Sabtu, 30 Juni 2012

Konsepsi Pendidikan Islam Dalam Membangun Masyarakat Madani



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Ketika era reformasi bergulir, muncul  berbagai wacana format dan arah pembangunan masyarakat Indonesia, setelah selama 32 tahun bangsa Indonesia mengalami era kediktatoran dan sistem pemerintahan yang militeristik. Dengan kediktatoran ini, maka mahasiswa berusaha memberikan opini-opini publik tentang civil society (masyarakat sipil), yaitu dengan menolak Dwi Fungsi ABRI dan memberdayakan masyarakat sipil dalam alur pemerintahan. Dari sinilah berbagai komponen bangsa memberikan kontribusi pemikiran. Salah satunya, adalah pembentukan masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang berperadaban, mengedepankan pluralisme, tasamuh dan supremasi hukum tanpa meninggalkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Istilah masyarakat madani, menurut Fachry Ali, dilontarkan oleh DR. Anwar Ibrahim, yaitu sebagai sebutan dari masyarakat Madinah yang berada di zaman Rasulullah SAW. Tepatnya setelah adanya perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-7 H. Dimana salah satu butirnya, “Orang-orang Yahudi dan Muslim harus saling tolong-menolong dalam menghadapi orang yang hendak menyerang Yatsrib” (Shafiyur Rahman: 256).
Dalam Piagam Madinah, digambarkan nilai-nilai inklusifisme dan tasamuh bukan wujud pemaksaan kehendak dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 56), walaupun di Madinah terdapat 3 golongan besar, yaitu (1) sahabat-sahabat mulia (Anshar dan Muhajirin), (2) orang-orang Musyrik yang tidak mau beriman, dan (3) orang-orang Yahudi. Seiring dengan akhlaknya yang mulia, Rasulullah SAW terus berupaya mengembangkan dakwah Islamiyah pada seluruh kabilah di Madinah. Dampaknya, beliau ditunjuk sebagai pemimpin di Madinah oleh kaum Muslimin dan Musyrikin. Hal ini karena akhlaknya yang mulia dan sifatnya yang adil. Allah SWT berfirman,
 “Sesungguhnya pada diri Rasulullah (Muhammad) terdapat suri tauladan yang baik bagimu. Yaitu, bagi orang-orang yang mengharapakan Allah dan hari kemudian, serta ia banyak mengingat Allah” (QS. Al-Ahzab : 21).
Keberhasilan Rasulullah dalam membangun masyarakat Madinah salah satunya disebabkan oleh didikan Rasul pada para sahabat, dimana dilalui dengan pembinaan basic spiritual di Masjid Nabawi-Madinah. Kemudian Beliau melakukan konsolidasi internal dengan mempersaudarakan sahabat Muhajirin dan Anshar, bahkan termaktub dalam 16 butir perjanjian Hudaibiyah. Allah SWT menceritakan  kejadian ini dalam Al-Qur’an, surah Al-Hujurat, ayat 10. Ini membuktikan bahwa sistem pendidikan yang Allah SWT ajarkan melalui Rasulullah SAW sangat efektif dalam membangun masyarakat yang plural dalam mewujudkan masyarakat madani.
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Al-Jumu’ah : 2)


B.     Perumusan Masalah
Adapun pokok permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimanakah format pendidikan Islam dalam membangun masyarakat madani?”


C.     Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui format pendidikan Islam dalam membangun masyarakat madani.


D.    Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk menambah wawasan pendidikan Islam.
2.      Sebagai masukan bagi Pemerintah terutama Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama Republik Indonesia dalam merintis sistem pendidikan seperti yang telah dilakukan Rasulullah SAW, demi tercapainya tujuan yang dinginkan.    




 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.    Pendidikan Islam


            1. Pengertian Pendidikan Islam

            Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan kepribadian seseorang, sehingga ia menjadi manusia yang cerdas dan mampu memecahkan berbagai permasalahan hidup yang dihadapinya.
      Menurut Teori Psiko Klasik (Departemen Agama RI, 1997 : 128), pendidikan adalah suatu proses dari dalam (inner development). Sedangkan menurut Tohari Mustana (1999 : 82) pendidikan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan kepribadian manusia baik dari segi psikologi maupun dari segi psikopisik sesuai dengan hakekatnya. Agar menjadi insan kamil (manusia yang  sempurna)  dalam rangka mencapai tujuan akhir kehidupannya, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
            Kehidupan seperti ini hanya dapat dicapai dengan melaksanakan ajaran Islam. Karena Islam merupakan agama yang bersifat universal, yang bersumber dari Allah Swt. Kemudian diajarkan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril As. selanjutnya disampaikan kepada seluruh ummat manusia. Caranya dengan memahami Islam secara baik dan benar, yaitu melalui pendidikan islam.
            Menurut Departemen Agama RI (1997 : 12) pendidikan Islam adalah suatu proses penyampaian informasi untuk diserap oleh masing-masing pribadi. Sehingga informasi tersebut menjiwai cara berpikir, bersikap, dan bertindak baik untuk diri sendiri maupun terhadap Allah Swt. manusia dan lingkungan serta hubungannya dengan makhluk lain di alam semesta. Dalam kedudukannya sebagai hamba Allah, khalifah di muka bumi, ataupun sebagai ulama penerus para nabi.
            Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses untuk membentuk pribadi atau masyarakat yang Islami.
            2.Tujuan Pendidikan Islam

