BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ketika era reformasi bergulir, muncul
berbagai wacana format dan arah pembangunan masyarakat Indonesia,
setelah selama 32 tahun bangsa Indonesia mengalami era kediktatoran dan sistem
pemerintahan yang militeristik. Dengan kediktatoran ini, maka mahasiswa
berusaha memberikan opini-opini publik tentang civil society (masyarakat sipil), yaitu dengan menolak Dwi Fungsi
ABRI dan memberdayakan masyarakat sipil dalam alur pemerintahan. Dari sinilah
berbagai komponen bangsa memberikan kontribusi pemikiran. Salah satunya, adalah
pembentukan masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang berperadaban,
mengedepankan pluralisme, tasamuh dan
supremasi hukum tanpa meninggalkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Istilah masyarakat madani, menurut Fachry Ali, dilontarkan oleh DR. Anwar
Ibrahim, yaitu sebagai sebutan dari masyarakat Madinah yang berada di zaman
Rasulullah SAW. Tepatnya setelah adanya perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-7
H. Dimana salah satu butirnya, “Orang-orang
Yahudi dan Muslim harus saling tolong-menolong dalam menghadapi orang yang
hendak menyerang Yatsrib” (Shafiyur Rahman: 256).
Dalam Piagam
Madinah, digambarkan nilai-nilai inklusifisme dan tasamuh bukan wujud pemaksaan
kehendak dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 56), walaupun di Madinah terdapat 3
golongan besar, yaitu (1) sahabat-sahabat mulia (Anshar dan Muhajirin), (2)
orang-orang Musyrik yang tidak mau beriman, dan (3) orang-orang Yahudi. Seiring
dengan akhlaknya yang mulia, Rasulullah SAW terus berupaya mengembangkan dakwah
Islamiyah pada seluruh kabilah di Madinah. Dampaknya, beliau ditunjuk sebagai
pemimpin di Madinah oleh kaum Muslimin dan Musyrikin. Hal ini karena akhlaknya
yang mulia dan sifatnya yang adil. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah (Muhammad) terdapat suri tauladan
yang baik bagimu. Yaitu, bagi orang-orang yang mengharapakan Allah dan hari
kemudian, serta ia banyak mengingat Allah” (QS. Al-Ahzab : 21).
Keberhasilan Rasulullah dalam membangun masyarakat Madinah salah satunya
disebabkan oleh didikan Rasul pada para sahabat, dimana dilalui dengan
pembinaan basic spiritual di Masjid
Nabawi-Madinah. Kemudian Beliau melakukan konsolidasi internal dengan
mempersaudarakan sahabat Muhajirin dan Anshar, bahkan termaktub dalam 16 butir
perjanjian Hudaibiyah. Allah SWT menceritakan
kejadian ini dalam Al-Qur’an, surah Al-Hujurat, ayat 10. Ini membuktikan
bahwa sistem pendidikan yang Allah SWT ajarkan melalui Rasulullah SAW sangat
efektif dalam membangun masyarakat yang plural dalam mewujudkan masyarakat
madani.
“Dia-lah yang
mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang Rasul diantara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan
sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS.
Al-Jumu’ah : 2)
B. Perumusan Masalah
Adapun
pokok permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimanakah format pendidikan Islam dalam
membangun masyarakat madani?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui format pendidikan Islam dalam membangun masyarakat
madani.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian
ini adalah:
1.
Untuk menambah wawasan pendidikan Islam.
2.
Sebagai masukan bagi Pemerintah terutama Departemen Pendidikan Nasional
dan Departemen Agama Republik Indonesia dalam merintis sistem pendidikan
seperti yang telah dilakukan Rasulullah SAW, demi tercapainya tujuan yang
dinginkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Islam
1.
Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan pada dasarnya bertujuan
untuk mengembangkan kepribadian seseorang, sehingga ia menjadi manusia yang
cerdas dan mampu memecahkan berbagai permasalahan hidup yang dihadapinya.
Menurut Teori Psiko Klasik (Departemen
Agama RI, 1997 : 128), pendidikan adalah suatu proses dari dalam (inner development). Sedangkan menurut
Tohari Mustana (1999 : 82) pendidikan dapat diartikan sebagai upaya untuk
mengembangkan kepribadian manusia baik dari segi psikologi maupun dari segi
psikopisik sesuai dengan hakekatnya. Agar menjadi insan kamil (manusia yang
sempurna) dalam rangka mencapai
tujuan akhir kehidupannya, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kehidupan
seperti ini hanya dapat dicapai dengan melaksanakan ajaran Islam. Karena Islam
merupakan agama yang bersifat universal, yang bersumber dari Allah Swt.
Kemudian diajarkan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui perantaraan Malaikat
Jibril As. selanjutnya disampaikan kepada seluruh ummat manusia. Caranya dengan
memahami Islam secara baik dan benar, yaitu melalui pendidikan islam.
Menurut
Departemen Agama RI (1997 : 12) pendidikan Islam adalah suatu proses
penyampaian informasi untuk diserap oleh masing-masing pribadi. Sehingga informasi
tersebut menjiwai cara berpikir, bersikap, dan bertindak baik untuk diri
sendiri maupun terhadap Allah Swt. manusia dan lingkungan serta hubungannya
dengan makhluk lain di alam semesta. Dalam kedudukannya sebagai hamba Allah,
khalifah di muka bumi, ataupun sebagai ulama penerus para nabi.
Dari
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu
proses untuk membentuk pribadi atau masyarakat yang Islami.
