan berbagai cara
antara lain dengan:
1) Pengamatan
Pengamatan ini dilakukan setiap hari ketika kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan sikap anak. Hal ini
dilakukan dengan mengamati tingkah laku anak ketika kegiatan pembelajaran
berlangsung. Perkembangan yang diamati itu meliputi perkembangan keagamaan,
fisik, bahasa, koknitif, seni dan sosial emosional.
2) Portofolio
Penilaian ini diperoleh dari kumpulan hasil kerja yang diberikan pada
anak yang dapat menggambarkan sejauh mana ketrampilan anak berkembang. Misalnya
dari hasil mewarna, menempel, menggunting dan lain-lain.
3) Unjuk kerja
Ini merupakan penilaian yang menuntut anak untuk melakukan tugas dalam
perbuatan yang diamati, misalnya praktek menyanyi, olah raga, dan memperagakan
sesuatu.
Evaluasi
atau penilaian pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui perkembangan yang
terjadi pada anak. Apakah ada perkembangan pada anak didik sesudah diadakannya
penilaian. Karena dengan adanya penilaian ini diharapkan akan diketahui target
apa yang sudah dicapai oleh anak didik setelah mengikuti kegiatan belajar
mengajar di kelompok bermain Hajjah Mariyam.
2.
Metode Yang Digunakan Kelompok Bermain Hajjah Mariyam
Batu Dalam Menunjang Perkembangan Keagamaan Anak
Metode pengajaran ialah cara penyampaian bahan
pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar.11
Metode pengajaran yang digunakan dalam kelompok bermain ini anatara lain metode bermain, metode ceramah, metode
bercerita, metode Tanya-jawab, metode demonstrasi, metode karyawisata dam
metode pemberian tugas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan wakil kepala
kelompok bermain bermain yakni Ibu Tatik mengenai metode yang digunakan di
kelompok bermain Hajjah Mariyam, Ibu Tatik mengatakan bahwa metode yang
digunakan di kelompok bermain Hajjah Mariyam Batu sangat fleksibel dikarenakan
yang kita hadapi adalah anak usia dini dimana mereka selalu mengiginkan suasana
belajar yang menyenangkan. Sebagai contoh ketika anak-anak sedang tidak
bersemangat dalam belajar maka guru harus bisa memilih metode yang bisa menarik
minat anak didiknya seperti mengunakan tanya-jawab yang dapat memancing mereka
untuk berpartisipasi atau berusaha memadukan sejumlah metode dalam satu kali
pertemuan dan juga memvariasikan suatu metode dengan pendekatan seni tersendiri
seperti seni bermain, bercerita, dan menyanyi.12
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keagamaan
anak
Berdasarkan hasil wawancara dengan
guru di kelompok bermain Hajjah Mariyam Batu, maka dapat digambarkan bahwa
berhasil tidaknya perkembangan keagamaan anak tidak lepas dari beberapa faktor
yaitu:
a.
Pendidik
Walaupun seorang pendidik merasa kesal dengan tindakan dan prilaku anak
didiknya, misalnya anak didiknya membuat gaduh dikelas, sering menganggu
temannya dan kadang terlibat dalam pertengkaran yang disebabkan berebut mainan,
meskipun demikian guru harus tetap berusaha semaksimal mungkin untuk selalu
membimbing, mengarahkan anak dengan penuh kesabaran dan ketelatenan serta terus
memberikan nasehat dan pengertian, dimana pemberian nasehat dan pengertian
tersebut sekiranya bisa diterima oleh akal anak didik. Selain itu seorang
pendidik juga haris bisa memberikan teladan-teladan yang baik baik dari ucapan
atau tingkah laku karena pada anak-anak usia dini mereka sering meniru apa yang
mereka lihat atau dengarkan.
b.
Keluarga
Keluarga juga sangat dominan sekali dalam menunjang perkembangan
keagamaan anak sebab keluarga merupakan lingkungan pertama tempat anak tumbuh
selain di sekolah, dimana kebanyakan waktu mereka dihabiskan dengan keluarga.
Selama di sekolah perkembangan anak sepenuhnya ada di tangan sekolah, namun
setelah anak pulang tanggung jawab tersebut beralih kepada orang tuanya untuk
memberikan pendidikan yang baik bagi anaknya, dan menumbuh kembangkan potensi-potensi yang ada dalam
diri anak. Maka dari itu perlu adanya kerjasama antara pihak sekolah dan
keluarga khususnya orang tua. Guru kelompok bermain Hajjah Mariyam Batu
menjelaskan bahwa ada hubungan yang erat antara pihak sekolah dan orang tua
yaitu dengan saling memberikan informasi tentang perkembangan-perkembangan yang
terjadi pada anak.
c.
Teman Sebaya
Teman sebaya juga ikut berpengaruh dalam perkembangan keagamaan anak
sebab teman sebaya adalah tempat dimana anak bermain, berkumpul bersama dan
menjalankan aktifitasnya, maka dari itu perlu adanya pengawasan dari guru
maupun orang tua agar teman sebayapun bisa memberikan contoh yang baik dan
tidak mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang buruk.
d.