            Menurut Depag (1997 : 143) tujuan pendidikan Islam adalah untuk menciptakan manusia yang berakhlak Islam, beriman, bertaqwa, dan meyakininya sebagai suatu kebenaran serta berusaha dan mampu membuktikan kebenaran tersebut melalui akal, perasaan, dalam seluruh perbuatan dan tingkah lakunya sehari-hari.
            Pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan atau mentranformasikan ilmu dan keterampilan serta kepekaan rasa atau agama. Tetapi seyogyanya memberi perlengkapan kepada anak didik untuk mampu memecahkan persoalan-persoalan yang sudah nampak sekarang maupun yang baru nampak jelas pada masa yang akan datang. Mampu memecahkan persoalan yang dipandang sebagai kewajiban sendiri baik sebagai profesional yang terikat pada kode etik profesinya atau kerena adanya komitmen batin antara dirinya dengan Allah maupun sebagai kewajiban kemanusiaan yang secara sadar dan ikhlas memandang usaha tersebut sebagai langkah yang berguna bagi lingkungannnya. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berorientasi ke masa yang akan datang karena sesungguhnya anak didik masa kini adalah generasi penerus pada masa yang akan datang.

3. Fungsi Pendidikan Islam

Pendidikan Islam memiliki berbagai macam fungsi diantaranya adalah:

a.       Ibadah

Setiap Muslim dituntut untuk selalu menyembah kepada Sang Khalik (Allah Swt), sebagaimana firman-Nya, “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 5)
Esensi ibadah merupakan inti dari seluruh aktifitas kehidupan manusia dan jin (QS. Adz-Dzariyat : 56). Oleh karena itu, agar aplikasi ubudiyah baik kepada manusia maupun kepada Allah Swt. dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan ilahiyah yang telah ditetapkan, maka setiap pribadi muslim dituntut untuk mengetahui, memahami dan melaksanakan proses penghambaan secara komitmen dan benar, serta diperlukan adanya proses pendidikan sejak lahir hingga wafat agar mencapai tingkat ketaqwaan yang tinggi di sisi Allah Swt.
Allah Swt. menyerukan kepada manusia tentang urgensi pendidikan dalam Al-Qur’an:
 Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah : 122)

Dari pengetahuan yang mereka miliki inilah dijadikan sebagai bekal untuk proses pendekatan diri pada Allah Swt. agar termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memperoleh derajat yang tinggi disisi Allah Swt.

            b. Kewajiban Menjalankan Perintah Allah (Pewarisan Nilai-Nilai Islam)


Nabi Muhammad Saw. mewajibkan kepada seluruh ummat Islam baik laki-laki maupun perempuan untuk mencari ilmu pengetahuan. Karena dengan ketinggian derajat pengetahuan seluruh muslim dapat menjalankan perintah Allah Swt. demi mencapai keridhaan-Nya. Allah Swt. berfirman:
Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah) (QS. Al-An’am : 162-163).

Proses ketaatan kepada Allah Swt, merupakan ciri khas pribadi Muslim yang kokoh (QS. Al-Luqman : 22, QS. An-Nisa’:125), yaitu orang-orang yang menjalankan agama dengan konsekwen dan penuh mengharap rabbnya (QS.Al-Kahfi : 110). Inilah orang-orang yang mendapat gelar Mukhlisun oleh Allah Swt (QS.Shaad : 83). Dan mereka adalah orang-orang yang mendapat jaminan pahala yang besar dari rabbnya (Surga), sebagaimana firman-Nya:
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.(QS. An-Nisa’ : 114).


            c. Kesejahteraan Dunia dan Akhirat


Setiap manusia bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat (QS. Al-Baqarah : 201). Untuk memperoleh orientasi hidupnya, dibutuhkan adanya unsur yang menunjang, di antaranya adalah ilmu pengetahuan. Rasulullah Saw. Bersabda:
Barangsiapa yang mengharapkan kebahagiaan hidup di dunia, maka hendaklah ia menuntut ilmu pengetahuan. Dan barangsiapa ingin hidup bahagia di akhirat, hendaklah ia menuntut ilmu pengetahuan. Dan barangsiapa yang menghendaki keduanya, hendaklah ia menuntut ilmu pengetahuan juga (HR. Ibnu Sakir).

Tingkat kesejahteraan seseorang baik di dunia atau di akhirat, sangat tergantung pada usaha yang diperbuatnya (QS. An-Najm : 39), semakin besar pengorbanan yang ia keluarkan, maka semakin tinggi pula kesejahteraan yang ia peroleh. Rasulullah Saw. bersabda, “Ya Aisyah, ganjaran yang kamu peroleh sangat tergantung pada kepayahan yang kamu terima.” (HR. Bukhari). Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. menekankan bahwa setiap kedudukan dari masing-masing individu sangat tergantung pada amalan yang telah ia laksanakan. Perbuatan buruk akan memperoleh balasan setimpal dengan kekejiannya dan amal yang saleh akan memperoleh ganjaran sesuai dengan amal yang telah dikerjakannya. Allah Swt berfirman:
Pada hari itu manusia ke luar dari kuburannya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula(QS. Al-Zalzalah : 6-8).
Atas dasar inilah, maka Allah Swt. memerintahkan kepada manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan menjauhi berbagai larangan yang telah diatur dalam  Kitabullah. Kemudian biarkanlah Allah Swt. dan Rasul-Nya untuk menilai amalan yang telah ia kerjakan.