2.Tujuan
Pendidikan Islam
Menurut
Depag (1997 : 143) tujuan pendidikan Islam adalah untuk menciptakan manusia
yang berakhlak Islam, beriman, bertaqwa, dan meyakininya sebagai suatu
kebenaran serta berusaha dan mampu membuktikan kebenaran tersebut melalui akal,
perasaan, dalam seluruh perbuatan dan tingkah lakunya sehari-hari.
Pendidikan Islam tidak hanya
mengajarkan atau mentranformasikan ilmu dan keterampilan serta kepekaan rasa
atau agama. Tetapi seyogyanya memberi perlengkapan kepada anak didik untuk
mampu memecahkan persoalan-persoalan yang sudah nampak sekarang maupun yang
baru nampak jelas pada masa yang akan datang. Mampu memecahkan persoalan yang
dipandang sebagai kewajiban sendiri baik sebagai profesional yang terikat pada
kode etik profesinya atau kerena adanya komitmen batin antara dirinya dengan
Allah maupun sebagai kewajiban kemanusiaan yang secara sadar dan ikhlas
memandang usaha tersebut sebagai langkah yang berguna bagi lingkungannnya.
Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berorientasi ke masa yang akan datang
karena sesungguhnya anak didik masa kini adalah generasi penerus pada masa yang
akan datang.
3.
Fungsi Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam memiliki berbagai macam fungsi diantaranya adalah:
a.
Ibadah
Setiap Muslim dituntut untuk
selalu menyembah kepada Sang Khalik (Allah Swt), sebagaimana firman-Nya, “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya
kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 5)
Esensi ibadah merupakan inti
dari seluruh aktifitas kehidupan manusia dan jin (QS. Adz-Dzariyat : 56). Oleh
karena itu, agar aplikasi ubudiyah baik kepada manusia maupun kepada Allah Swt.
dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan ilahiyah yang telah ditetapkan,
maka setiap pribadi muslim dituntut untuk mengetahui, memahami dan melaksanakan
proses penghambaan secara komitmen dan benar, serta diperlukan adanya proses
pendidikan sejak lahir hingga wafat agar mencapai tingkat ketaqwaan yang tinggi
di sisi Allah Swt.
Allah Swt.
menyerukan kepada manusia tentang urgensi pendidikan dalam Al-Qur’an:
Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu
pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah : 122)
Dari pengetahuan yang mereka
miliki inilah dijadikan sebagai bekal untuk proses pendekatan diri pada Allah
Swt. agar termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memperoleh derajat yang
tinggi disisi Allah Swt.
b. Kewajiban Menjalankan Perintah Allah (Pewarisan Nilai-Nilai Islam)
Nabi Muhammad Saw. mewajibkan
kepada seluruh ummat Islam baik laki-laki maupun perempuan untuk mencari ilmu
pengetahuan. Karena dengan ketinggian derajat pengetahuan seluruh muslim dapat
menjalankan perintah Allah Swt. demi mencapai keridhaan-Nya. Allah Swt.
berfirman:
Katakanlah: Sesungguhnya
shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah) (QS.
Al-An’am : 162-163).
Proses ketaatan kepada Allah
Swt, merupakan ciri khas pribadi Muslim yang kokoh (QS. Al-Luqman : 22, QS.
An-Nisa’:125), yaitu orang-orang yang menjalankan agama dengan konsekwen dan
penuh mengharap rabbnya (QS.Al-Kahfi : 110). Inilah orang-orang yang mendapat
gelar Mukhlisun oleh Allah Swt (QS.Shaad : 83). Dan mereka adalah orang-orang
yang mendapat jaminan pahala yang besar dari rabbnya (Surga), sebagaimana firman-Nya:
Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari
keridhaan Allah, maka kelak kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.(QS.
An-Nisa’ : 114).
c. Kesejahteraan Dunia dan Akhirat
Setiap manusia bertujuan untuk
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat (QS. Al-Baqarah : 201). Untuk
memperoleh orientasi hidupnya, dibutuhkan adanya unsur yang menunjang, di
antaranya adalah ilmu pengetahuan. Rasulullah Saw. Bersabda:
Barangsiapa yang mengharapkan
kebahagiaan hidup di dunia, maka hendaklah ia menuntut ilmu pengetahuan. Dan
barangsiapa ingin hidup bahagia di akhirat, hendaklah ia menuntut ilmu
pengetahuan. Dan barangsiapa yang menghendaki keduanya, hendaklah ia menuntut
ilmu pengetahuan juga (HR. Ibnu Sakir).
Tingkat kesejahteraan seseorang
baik di dunia atau di akhirat, sangat tergantung pada usaha yang diperbuatnya
(QS. An-Najm : 39), semakin besar pengorbanan yang ia keluarkan, maka semakin
tinggi pula kesejahteraan yang ia peroleh. Rasulullah Saw. bersabda, “Ya Aisyah, ganjaran yang kamu peroleh
sangat tergantung pada kepayahan yang kamu terima.” (HR. Bukhari). Dalam
Al-Qur’an, Allah Swt. menekankan bahwa setiap kedudukan dari masing-masing
individu sangat tergantung pada amalan yang telah ia laksanakan. Perbuatan
buruk akan memperoleh balasan setimpal dengan kekejiannya dan amal yang saleh
akan memperoleh ganjaran sesuai dengan amal yang telah dikerjakannya. Allah Swt
berfirman:
Pada hari itu manusia ke luar
dari kuburannya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada
mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan
seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya
pula(QS. Al-Zalzalah : 6-8).
Atas dasar inilah, maka Allah
Swt. memerintahkan kepada manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan
menjauhi berbagai larangan yang telah diatur dalam Kitabullah.