Masyarakat
Masyarakat adalah bagian dari lingkungan yang memiliki dampak terhadap
perkembangan keagamaan anak. Sebab masyarakat yang beraneka ragam bentuknya
memiliki corak budaya yang bermacam-macam pula, sehingga corak dan budaya
tersebut senantiasa akan memberikan pengalaman positif dan negatif pada anak.
Oleh karenanya guru dan orang tua harus selektif dan berhati-hati terhadap
lingkungan tempat anak bermain.13
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah
penulis melakukan penelitian dengan
mengunakan berbagai metode untuk memperoleh data yang valid, dapat
diketahui bagaimana eksistensi kelompok bermain terhadap perkembangan keagamaan
anak di kelompok bermain Hajjah Mariyam.
1.
Dalam menunjang perkembangan keagamaan anak di kelompok bermain Hajjah
Mariyam ini banyak sekali upaya-upaya yang dilakukan antara lain: memberikan jadwal
pemberian materi agama dan menyisipkan
pesan-pesan keagamaan dalam setiap kali kegiatan belajar mengajar berlangsung,
Memberikan jadwal materi yang
bervariasi, Selalu membiasakan anak untuk membaca doa ketika akan melakukan
kegiatan, belajar doa-doa sehari-hari dan juga belajar surat-surat pendek,
mengadakan peringatan PHBN dan PHBI, dan melakukan evaluasi atau penilaian
untuk mengetahui perkembangan yang terjadi pada anak. Dari upaya-upaya yang
dilakukan kelompok bermain Hajjah Mariyam ini anak didik telah banyak mengalami
kemajuan dalam perkembangan keagamaannya antara lain: anak mulai mengenal dan
hafal surat-surat pendek dan doa-doa kegiatan sehari-hari, bisa mengaplikasikan
hasil belajarnya di kelompok bermain ketika di rumah, dan memperoleh banyak
pengetahuan tentang agama di kelompok bermain.
2. faktor-faktor yang mendukung kelompok bermain
Hajjah Mariyam Batu dalam mengembangkan keberagamaan anak antara lain dari
pihak (a). Pendidik: bahwa pendidik di kelompok bermain dituntut untuk selalu
sabar, telaten serta terus memberikan nasehat, pengertian dan memberikan
teladan-teladan yang baik pada anak didiknya; (b). Keluarga: bahwa perlu adanya
kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan keluarga khususnya orang tua
dengan saling memberikan informasi tentang perkembangan yang terjadi pada anak;
(c). Teman sebaya: teman sebaya juga ikut berpengaruh dalam mengembangkan
keberagamaan anak sebab teman sebaya adalah lingkungan tempat anak bermain,
berkumpul dan menjalankan aktivitasnya sehingga perlu adanya pengawasan dari
guru dan orang tua agar teman sebaya bisa memberikan contoh yang baik; (d).
Masyarakat: masyarakat juga ikut berpengaruh dalam mengembangkan keberagamaan
anak sebab masyarakat yang beraneka
ragam bentuknya memiliki corak budaya yang bermacam-macam pula, sehingga corak
dan budaya tersebut senantiasa akan memberikan pengalaman positif dan negatif
pada anak. Oleh karenanya guru dan orang tua harus selektif dan berhati-hati
terhadap lingkungan tempat anak bermain.
B. Saran-Saran
Untuk meningkatkan perkembangan keagamaan anak usia
dini maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut:
1.
Kepada kelompok bermain Hajjah Mariyam Sebaiknya:
a.
Lebih meningkatkan menejemen pengelolaan lembaga
kelompok bermain mulai dari tata ruang dan menyediakan tempat yang lebih luas
sebagai tempat belajar mengajar.
b.
Lebih sering mengadakan studi banding ke
lembaga-lembaga yang lebih maju demi terwujudnya lembaga kelompok bermain yang
berkualitas.
c.
Lebih meningkatkan kerja sama dengan orang tua murid
dalam mengawasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
d.
Melengkapi sarana dan prasarana yang masih kurang dalam
kegiatan pembelajaran di kelompok bermain.
2.
Kepada para pendidik di kelompok bermain
a.
Untuk selalu Lebih meningkatkan hubungan dengan anak
didik dan juga orang tua murid.
b.
Berusaha untuk selalu sabar menghadapi tingkah laku
anak didik dan lebih telaten dalam mengajar.
3.
Kepada Masyarakat
Usia dini memegang peranan penting bagi proses perkembangan anak di masa
depan. Oleh karena itu kelompok bermain dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif bagi pendidikan anak usia dini untuk membantu menunjang perkembangan
anak.
- Kepada Para Orang Tua
Orang tua semakin sadar bahwa mendidik anak sejak dini sangatlah penting
sehingga perlu diperhatikan. Disinilah kewajiban orang tua mendidik anaknya
agar bisa menjadi manusia yang berkualitas dan berguna bagi diri, keluarga,
masyarakat dan negara.
0 komentar:
Posting Komentar