            d. Meninggikan Derajat


Ilmu pengetahuan merupakan kebutuhan pokok bagi peningkatan intelektual pada diri setiap manusia. Karena hanya dengan inilah, seseorang dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pembangunan yang dapat dirasakan oleh lingkungan sekitarnya. Jadi, wajar jika pengembangan ilmu pengetahuan mempunyai korelasi yang kuat dengan kedudukan seseorang di masyarakat. Semakin besar investasi sumber daya manusia yang ia tanamkan, semakin besar pula jasa yang  diberikan kepada masyarakat. Manfaatnya adalah tingginya penghormatan masyarakat yang diberikan kepadanya. Hal ini sesuai dengan sunnatullah sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:
Dan apabila dikatakan: berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan(QS. Al Mujadillah : 11).


            4. Lembaga-lembaga Pendidikan


            Di Indonesia setidaknya ada tiga lembaga pendidikan dilihat dari sisi materi Islam yang disampaikan ( Maksum Mochtar,1996:3 ),yaitu sebagai berikut:

            a.Sekolah Umum

            Yaitu, sekolah yang langsung dikelola oleh departemen Pendidikan Nasional atau instansi swasta dengan bobot jam pelajaran umum yang sangat banyak dan agama yang sangat sedikit (dua jam pelajaran). Sekolah ini cenderung mengesampingkan pelajaran-pelajaran keagamaan dan hanya mempelajari pengetahuan umum, sehingga anak didik yang dihasilkan cenderung sekuler dan orientasi hidupnya hanyalah materi.

            b. Pesantren

            Yaitu, lembaga pendidikan yang mayoritas mengajarkan ilmu-ilmu agama dan sedikit ilmu-ilmu umum. Wadah pendidikan ini cenderung melakukan dikotomi ilmu pengetahuan. Akibatnya anak didiknya pun tidak menghasilkan pemikiran yang universal tentang islam. Mereka menjauhi  dunia dan terfokus pada kegiatan keakhiratan.

            c. Madrasah

            Yaitu lembaga pendidikan yang mencoba mengkombinasikan ilmu-ilmu agama dan keilmiahan agar terbentuk fikrah yang syumul (menyeluruh) terhadap islam. Orientasinya akhirat dengan tetap terpatron kepada dunia merupakan ciri khas dari sifat tawazun (seimbang) dari lembaga pendidikan ini. Dari sinilah terbentuk kader-kader harapan yang dapat membangun masyarakat agar sejahtera dunia dan akherat. “Wahai Tuhan kami berikanlah keselamatan pada kami di dunia dan di akhirat.”(Qs.Al-Baqarah: 102)

5.      Perangkat-Perangkat Pendidikan Islam.


            Untuk mendukung keberhasilan suatu pendidikan diperlukan adanya perangkat-perangkat penunjang. Menurut Mastuhu (1996: 25) perangkat-perangkat pendidikan islam terdiri dari:
a. Aktor atau pelaku, yaitu guru dan murid.
b. Sarana perangkat keras, yaitu masjid dan gedung sekolah.
c. Sarana perangkat lunak, yaitu tujuan pendidikan, kurikulum.


B. Masyarakat Madani

            1. Pengertian Masyarakat Madani
            Kata madani dalam bahasa inggris sering  diterjemahkan sebagai civil society. Sedangkan konsep masyarakat madani  dalam bahasa arab mengacu minimal pada dua hal (Abdurrahman 1999 : 13). Pertama, kehidupan Rasulullah dengan pesona keberhasilannya membangun dan membina masyarakat yang plural, demokratris, damai, saling menghormati, berdasarkan hukum, hak dan tanggug jawab bersama.
            Kedua, dalam konteks sosiologis dunia arab, madani memberi makna kota yang menjanjikan peradaban yang lebih makmur dibandingkan dengan daerah-daerah yang hanya dihiasi dengan panorama gurun pasir yang minus air.
            Masyarakat madani memang memiliki kesamaan dengan civil society. Namun tidak identik. Rojaya (1999 :35) membedakan setidaknya dengan dua aspek, yaitu aspek historis dan cakupan maknanya. Dilihat dari segi historis, asal mula madani berpangkal dari perjanjian dengan kesepakatan masyarakat untuk beralih dari kehidupan alamiah yang primitif kearah yang lebih positif. Sedangkan dari tinjauan keislaman didasarkan pada masa lalu yang pasti, yaitu pengalaman umat islam sendiri sepanjang masa keemasannya (Fathi Oesman , 1990 : 68)
            Adapun menurut cakupan maknanya, Didin Hafiduddin di ITB,1999 berpandangan bahwa masyarakat madani mencakup paradigma politik, kemanusiaan dan agama. Jadi, masyarakat madani lebih luas maknanya dibandingkan dengan civil society. Karena civil society hanya berorientasi pada paradigma politik.
            jiwa, ketakutan terkena musibah. Kekeringan nilai sepiritual inilah yang Yusuf Qardawi (1996 : 35-82) memaparkan kegagalan pembentukan masyarakat madani. Hal ini ditandai dengan munculnya   berbagai peradaban yang bersifat negatif di dunia barat, seperti dekadensi moral, keretakan keluarga, kegelisahan berakibat hilangnya nilai-nilai kemanusiaan sehingga terdapat fanatisme suku, tawuran antar pelajar dan meningkatnya angka kriminalitas.