Kemudian biarkanlah Allah Swt. dan Rasul-Nya untuk menilai amalan yang telah ia
kerjakan.
d. Meninggikan Derajat
Ilmu pengetahuan merupakan kebutuhan
pokok bagi peningkatan intelektual pada diri setiap manusia. Karena hanya
dengan inilah, seseorang dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
pembangunan yang dapat dirasakan oleh lingkungan sekitarnya. Jadi, wajar jika
pengembangan ilmu pengetahuan mempunyai korelasi yang kuat dengan kedudukan
seseorang di masyarakat. Semakin besar investasi sumber daya manusia yang ia
tanamkan, semakin besar pula jasa yang
diberikan kepada masyarakat. Manfaatnya adalah tingginya penghormatan
masyarakat yang diberikan kepadanya. Hal ini sesuai dengan sunnatullah
sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:
Dan apabila dikatakan: berdirilah
kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan(QS. Al Mujadillah : 11).
4. Lembaga-lembaga Pendidikan
Di
Indonesia setidaknya ada tiga lembaga pendidikan dilihat dari sisi materi Islam
yang disampaikan ( Maksum Mochtar,1996:3 ),yaitu sebagai berikut:
a.Sekolah Umum
Yaitu, sekolah yang langsung
dikelola oleh departemen Pendidikan Nasional atau instansi swasta dengan bobot
jam pelajaran umum yang sangat banyak dan agama yang sangat sedikit (dua jam
pelajaran). Sekolah ini cenderung mengesampingkan pelajaran-pelajaran keagamaan
dan hanya mempelajari pengetahuan umum, sehingga anak didik yang dihasilkan
cenderung sekuler dan orientasi hidupnya hanyalah materi.
b. Pesantren
Yaitu, lembaga pendidikan yang
mayoritas mengajarkan ilmu-ilmu agama dan sedikit ilmu-ilmu umum. Wadah
pendidikan ini cenderung melakukan dikotomi ilmu pengetahuan. Akibatnya anak
didiknya pun tidak menghasilkan pemikiran yang universal tentang islam. Mereka
menjauhi dunia dan terfokus pada kegiatan
keakhiratan.
c. Madrasah
Yaitu lembaga pendidikan yang
mencoba mengkombinasikan ilmu-ilmu agama dan keilmiahan agar terbentuk fikrah
yang syumul (menyeluruh) terhadap
islam. Orientasinya akhirat dengan tetap terpatron kepada dunia merupakan ciri khas
dari sifat tawazun (seimbang) dari lembaga pendidikan ini. Dari sinilah
terbentuk kader-kader harapan yang dapat membangun masyarakat agar sejahtera
dunia dan akherat. “Wahai Tuhan kami
berikanlah keselamatan pada kami di dunia dan di akhirat.”(Qs.Al-Baqarah: 102)
5. Perangkat-Perangkat Pendidikan Islam.
Untuk
mendukung keberhasilan suatu pendidikan diperlukan adanya perangkat-perangkat
penunjang. Menurut Mastuhu (1996: 25) perangkat-perangkat pendidikan islam
terdiri dari:
a.
Aktor atau pelaku, yaitu guru dan murid.
b.
Sarana perangkat keras, yaitu masjid dan gedung sekolah.
c. Sarana perangkat lunak, yaitu tujuan pendidikan,
kurikulum.
B. Masyarakat Madani
1.
Pengertian Masyarakat Madani
Kata madani dalam bahasa inggris
sering diterjemahkan sebagai civil society. Sedangkan konsep
masyarakat madani dalam bahasa arab
mengacu minimal pada dua hal (Abdurrahman 1999 : 13). Pertama, kehidupan
Rasulullah dengan pesona keberhasilannya membangun dan membina masyarakat yang
plural, demokratris, damai, saling menghormati, berdasarkan hukum, hak dan
tanggug jawab bersama.
Kedua, dalam konteks sosiologis
dunia arab, madani memberi makna kota yang menjanjikan peradaban yang lebih
makmur dibandingkan dengan daerah-daerah yang hanya dihiasi dengan panorama
gurun pasir yang minus air.
Masyarakat madani memang memiliki
kesamaan dengan civil society. Namun
tidak identik. Rojaya (1999 :35) membedakan setidaknya dengan dua aspek, yaitu
aspek historis dan cakupan maknanya. Dilihat dari segi historis, asal mula madani
berpangkal dari perjanjian dengan kesepakatan masyarakat untuk beralih dari
kehidupan alamiah yang primitif kearah yang lebih positif. Sedangkan dari
tinjauan keislaman didasarkan pada masa lalu yang pasti, yaitu pengalaman umat
islam sendiri sepanjang masa keemasannya (Fathi Oesman , 1990 : 68)
Adapun menurut cakupan maknanya,
Didin Hafiduddin di ITB,1999 berpandangan bahwa masyarakat madani mencakup
paradigma politik, kemanusiaan dan agama. Jadi, masyarakat madani lebih luas
maknanya dibandingkan dengan civil
society. Karena civil society
hanya berorientasi pada paradigma politik.
jiwa,
ketakutan terkena musibah. Kekeringan nilai sepiritual inilah yang Yusuf
Qardawi (1996 : 35-82) memaparkan kegagalan pembentukan masyarakat madani. Hal
ini ditandai dengan munculnya berbagai
peradaban yang bersifat negatif di dunia barat, seperti dekadensi moral,
keretakan keluarga, kegelisahan berakibat hilangnya nilai-nilai kemanusiaan
sehingga terdapat fanatisme suku, tawuran antar pelajar dan meningkatnya angka
kriminalitas.
2.