            2. Faktor-faktor yang Mendukung Terwujudnya Masyarakat Madani

            Dalam membangun masyarakat madani diperlukan adanya faktor pendukung, yaitu sebagai berikut:
a. Pemimpin yang kredibel dan bertanggung jawab (Kartono Muhammad, 1999 :171)

            Sesuai dengan firman Allah Swt:

Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapakan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesunguhnya Allah Maha mendengar dan Maha Malihat. Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah, taatilah rasul, dan ulil amri diantara kalian.(QS. An Nisa : 58-59)

            Melalui ayat di atas, Allah meyerukan kepada manusia untuk memberikan amanah kepada orang yang memiliki kemampuan dibidangnya masing-masing dengan berpedoman kepada Allah dan Rasul-Nya agar mereka mampu menegakkan norma keadilan kepada seluruh masyarakat tanpa menyia-nyiakan amanah dan bersifat arogan serta memaksakan kehendak. Rasulullah Saw bersabda:
Jika amanah disia-siakan maka tunggulah kehancuranny.” Sahabat bertanya: Bagaimanakah menyia-nyiakannya? Beliau menjawab:Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya maka trunggulah saat kehancurannya.(HR.Bukhari)

            b. Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Nurcholis Madjid, 1999 : 161)

            Agar dalam sistem pemerintahan itu berjalan dengan efektif maka diperlukan adanya sistim pangawasan baik internal maupun eksternal. Secara internal, sistem pengawasan dapat dilaksanakan oleh pemimpin kepada bawahannya. Sedangkan secara eksternal, pengawasan dapat dilaksanakan melaui pihak oposisi atau  lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, LSM, Mahasiswa, pers, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt,”Dan hendaklah ada di anatara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajkan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar.”(QS. Ali Imran : 104)                          
            Adapun metode pengontrolannya yaitu dengan bijaksana sebagaimana firman Allah Swt:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekililingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membuatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadanya.(QS. Ali Imran : 159)         

      Dari pembentukan pribadi-pribadi yang berakhlak mulia inilah, maka mereka dapat mengajak keluarga dan sahabat-sahabat karibnya untuk mempelajari Islam secara kaffah, sebagaimana Rasulullah memberikan dakwah secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan kepada kerabatnya-kerabatnya. Hal ini dimulai sejak rasulullah menerima wahyu surat Al Muddatsir ayat 1-7 yang berbunyi:
Hai orang yang berkemul (berselimut) bangunlah dan beri peringatan, dan Tuhanmu Agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah dan perbuatan dosa tinggalkanlah dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak dan untuk memenuhi perintah Tuhanmu, bersabarlah. (QS. Al Muddatsir : 1-7)

      Setelah Rasulullah berdakwah kepada kerabat dekatnya (QS. Asy Syura: 214),  beliau menyampaikan dakwah secara terang-terngan kepada seluruh masyarakat, baik di Makkah maupun di Madinah untuk meninggalkan perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt dan berusaha untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya, sebagaimana firman Allah Swt:
Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan memurnikan agama padanya dan menjalankan agama dengan lurus dan supaya mereka mendirika shalat, menunaikan zakat dan demikian itulah agama yang lurus. (QS. Bayyinah : 5)

Kemudian setelah dakwah terang-terangan (jahriatul da’wah), Rasululah membangun sebuah masyarakat yang plural, inklusif (keterbukaan), tasamuh (toleransi beragama) yang diimplementasikan dalam sebuah  perjanjian Madinah pada tahun keenam Hujriah. Dari sinilah terbentuk sebuah contoh masyarakat yang kokoh dan mengedepankan supremasi hukum atau yang lebih dikenal sebagai masyarakat madani.
      Jadi, masayarakat madani akan terbentuk apabila adanya kaderisasi pada setiap pribadi muslim dengan mengikuti pendidikan islam yang kaffah, sehingga ia dapat menyinari (mendakwahi) orang lain kejalan kebenaran. Sebagaimana firman Allah Swt:
Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu, keluargamu dari api neraka, yang kayu bakarnya adalah manusi dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang doperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjkan apa yang diperintahkan-Nya.(QS. Ath Thahrim : 6)

c. Mengedepankan supremasi hukum (Nurcholis Madjid, 1999 : 210)

            Mengedepankan supremasi hukum berarti bahwa setiap komponen masyarakat dari kelas bawah sampai kelas atas memiliki kedudukan yang sama di depan hukum tanpa adanya diskriminasi dalam hal penetapan hukum. Dalam Al Qur’an Allah menerangkan pada surat Al Baqarah ayat 143,”Begitulah kami jadikan kamu sebagai umat yang pertengahan, supaya kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan rasul menjadi saksi pula atas perbuatan kamu.”
            Inti supremasi hukum  tersebut adalah seperti yang tercantum dalam firman Allah Swt:
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan  janganlah engkau menuruti hawa nafsu mereka, dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkam kamu dari sebagian apa telah yang telah diturunkan  Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari apa yang telah diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa Allah menghendaki menimpakan musibah - musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan kebanyakan manuasia adalah orang-orang fasik. Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?(QS. Al Maidah : 45-59)

d. Pendidikan islam (Ahmad Hatta, 1999 : 210)

            Pembangunan masyarakat madani tidak terlepas dari dukungan pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal, yang dilaksanakan melalui aturan-aturan ilahiyah yang bersifat holistik dan universal tanpa adanya sebuah dikotomi pemikiran dan sekat-sekat waktu yang membatasi proses pembinaan itu sendiri.Rasullah Saw. Bersabda, “menuntut ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki maupun musli perempuan.”(HR.Bukhari dan Muslim). Artinya pendidikan tidak mengenal jenis kelamin dan berlaku bagi seluruh umat islam.Dalam hadis lain Rasulullah bersabda:”Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai liang lahat.”(HR.Ibnu Abdul Badri)
            Hadis di atas, menunjukan bahwa Rasulullah Saw. sangat menganjurkan supaya pembinaan dilakukan sejak dini agar hakekat kehidupan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah (QS. Az – Zariat: 56) dapat dilaksanakan secara optimal dan hasilnya, yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat dapat dirasakan oleh setiap orang yang mengaktualisasikan esensi islam islam (QS. Al Baqarah: 201)
            Indikasi keberhasilan pendidikan dapat terlihat dari ketaqwaan kepada Allah Swt. (QS. Alhujarat: 13). Semakin tinggi ketaqwaan seseorang kepada Allah maka semakin tinggi pula kedudukan ia dengan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Dan inilah orang-orang yang disebut dalam Al Qur’an sebagai ulama. Allah Swt berfirman,” Katakanlah: adakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui, Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat mnenerima pelajaran.”(QS. Az - Zumar : 9)
            Rasulullah Saw bersabda:”Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. Ibnu Najjar). Merekalah yang mengemban amanat ilahiyah denga tetap berpegang teguh pada Al Qur’an dan sunnah walaupun berbagai macam akibat negatif   akan diterima, karena misinya hanya satu yaitu berupa pembangunan akhlak manusia. Rasululah bersabda,” Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.”(HR. Ahmad). Melalui perbaikan ahlak manusia diharapkan terwujud pribadi-pribadi yang mulia hingga ahirnya terbentuk masyarakat islami dan bercirikan madani.




BAB III

METODE PENELITIAN



A.    Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian adalah konsep pendidikan Islam dan masyarakat madani. Konsep pendidikan islam dalam penelitian ini dibatasi hanya pada konsep pendidikan yang sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits serta dapat menunjang terbentuknya masyarakat madani. Masyarakat madani yang dimaksud di atas adalah sebuah masyarakat yang plural,mengedepankan supremasi hukum tasamuh (toleransi) dan demokratis, seperti yang pernah dibangun Rasulullah setelah beliau hijrah ke Madinah melalui perjanjian Madinah.

B.     Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam peneletian ini adalah data sekunder dan bersifat kualitatif yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits, pendapat para ahli, telaah pustaka dan dari hasil penelitia terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan semua referensi-referensi yang diperlukan, baik berupa buku, jurnal maupun hasil penelitian terdahulu.

C.     Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis konsep pendidikan islam dalam membangun masyarakat madani adalah teknik formulasi skema, yaitu dengan cara membandingkan antara konsep pendidikan Nasionall yang telah ada dengan konsep pandidikan islam yang berdasarkan Qur’an dan Hadits yang dirumuskan dalam penelitian ini. 







LEMBAR PENGESAHAN


Karya Ilmiah pada Musabaqah Tilawatil Qur’an
Dengan Judul:


Konsepsi Pendidikan Islam Dalam Membangun Masyarakat Madani





Oleh:

                        Agus Lukman Hakim                          .(97110286/EKM)
                        Sarijo                                                   (97112920/EKA)
                        Awaluddin Azril                                 (98110449/EKM)



Dengan ini disahkan untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah(LKTI) Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) di Gorontalo.


                                                                                         Darussalam,  2 April 2001


            Mengetahui,                           
            Pembantu Dekan III                                                   Pembimbing,
Fakultas Ekonomi Unsyiah



Drs. Azhar Puteh,M.Si                                           ( Ikram Said,SE )

NIP 130 515 139                                                       

Menyetujui,
Pembantu Rektor III
Universitas Syiah Kuala




DR. Ir. Agus Salim,M.Sc

                                          NIP 131 415 857




KONSEPSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBANGUN
MASYARAKAT MADANI




D
I
S
U
S
U
N




OLEH:





                        AGUS LUKMAN HAKIM              (97110286/EKM)
                        SARIJO                                             (97112920/EKA)
                        AWALUDDIN AZRIL                    (98110448/EKM)









UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2001
                       



































BAB IV
PEMBAHASAN

B.     Fungsi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki berbagai macam fungsi diantaranya adalah:
1.      Ibadah
Setiap Muslim dituntut untuk selalu menyembah kepada Sang Khalik (Allah SWT), sebagaimana firman-Nya:



“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” (QS. Al-Fatihah : 5).