Faktor-faktor yang Mendukung Terwujudnya Masyarakat Madani
Dalam
membangun masyarakat madani diperlukan adanya faktor pendukung, yaitu sebagai
berikut:
a. Pemimpin yang kredibel dan bertanggung jawab (Kartono
Muhammad, 1999 :171)
Sesuai dengan firman Allah Swt:
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan
amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kalian menetapakan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesunguhnya Allah Maha mendengar
dan Maha Malihat. Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah, taatilah rasul,
dan ulil amri diantara kalian.(QS. An Nisa : 58-59)
Melalui ayat di atas, Allah
meyerukan kepada manusia untuk memberikan amanah kepada orang yang memiliki
kemampuan dibidangnya masing-masing dengan berpedoman kepada Allah dan
Rasul-Nya agar mereka mampu menegakkan norma keadilan kepada seluruh masyarakat
tanpa menyia-nyiakan amanah dan bersifat arogan serta memaksakan kehendak.
Rasulullah Saw bersabda:
Jika amanah disia-siakan maka tunggulah
kehancuranny.” Sahabat bertanya: Bagaimanakah menyia-nyiakannya? Beliau
menjawab:Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya maka trunggulah saat
kehancurannya.(HR.Bukhari)
b. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
(Nurcholis Madjid, 1999 : 161)
Agar dalam sistem pemerintahan itu
berjalan dengan efektif maka diperlukan adanya sistim pangawasan baik internal
maupun eksternal. Secara internal, sistem pengawasan dapat dilaksanakan oleh
pemimpin kepada bawahannya. Sedangkan secara eksternal, pengawasan dapat
dilaksanakan melaui pihak oposisi atau
lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, LSM, Mahasiswa, pers, dan
lain-lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt,”Dan hendaklah ada di anatara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajkan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar.”(QS. Ali
Imran : 104)
Adapun
metode pengontrolannya yaitu dengan bijaksana sebagaimana firman Allah Swt:
Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut kepada mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras dan berhati kasar, tentu mereka akan menjauhkan diri dari
sekililingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membuatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepadanya.(QS. Ali Imran : 159)
Dari pembentukan
pribadi-pribadi yang berakhlak mulia inilah, maka mereka dapat mengajak
keluarga dan sahabat-sahabat karibnya untuk mempelajari Islam secara kaffah,
sebagaimana Rasulullah memberikan dakwah secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan kepada kerabatnya-kerabatnya. Hal ini dimulai sejak rasulullah
menerima wahyu surat Al Muddatsir ayat 1-7 yang berbunyi:
Hai orang yang berkemul
(berselimut) bangunlah dan beri peringatan, dan Tuhanmu Agungkanlah, dan
pakaianmu bersihkanlah dan perbuatan dosa tinggalkanlah dan janganlah kamu
memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak dan untuk memenuhi
perintah Tuhanmu, bersabarlah. (QS. Al Muddatsir : 1-7)
Setelah
Rasulullah berdakwah kepada kerabat dekatnya (QS. Asy Syura: 214), beliau menyampaikan dakwah secara
terang-terngan kepada seluruh masyarakat, baik di Makkah maupun di Madinah
untuk meninggalkan perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt dan berusaha untuk
melaksanakan perintah-perintah-Nya, sebagaimana firman Allah Swt:
Padahal mereka tidak
diperintahkan kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan memurnikan agama
padanya dan menjalankan agama dengan lurus dan supaya mereka mendirika shalat,
menunaikan zakat dan demikian itulah agama yang lurus. (QS. Bayyinah : 5)
Kemudian setelah dakwah
terang-terangan (jahriatul da’wah), Rasululah
membangun sebuah masyarakat yang plural, inklusif (keterbukaan), tasamuh (toleransi beragama) yang
diimplementasikan dalam sebuah
perjanjian Madinah pada tahun keenam Hujriah. Dari sinilah terbentuk
sebuah contoh masyarakat yang kokoh dan mengedepankan supremasi hukum atau yang
lebih dikenal sebagai masyarakat madani.
Jadi, masayarakat madani akan
terbentuk apabila adanya kaderisasi pada setiap pribadi muslim dengan mengikuti
pendidikan islam yang kaffah, sehingga ia dapat menyinari (mendakwahi) orang
lain kejalan kebenaran. Sebagaimana firman Allah Swt:
Hai orang-orang yang
beriman peliharalah dirimu, keluargamu dari api neraka, yang kayu bakarnya
adalah manusi dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang doperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjkan apa yang diperintahkan-Nya.(QS. Ath Thahrim : 6)
c.
Mengedepankan supremasi hukum (Nurcholis Madjid, 1999 : 210)
Mengedepankan supremasi hukum
berarti bahwa setiap komponen masyarakat dari kelas bawah sampai kelas atas
memiliki kedudukan yang sama di depan hukum tanpa adanya diskriminasi dalam hal
penetapan hukum. Dalam Al Qur’an Allah menerangkan pada surat Al Baqarah ayat
143,”Begitulah kami jadikan kamu sebagai
umat yang pertengahan, supaya kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan
rasul menjadi saksi pula atas perbuatan kamu.”