Esensi ibadah merupakan inti dari seluruh aktifitas kehidupan manusia dan jin (QS. Adz-Dzaariyat : 56). Oleh karena itu, agar aplikasi ubudiyah baik kepada manusia maupun kepadda Allah SWT dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan Ilahiyah yang telah ditetapkan, maka setiap pribadi Muslim dituntut untuk mengetahui, memahami dan melaksanakan proses penghambaan secara komitmen dan benar, diperlukan adanya proses pendidikan sejak lahir hingga wafat agar mencapai tingkat ketakwaan yang tinggi disisi Allah SWT.
Allah SWT menyerukan kepada manusia tentang urgensi pendidikan dalam Al-Qur’an, surah At-Taubah,  ayat 122, “Tidak sepatutnya bagi orang-orang Mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. Dari pengetahuan yang mereka miliki inilah dijadikan sebagai bekal untuk proses pendekatan diri pada Allah SWT agar teermasuk ke dalam golongan orang-orang yang memperoleh derajat yang tinggi disisi Allah SWT.
    
2.      Kewajiban Menjalankan Perintah Allah (Pewarisan Nilai-Nilai Islam)
Nabi Muhammad SAW mewajibkan kepada seluruh ummat Islam baik laki-laki maupun perempuan untuk mencari ilmu pengetahuan. Karena dengan ketinggian derajat pengetahuan seluruh Muslim dapat menjalankan perintah Allah SWT demi mencapai keridhaan-Nya. Allah SWT berfirman:





“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS. Al-An’aam : 162-163).
Proses ketaatan kepada Allah SWT, merupakan ciri khas pribadi Muslim yang kokoh (QS. Al-Luqman : 22, QS. An-Nisa’:125), yaitu orang-orang yang menjalankan agama dengan konsekwen dan penuh mengharap rabbnya (QS.Al-Kahfi : 110). Inilah orang-orang yang mendapat gelar Mukhlisun oleh Allah SWT (QS.Shaad : 83). Dan mereka adalah orang-orang yang mendapat jaminan pahala yang besar dari rabbnya (Syurga), sebagaimana firman-Nya:






“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar” (QS. An-Nisaa’ : 114).

3.      Kesejahteraan Dunia-Akhirat
Setiap manusia bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat (QS. Al-Baqarah : 201). Untuk memperoleh orientasi hidupnya, dibuttuhkan adanya unsur yang menunjang diantaranya adalah ilmu pengetahuan. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mengharapkan kehidupan dunia (bahagia), maka diwajibkan kepadanya ilmu pengetahuan. Dan barangsiapa ingin hidup bahagia di akhirat, hendaklah ia mencari ilmu pengetahuan. Dan barangsiapa yang menghendaki keduanya, hendaklah ia mencari ilmu pengetahuan juga” (HR. Ibnu Sakir).
Tingkat kesejahteraan seseorangbaik di dunia atau di akhirat, sangat tergantung pada usaha yang diperbuat (QS. An-Najm : 39), semakin besar pengorbanan yang ia keluarkan, maka semakin tinggi pula kesejahteraan yang ia peroleh. Rasulullah SAW bersabda, “Ya Aishah, ganjaran yang kamu peroleh sangat tergantung pada kepayahan yang kamu terima” (HR. Bukhari). Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menekankan bahwa, setiap kedudukan dari masing-masing individu sangat tergantung pada amalan yang telah ia laksanakan. Perbuatan buruk akan memperoleh balasan setimpal dengan kekejiannya dan amal yang saleh akan memperoleh ganjaran sesuai dengan amal yang telah dikerjakannya. Allah SWT berfirman:




“Pada hari itu manusia ke luar dari kuburannya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”(QS. Al-Zalzalah : 6-8).
Atas dasar inilah, maka Allah SWT menyuruh kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan menjauhi berbagai larangan yang tetlah diatur dalam  kitabullah. Kemudian biarkanlah Allah SWT dan Rasul untuk menilai amalan yang telah ia kerjakan.



4.      Meninggikan Derajat
Ilmu pengetahuan merupakan kebutuhan pokok bagi peningkatan intelektual pada diri setiap manusia. Karena hanya dengan inilah, seseorang dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pembangunan yang dapat dirasakan oleh lingkungan sekitarnya. Jadi, wajar jika pengembangan ilmu pengetahuan mempunyai korelasi yang kuat dengan kedudukannya di masyarakat. Semakin besar investasi sumber daya manusia yang ia tanamkan, semakin besar pula jasa yang ia berikan kepada masyarakat. Manfaatnya adalah tingginya penghormatan masyarakat yang diberikan kepadanya. Hal ini sesuai dengan sunnatullah sbagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an, surat Al-Mujaadilah, ayat 11:




“…………dan apabila dikatakan: berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

C.     Materi Pendidikan Islam
Sifat materi hendaknya dinamis dan tidak statis, selalu dapat diperbaiki kemajuan akan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan masyarakat. Sedangkan materi kurikulum dalam rangka intrakurikuler hendaknya meliputi seluruh pokok-pokok ajaran Islam; hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam yang dilengkapi dengan aqli maupun naqli, hikmah dan manfaatnya; (1) tilawah, (2) ta’lim, dan (3) tadzkiyah.