Inti
supremasi hukum tersebut adalah seperti
yang tercantum dalam firman Allah Swt:
Dan hendaklah kamu
memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau menuruti hawa nafsu mereka,
dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkam kamu
dari sebagian apa telah yang telah diturunkan
Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari apa yang telah diturunkan
Allah) maka ketahuilah bahwa Allah menghendaki menimpakan musibah - musibah
kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan kebanyakan manuasia
adalah orang-orang fasik. Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan
(hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin?(QS. Al Maidah : 45-59)
d. Pendidikan
islam (Ahmad Hatta, 1999 : 210)
Pembangunan masyarakat madani tidak
terlepas dari dukungan pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non
formal, yang dilaksanakan melalui aturan-aturan ilahiyah yang bersifat holistik
dan universal tanpa adanya sebuah dikotomi pemikiran dan sekat-sekat waktu yang
membatasi proses pembinaan itu sendiri.Rasullah Saw. Bersabda, “menuntut ilmu itu wajib bagi muslim
laki-laki maupun musli perempuan.”(HR.Bukhari dan Muslim). Artinya
pendidikan tidak mengenal jenis kelamin dan berlaku bagi seluruh umat
islam.Dalam hadis lain Rasulullah bersabda:”Tuntutlah
ilmu dari ayunan sampai liang lahat.”(HR.Ibnu Abdul Badri)
Hadis di atas, menunjukan bahwa
Rasulullah Saw. sangat menganjurkan supaya pembinaan dilakukan sejak dini agar
hakekat kehidupan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah (QS. Az – Zariat:
56) dapat dilaksanakan secara optimal dan hasilnya, yaitu kebahagiaan di dunia
dan akhirat dapat dirasakan oleh setiap orang yang mengaktualisasikan esensi
islam islam (QS. Al Baqarah: 201)
Indikasi keberhasilan pendidikan
dapat terlihat dari ketaqwaan kepada Allah Swt. (QS. Alhujarat: 13). Semakin
tinggi ketaqwaan seseorang kepada Allah maka semakin tinggi pula kedudukan ia
dengan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Dan inilah orang-orang yang
disebut dalam Al Qur’an sebagai ulama. Allah Swt berfirman,” Katakanlah: adakah sama antara orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui, Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat mnenerima pelajaran.”(QS. Az - Zumar : 9)
Rasulullah Saw bersabda:”Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR.
Ibnu Najjar). Merekalah yang mengemban amanat ilahiyah denga tetap berpegang
teguh pada Al Qur’an dan sunnah walaupun berbagai macam akibat negatif akan diterima, karena misinya hanya satu
yaitu berupa pembangunan akhlak manusia. Rasululah bersabda,” Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
mulia.”(HR. Ahmad). Melalui perbaikan ahlak manusia diharapkan terwujud
pribadi-pribadi yang mulia hingga ahirnya terbentuk masyarakat islami dan
bercirikan madani.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian adalah konsep
pendidikan Islam dan masyarakat madani. Konsep pendidikan islam dalam
penelitian ini dibatasi hanya pada konsep pendidikan yang sesuai dengan Al
Qur’an dan Hadits serta dapat menunjang terbentuknya masyarakat madani.
Masyarakat madani yang dimaksud di atas adalah sebuah masyarakat yang
plural,mengedepankan supremasi hukum tasamuh
(toleransi) dan demokratis, seperti yang pernah dibangun Rasulullah setelah beliau
hijrah ke Madinah melalui perjanjian Madinah.
B. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam peneletian ini adalah
data sekunder dan bersifat kualitatif yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits,
pendapat para ahli, telaah pustaka dan dari hasil penelitia terdahulu yang ada
kaitannya dengan penelitian ini. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan
cara mengumpulkan semua referensi-referensi yang diperlukan, baik berupa buku,
jurnal maupun hasil penelitian terdahulu.
C. Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis konsep pendidikan
islam dalam membangun masyarakat madani adalah teknik formulasi skema, yaitu
dengan cara membandingkan antara konsep pendidikan Nasionall yang telah ada
dengan konsep pandidikan islam yang berdasarkan Qur’an dan Hadits yang
dirumuskan dalam penelitian ini.
LEMBAR PENGESAHAN
Karya
Ilmiah pada Musabaqah Tilawatil Qur’an
Dengan
Judul:
Konsepsi Pendidikan Islam Dalam Membangun Masyarakat Madani
Oleh:
Agus
Lukman Hakim .(97110286/EKM)
Sarijo (97112920/EKA)
Awaluddin
Azril (98110449/EKM)
Dengan ini disahkan untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah(LKTI)
Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) di Gorontalo.
Darussalam, 2 April 2001
Mengetahui,
Pembantu
Dekan III Pembimbing,
Fakultas
Ekonomi Unsyiah
Drs. Azhar Puteh,M.Si ( Ikram Said,SE )
NIP 130 515
139
Menyetujui,
Pembantu
Rektor III
Universitas
Syiah Kuala
DR. Ir. Agus Salim,M.Sc
NIP
131 415 857
KONSEPSI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBANGUN
MASYARAKAT MADANI
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
AGUS
LUKMAN HAKIM (97110286/EKM)
SARIJO (97112920/EKA)
AWALUDDIN
AZRIL (98110448/EKM)
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2001
BAB
IV
PEMBAHASAN
B. Fungsi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki
berbagai macam fungsi diantaranya adalah:
1.
Ibadah
Setiap Muslim
dituntut untuk selalu menyembah kepada Sang Khalik (Allah SWT), sebagaimana
firman-Nya:
“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah
kami mohon pertolongan” (QS. Al-Fatihah : 5).
Esensi ibadah merupakan
inti dari seluruh aktifitas kehidupan manusia dan jin (QS. Adz-Dzaariyat : 56).
Oleh karena itu, agar aplikasi ubudiyah baik kepada manusia maupun kepadda
Allah SWT dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan Ilahiyah yang telah
ditetapkan, maka setiap pribadi Muslim dituntut untuk mengetahui, memahami dan
melaksanakan proses penghambaan secara komitmen dan benar, diperlukan adanya
proses pendidikan sejak lahir hingga wafat agar mencapai tingkat ketakwaan yang
tinggi disisi Allah SWT.
Allah SWT
menyerukan kepada manusia tentang urgensi pendidikan dalam Al-Qur’an, surah
At-Taubah, ayat 122, “Tidak
sepatutnya bagi orang-orang Mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya”.