D.    Guru Dan Murid
Untuk terlaksananya proses pendidikan dengan baik, diperlukan adanya guru (mu’alim) dan murid (muta’alim).Guru merupakan individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan murid, sedangkan murid merupakan individu yang dipenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah lakunya. Tetapi dalam proses kehidupan dan pendidikan secara umum batas antar keduanya sulit untuk ditentukan, karena adanya saling isi-mengisi, butuh-membutuhkan, meniru dan ditiru, juga memberi dan menerima informasi yang dihasilkan akibat adanya komunikasi dimulai dari kepekaan indra, pikiran, daya apresiasidan keterampilan untuk melakukan sesuatu yang mendorong kepada internalisasi dan individualisasi pada pribadi itu sendiri, yang kemudian melahirkan interaksi dengan individu-individu lainnya didalam kehidupan sesuai dengan lingkungan yang dimasukinya.
Ada beberapa hal yang harus dimiliki seorang guru sebelum ia mengajar atau mendidik muridnya, yaitu:
1.      Harus terlebih dahulu mengetahui apa yang perlu diajarkan.
2.      Mengetahui secara keseluruhan bahan yang perlu diberikan kepada muridnya.
3.      Harus mempunyai kemampuan menganalisa materi yang diajarkannya.
4.      Harus mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah diapati.
5.      Mampu mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan telah dilakukan.
6.      Mampu memberikan penghargaan dan tindakan hukuman terhadap perilaku baik dan buruknya serta dapat memberikan persuasi dan motivasi didalam proses belajar-mengajar.
Salah satu objek dari pendidikan adalah murid. Keberhasilan seorang murid sangat bergantung pada beberapa hal:
a.       Rajin dan bersungguh-sungguh, yaitu adanya usaha yang optimal dari murid untuk mencari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan selalu bertawakkal kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:



“ Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-An’am : 132)
b.      Sabar dalam menuntut ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan korelasi yang kuat antara kesabaran tinggi dengan usaha yang maksimal, sehingga seluruh daya yang dijalankan memiliki tingkat kontinyuitas yang berkesinambungan dan dapat menghadapi segala cobaan yang diterima dalam menuntut ilmu pengetahuan. Urgensi sabar dapat dipetik hikmahnya pada kisah Nabi Musa AS yang ingin mencari ilmu pengetahuan pada Nabi Khaidir AS (QS. Al-Kahfi : 66-82).
c.       Niat yang ikhlas yang mengiringi setiap amalan. Bila dilaksanakan akan memperoleh keberhasilan. Sehingga pentingnya niat ini, Allah singgung dalam Al-Qur’an, surat Ali Imran, ayat 145:



“………Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.
Atas dasar inilah, maka setiap pribadi Muslim dituntut untuk memiliki niat yang baik dan ikhlas yaitu hanya untuk mencapai keridhaan Allah SWT, sebagaimana janji-Nya:


“………Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri………”(QS. Al-Baqarah : 272).

E.     Teknik pengajaran
Ada beberapa macam teknik pengajaran yang dapat dijadikan acuan mengajar, yaitu:
1.      Teknik Ceramah
Teknik ceramah adalah suatu teknik penyajian materi kepada anak didik yang disampaikan dengan lisan dan merupakan suatu uraian lengkap ceramah. Guru harus mengorganisasikan materi sedemikian rupa, sehingga si anak diberi gambaran secara keseluruhan terlebih dahulu, kemudian menjelaskan kaitan-kaitan satu sama lain pembahasan dan kemudian mengumpulkannnya dengan pertimbangan dari kemungkinan rata-rata anak-didik dapat menyerap materi itu, dalam hal ini perlu diperhatikan faktor seks, umur, profesi dan jenjang atau kelas atau pengalaman. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nahl :125, yang artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

2.      Teknik Tanya Jawab
Teknik tanya jawab ialah suatu teknik mendidik dan mengajar dengan menggunakan tanya jawab tentang bahan (materi) yang akan dibahas baik yang dilakukan oleh gurru maupun oleh anak-didik. Teknik merupakan penjabaran daripada teori ilmu jiwa yang berdasar kepada rumus stimulus-respons (rangsangan dan jawaban) yang bentuk-bentuknya secara bertahap juga disesuaikan dengan kemampuan rata-rata kelas. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat An-Nahl : 43 dan Al-Anbiya’ : 7 berikut:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An-Nahl : 43)
“Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad) melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanykanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Anbiya’: 7).

3.      Teknik Diskusi
Diskusi adalah suatu teknik pendidikan yang digunakan untuk mendalami, memecahkan dan mengembangkan gagasan melalui tanya jawab dan pernyataan-pernyataan pendapat baik yang positif maupun yang negatif, baik secara terbimbing maupun terbuka. Sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nahl : 125.

4.      Teknik Pemberian Tugas untuk Belajar di Luar Kelas
Sering juga disebut dengan pekerjaan rumah, yaitu pemberian tugas khusus di luar jam pelajaran. Dalam pelaksanaan teknik ini anak-didik dapat mengerjakan tugasnya tidak hanya di rumah, tapi mungkin juga di perpustakaan, di laboratorium, di masjid, di masyarakat dan sebagainya untuk dilaporkan kepaeda guru. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qiyamah, ayat 17-18   dan surat Thaha : 114 yang artinya:





F.      Tahap-Tahap Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki sasaran yang konkrit bagi pembentukan kepribadian sampai dengan suatu negara yang berazaskan Islam. Sebelum melakukan tahapan-tahapan yang puncak terlebih dahulu memasuki fase-fase pendahuluan.
Tahapan Pertama, dalam pendidikan Islam berkaitan dengan pembentukan pribadi Muslim secara individual baik dari segi kejiwaan, pemikiran, perasaan, maupun jasadiyah (fisik). Dengan pembentukan individu-individu seperti ini diharapkan muncul pribadi-pribadi Muslim yang siap dalam mengemban dakwah Islamiyah pada masyarakat sekelilingnya, sehingga terdapat adanya transformasi nilai dari satu individu kepada individu lainnya secara berkesinambungan dan tepat sasaran. Allah SWT berfirman:



“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” (QS. Fushshilat : 33)

Tahapan Kedua, pembentukan rumah tangga Muslim. Unit rumah tangga setidaknya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Masing-masing unsur dari keluarga tersebut merupakan objek dari pendidikan Islam. Secara individual dan selanjutnya terdapat perikatan yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Dari kekokohan dan komitmen keluarga pada akidah Islam terwujudlah kehidupan yang dikendalikan dengan tata nilai dan akhlak Islami. Masing-masing anggotanya hidup secara Islam dengan mengindahkan hukum halal dan haram, dinaungi adat syariat dan hukum Islam dalam berinteraksi dengan keluarga, sahabat, dan lingkungan sekitarnya. Karena itu, rumah tangga seperti ini merupakan persemaian masyarakat Islam, sebagaimana do’a yang dianjurkan Allah SWT:



“Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Furqaan : 74).

Tahapan Ketiga, merupakan lanjutan dari tahapan pertama, yaitu mengumpulkan sosok da’I yang telah terbina dan mengorganisirnya dengan tujuan untuk melakukan manuver dakwah pada masyarakat secara sistematis dan inklusif agar dapat menumbuhkan kembali semangat keislaman pada mereka hingga akhirnya mereka sadar bahwa Islam adalah kultur Ilahiyah (Undang-undang Allah SWT) yang mengatur dan menyentuh seluruh aspek tanpa ada sekat-sekat pemikiran dalam berbagai aktifitas kehidupan manusia. Karena itulah sebuah lingkungan Islami sekaligus masyarakat yang Islami dapat kita realisasikan dalam kehidupan manusia. Pentingnya aspek ini dapat kita lihat pada firman Allah SWT:





“………Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolomg dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah : 2)

Apabila kumpulan-kumpulan keluarga Muslim membangun nilai ukhuwah Islamiyah yang kokoh dimulai dengan proses ta’awun (saling kerjasama), tanatsur (saling menolong), dan tarahum (saling mengasihi), maka kehidupan yang mengedapankan nilai pluralisme tasamuk (toleransi), inklusifisme (keterbukaan), serta setiap aktifitas yang memiliki esensi persaudaraan dan persatuan akan mewarnai seluruh kehidupan masyarakat. Inilah maknanya, bahwa madani atau madaniyah yang bersendikan pada aqidatul Islam dan tanpa mengesampingkan perbedaan-perbedaan baik berupa suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), hanya dapat dibentuk melalui proses pendidikan Islam yang syumuliyah (menyeluruh) tanpa mengurangi esensi daripada Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum bagi seluruh aktifitas masyarakat Islami. Era seperti inilah yang kita kenal dengan civil society dengan platform Islam sebagai pedoman hidup seluruh tatanan masyarakat.
Allah SWT berfirman:







“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara kamu menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (daari hukum yang diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah pada mereka, dan sesungguhnya kebanyakn manusia adalah orang-orang fasik. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik?” (QS




 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


A.    Kesimpulan


1. Pembentukan masyarakat madani hanya bisa direalisasikan dengan pelaksanaan pendidikan islam secara menyeluruh dan berdasarkan pada Al- Qur’an dan Hadits.
2. Faktor-faktor yang mendukung terhadap keberhasilan pendidikan islam adalah materi pendidikan kurukulum), guru, murid, sarana pendidikan ( gedung sekolah dan masjid ) dan teknik pengajaran
3. Adapun tahap-tahap pendidikan Islam yang harus dilalui dalam membangun masyarakat madani adalah pembentukan pribadi muslim yang saleh, dilanjutkan dengan pembinaan keluarga yang islami serta pengkaderan pada lingkungan sekitarnya hingga tercapainya masyarakat yang islami.


B.     Saran


1. Karena pendidikan adalah faktor penentu bagi pembentukan masyarakat madani, maka bagi pihak terkait yaitu Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama RI, DPR RI,dan seluruh instansi(lembaga) pendidikan diharapkan melakukan reformasi pendidikan di tingkat nasional, baik dari segi kurikulum,peran guru, murid, tehnik pengajaran dan sarana yang menunjang sistem pandidikan. Yaitu melakukan perbaikan dan  pembenahan pada seluruh sistem pendidikan dengan mengacu pada format pendidikan yang sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits.
2. Agar format pendidikan nasional sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah maka diperlukan adanya tim reformasi pandidikan nasional dengan mengikut sertakan seluruh komponen masyarakat yang terkait ,seperti cendekiawan, ulama, mahasiswa, masyarakat, pemerintah, dan legislatif. Dari badan inilah dikeluarkan berbagai macam kebijakan yang mendukung terselenggaranya pendidikan islam  dalam rangka membangun masyarakat madani.







1 komentar:

Anonim mengatakan...

This post will assist the internet people for creating
new webpage or even a weblog from start to end.

Feel free to visit my page ... vexxhost testimonials

Posting Komentar