Dari pengetahuan yang mereka miliki inilah dijadikan sebagai bekal untuk proses
pendekatan diri pada Allah SWT agar teermasuk ke dalam golongan orang-orang
yang memperoleh derajat yang tinggi disisi Allah SWT.
2.
Kewajiban Menjalankan Perintah Allah (Pewarisan Nilai-Nilai Islam)
Nabi Muhammad
SAW mewajibkan kepada seluruh ummat Islam baik laki-laki maupun perempuan untuk
mencari ilmu pengetahuan. Karena dengan ketinggian derajat pengetahuan seluruh
Muslim dapat menjalankan perintah Allah SWT demi mencapai keridhaan-Nya. Allah
SWT berfirman:
“Katakanlah:
Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”
(QS. Al-An’aam : 162-163).
Proses
ketaatan kepada Allah SWT, merupakan ciri khas pribadi Muslim yang kokoh (QS.
Al-Luqman : 22, QS. An-Nisa’:125), yaitu orang-orang yang menjalankan agama
dengan konsekwen dan penuh mengharap rabbnya (QS.Al-Kahfi : 110). Inilah
orang-orang yang mendapat gelar Mukhlisun oleh Allah SWT (QS.Shaad : 83). Dan mereka adalah
orang-orang yang mendapat jaminan pahala yang besar dari rabbnya (Syurga),
sebagaimana firman-Nya:
“Tidak ada
kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari
orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keredhaan Allah, maka kelak kelak Kami memberi kepadanya pahala
yang besar” (QS. An-Nisaa’ : 114).
3.
Kesejahteraan Dunia-Akhirat
Setiap manusia
bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat (QS. Al-Baqarah
: 201). Untuk memperoleh orientasi hidupnya, dibuttuhkan adanya unsur yang
menunjang diantaranya adalah ilmu pengetahuan. Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang mengharapkan kehidupan dunia (bahagia), maka diwajibkan
kepadanya ilmu pengetahuan. Dan barangsiapa ingin hidup bahagia di akhirat,
hendaklah ia mencari ilmu pengetahuan. Dan barangsiapa yang menghendaki
keduanya, hendaklah ia mencari ilmu pengetahuan juga” (HR. Ibnu Sakir).
Tingkat
kesejahteraan seseorangbaik di dunia atau di akhirat, sangat tergantung pada
usaha yang diperbuat (QS. An-Najm : 39), semakin besar pengorbanan yang ia
keluarkan, maka semakin tinggi pula kesejahteraan yang ia peroleh. Rasulullah
SAW bersabda, “Ya Aishah, ganjaran yang kamu peroleh sangat tergantung
pada kepayahan yang kamu terima” (HR. Bukhari). Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menekankan bahwa,
setiap kedudukan dari masing-masing individu sangat tergantung pada amalan yang
telah ia laksanakan. Perbuatan buruk akan memperoleh balasan setimpal dengan
kekejiannya dan amal yang saleh akan memperoleh ganjaran sesuai dengan amal
yang telah dikerjakannya. Allah SWT berfirman:
“Pada hari itu
manusia ke luar dari kuburannya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya
diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula”(QS. Al-Zalzalah : 6-8).
Atas dasar
inilah, maka Allah SWT menyuruh kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan
menjauhi berbagai larangan yang tetlah diatur dalam kitabullah. Kemudian biarkanlah Allah SWT dan
Rasul untuk menilai amalan yang telah ia kerjakan.
4.
Meninggikan Derajat
Ilmu
pengetahuan merupakan kebutuhan pokok bagi peningkatan intelektual pada diri
setiap manusia. Karena hanya dengan inilah, seseorang dapat memberikan
kontribusi yang positif bagi pembangunan yang dapat dirasakan oleh lingkungan
sekitarnya. Jadi, wajar jika pengembangan ilmu pengetahuan mempunyai korelasi
yang kuat dengan kedudukannya di masyarakat. Semakin besar investasi sumber
daya manusia yang ia tanamkan, semakin besar pula jasa yang ia berikan kepada
masyarakat. Manfaatnya adalah tingginya penghormatan masyarakat yang diberikan
kepadanya. Hal ini sesuai dengan sunnatullah sbagaimana firman-Nya dalam
Al-Qur’an, surat Al-Mujaadilah, ayat 11:
“…………dan
apabila dikatakan: berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
C. Materi Pendidikan Islam
Sifat materi hendaknya
dinamis dan tidak statis, selalu dapat diperbaiki kemajuan akan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan masyarakat. Sedangkan materi kurikulum
dalam rangka intrakurikuler hendaknya meliputi seluruh pokok-pokok ajaran
Islam; hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan manusia,
hubungan manusia dengan alam yang dilengkapi dengan aqli maupun naqli, hikmah dan manfaatnya;
(1) tilawah, (2) ta’lim, dan (3) tadzkiyah.
D. Guru Dan Murid
Untuk terlaksananya proses
pendidikan dengan baik, diperlukan adanya guru (mu’alim) dan murid
(muta’alim).Guru merupakan individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan
murid, sedangkan murid merupakan individu yang dipenuhi kebutuhan pengetahuan,
sikap dan tingkah lakunya. Tetapi dalam proses kehidupan dan pendidikan secara
umum batas antar keduanya sulit untuk ditentukan, karena adanya saling
isi-mengisi, butuh-membutuhkan, meniru dan ditiru, juga memberi dan menerima
informasi yang dihasilkan akibat adanya komunikasi dimulai dari kepekaan indra,
pikiran, daya apresiasidan keterampilan untuk melakukan sesuatu yang mendorong
kepada internalisasi dan individualisasi pada pribadi itu sendiri, yang
kemudian melahirkan interaksi dengan individu-individu lainnya didalam
kehidupan sesuai dengan lingkungan yang dimasukinya.
Ada beberapa hal yang
harus dimiliki seorang guru sebelum ia mengajar atau mendidik muridnya, yaitu:
1.
Harus terlebih dahulu mengetahui apa yang perlu diajarkan.
2.
Mengetahui secara keseluruhan bahan yang perlu diberikan kepada
muridnya.
3.
Harus mempunyai kemampuan menganalisa materi yang diajarkannya.
4.
Harus mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah diapati.
5.
Mampu mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan telah
dilakukan.
6.
Mampu memberikan penghargaan dan tindakan hukuman terhadap perilaku
baik dan buruknya serta dapat memberikan persuasi dan motivasi didalam proses
belajar-mengajar.
Salah satu objek dari
pendidikan adalah murid. Keberhasilan seorang murid sangat bergantung pada
beberapa hal:
a.
Rajin dan bersungguh-sungguh, yaitu adanya usaha yang optimal dari
murid untuk mencari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan selalu bertawakkal
kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
“ Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan
apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”
(QS. Al-An’am : 132)
b.
Sabar dalam menuntut ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan korelasi yang
kuat antara kesabaran tinggi dengan usaha yang maksimal, sehingga seluruh daya
yang dijalankan memiliki tingkat kontinyuitas yang berkesinambungan dan dapat
menghadapi segala cobaan yang diterima dalam menuntut ilmu pengetahuan. Urgensi
sabar dapat dipetik hikmahnya pada kisah Nabi Musa AS yang ingin mencari ilmu
pengetahuan pada Nabi Khaidir AS (QS. Al-Kahfi : 66-82).
c.
Niat yang ikhlas yang mengiringi setiap amalan. Bila dilaksanakan akan
memperoleh keberhasilan. Sehingga pentingnya niat ini, Allah singgung dalam
Al-Qur’an, surat Ali Imran, ayat 145:
“………Barangsiapa
menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan
barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala
akhirat. Dan Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.
Atas dasar inilah, maka
setiap pribadi Muslim dituntut untuk memiliki niat yang baik dan ikhlas yaitu
hanya untuk mencapai keridhaan Allah SWT, sebagaimana janji-Nya:
“………Dan apa
saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu
untuk kamu sendiri………”(QS. Al-Baqarah : 272).
E. Teknik pengajaran
Ada beberapa macam teknik
pengajaran yang dapat dijadikan acuan mengajar, yaitu:
1.
Teknik Ceramah
Teknik ceramah adalah
suatu teknik penyajian materi kepada anak didik yang disampaikan dengan lisan
dan merupakan suatu uraian lengkap ceramah. Guru harus mengorganisasikan materi
sedemikian rupa, sehingga si anak diberi gambaran secara keseluruhan terlebih
dahulu, kemudian menjelaskan kaitan-kaitan satu sama lain pembahasan dan
kemudian mengumpulkannnya dengan pertimbangan dari kemungkinan rata-rata
anak-didik dapat menyerap materi itu, dalam hal ini perlu diperhatikan faktor
seks, umur, profesi dan jenjang atau kelas atau pengalaman. Sebagaimana firman
Allah SWT dalam surat An-Nahl :125, yang artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
2.
Teknik Tanya Jawab
Teknik tanya jawab ialah
suatu teknik mendidik dan mengajar dengan menggunakan tanya jawab tentang bahan
(materi) yang akan dibahas baik yang dilakukan oleh gurru maupun oleh
anak-didik. Teknik merupakan penjabaran daripada teori ilmu jiwa yang berdasar
kepada rumus stimulus-respons (rangsangan dan jawaban) yang bentuk-bentuknya
secara bertahap juga disesuaikan dengan kemampuan rata-rata kelas. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat An-Nahl : 43 dan Al-Anbiya’ : 7 berikut:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum
kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”
(QS. An-Nahl : 43)
“Kami tiada mengutus rasul-rasul
sebelum kamu (Muhammad) melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu
kepada mereka, maka tanykanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika
kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Anbiya’: 7).
3.
Teknik Diskusi
Diskusi adalah suatu
teknik pendidikan yang digunakan untuk mendalami, memecahkan dan mengembangkan
gagasan melalui tanya jawab dan pernyataan-pernyataan pendapat baik yang
positif maupun yang negatif, baik secara terbimbing maupun terbuka. Sebagaimana
firman-Nya dalam surat An-Nahl : 125.
4.
Teknik Pemberian Tugas untuk Belajar di Luar Kelas
Sering juga disebut dengan
pekerjaan rumah, yaitu pemberian tugas khusus di luar jam pelajaran. Dalam
pelaksanaan teknik ini anak-didik dapat mengerjakan tugasnya tidak hanya di
rumah, tapi mungkin juga di perpustakaan, di laboratorium, di masjid, di
masyarakat dan sebagainya untuk dilaporkan kepaeda guru. Allah SWT berfirman
dalam Al-Qur’an surat Al-Qiyamah, ayat 17-18
dan surat Thaha : 114 yang artinya:
F.
Tahap-Tahap Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki
sasaran yang konkrit bagi pembentukan kepribadian sampai dengan suatu negara
yang berazaskan Islam. Sebelum melakukan tahapan-tahapan yang puncak terlebih
dahulu memasuki fase-fase pendahuluan.
Tahapan
Pertama, dalam
pendidikan Islam berkaitan dengan pembentukan pribadi Muslim secara individual
baik dari segi kejiwaan, pemikiran, perasaan, maupun jasadiyah (fisik). Dengan
pembentukan individu-individu seperti ini diharapkan muncul pribadi-pribadi
Muslim yang siap dalam mengemban dakwah Islamiyah pada masyarakat
sekelilingnya, sehingga terdapat adanya transformasi nilai dari satu individu
kepada individu lainnya secara berkesinambungan dan tepat sasaran. Allah SWT
berfirman:
“Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri” (QS. Fushshilat : 33)
Tahapan
Kedua, pembentukan
rumah tangga Muslim. Unit rumah tangga setidaknya terdiri dari ayah, ibu, dan
anak. Masing-masing unsur dari keluarga tersebut merupakan objek dari
pendidikan Islam. Secara individual dan selanjutnya terdapat perikatan yang
bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Dari kekokohan dan
komitmen keluarga pada akidah Islam terwujudlah kehidupan yang dikendalikan
dengan tata nilai dan akhlak Islami. Masing-masing anggotanya hidup secara
Islam dengan mengindahkan hukum halal dan haram, dinaungi adat syariat dan
hukum Islam dalam berinteraksi dengan keluarga, sahabat, dan lingkungan sekitarnya.
Karena itu, rumah tangga seperti ini merupakan persemaian masyarakat Islam,
sebagaimana do’a yang dianjurkan Allah SWT:
“Dan orang-orang yang berkata: Ya
Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa” (QS. Al-Furqaan : 74).
Tahapan
Ketiga, merupakan
lanjutan dari tahapan pertama, yaitu mengumpulkan sosok da’I yang telah terbina
dan mengorganisirnya dengan tujuan untuk melakukan manuver dakwah pada
masyarakat secara sistematis dan inklusif agar dapat menumbuhkan kembali
semangat keislaman pada mereka hingga akhirnya mereka sadar bahwa Islam adalah
kultur Ilahiyah (Undang-undang Allah SWT) yang mengatur dan menyentuh seluruh
aspek tanpa ada sekat-sekat pemikiran dalam berbagai aktifitas kehidupan
manusia. Karena itulah sebuah lingkungan Islami sekaligus masyarakat yang
Islami dapat kita realisasikan dalam kehidupan manusia. Pentingnya aspek ini
dapat kita lihat pada firman Allah SWT:
“………Dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolomg
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah : 2)
Apabila kumpulan-kumpulan
keluarga Muslim membangun nilai ukhuwah Islamiyah yang kokoh dimulai dengan
proses ta’awun
(saling kerjasama), tanatsur (saling menolong), dan tarahum (saling mengasihi), maka kehidupan yang
mengedapankan nilai pluralisme tasamuk (toleransi), inklusifisme (keterbukaan), serta setiap aktifitas
yang memiliki esensi persaudaraan dan persatuan akan mewarnai seluruh kehidupan
masyarakat. Inilah maknanya, bahwa madani atau madaniyah yang bersendikan pada
aqidatul Islam dan tanpa mengesampingkan perbedaan-perbedaan baik berupa suku,
agama, ras dan antar golongan (SARA), hanya dapat dibentuk melalui proses
pendidikan Islam yang syumuliyah (menyeluruh) tanpa mengurangi esensi daripada
Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum bagi seluruh aktifitas masyarakat
Islami. Era seperti inilah yang kita kenal dengan civil society dengan platform Islam sebagai pedoman
hidup seluruh tatanan masyarakat.
Allah SWT berfirman:
“Dan hendaklah kamu memutuskan
perkara diantara kamu menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
menuruti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya
mereka memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.
Jika mereka berpaling (daari hukum yang diturunkan Allah), maka ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah pada mereka, dan
sesungguhnya kebanyakn manusia adalah orang-orang fasik. Apakah hukum jahiliyah
yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik?” (QS
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pembentukan masyarakat madani
hanya bisa direalisasikan dengan pelaksanaan pendidikan islam secara menyeluruh
dan berdasarkan pada Al- Qur’an dan Hadits.
2. Faktor-faktor yang mendukung
terhadap keberhasilan pendidikan islam adalah materi pendidikan kurukulum),
guru, murid, sarana pendidikan ( gedung sekolah dan masjid ) dan teknik
pengajaran
3. Adapun tahap-tahap
pendidikan Islam yang harus dilalui dalam membangun masyarakat madani adalah
pembentukan pribadi muslim yang saleh, dilanjutkan dengan pembinaan keluarga
yang islami serta pengkaderan pada lingkungan sekitarnya hingga tercapainya
masyarakat yang islami.
B. Saran
1. Karena pendidikan adalah faktor penentu bagi
pembentukan masyarakat madani, maka bagi pihak terkait yaitu Departemen
Pendidikan Nasional, Departemen Agama RI, DPR RI,dan seluruh instansi(lembaga)
pendidikan diharapkan melakukan reformasi pendidikan di tingkat nasional, baik
dari segi kurikulum,peran guru, murid, tehnik pengajaran dan sarana yang
menunjang sistem pandidikan. Yaitu melakukan perbaikan dan pembenahan pada seluruh sistem pendidikan
dengan mengacu pada format pendidikan yang sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits.
2. Agar format pendidikan nasional sesuai dengan Al
Qur’an dan sunnah maka diperlukan adanya tim reformasi pandidikan nasional
dengan mengikut sertakan seluruh komponen masyarakat yang terkait ,seperti
cendekiawan, ulama, mahasiswa, masyarakat, pemerintah, dan legislatif. Dari
badan inilah dikeluarkan berbagai macam kebijakan yang mendukung
terselenggaranya pendidikan islam dalam
rangka membangun masyarakat madani.
1 komentar:
This post will assist the internet people for creating
new webpage or even a weblog from start to end.
Feel free to visit my page ... vexxhost testimonials
Posting Komentar