MASKUR, S.Sos.I., MH
A.
Pendahuluan
Manusia diciptakan oleh Allah dengan
membawa tugas dan amanah yang sangat berat. Salah satu tugas manusia di bumi
ini adalah sebagai khlaifah fil ardl. Setiap manusia memiliki tugas sebagai
pemimpin. Di mana seorang pemimpin itu harus mampu menciptakan ketentraman,
kedamaian, keadilan dan kesejahteraan. Membenarkan atau mengarahkan
segala sesuatu yang dirasa belum baik dan tidak sesuai dengan apa yang
diperintahkan oleh Allah selaku Sang Khalik. manusia memiliki tugas untuk
menyeru kepada manusia yang lain yang belum sesuai dengan yang diperintahkan
Allah. Manusia memiliki kewajiban beramar ma’ruf nahi munkar (baca: dakwah).
Dakwah merupakan kewajiban setiap
muslim. Sebagai dai tentu saja kita ingin mencapai kesuksesan dalam mencapai
tugas dakwah. Salah satu bentuk keberhasilan dalam dakwah adalah berubahnya
sikap kejiwaan seseorang. Dari tidak cinta Islam menjadi cinta, dari tidak mau
beramal saleh menjadi giat melakukannya, dari cinta kemaksiatan menjadi benci
dan tertanam dalam jiwanya rasa senang terhadap kebenaran ajaran Islam,
begitulah seterusnya.
Karena dakwah bermaksud mengubah sikap
kejiwaan seorang mad’u, maka pengetahuan tentang psikologi dakwah menjadi
sesuatu yang sangat penting. Dengan pengetahuan tentang psikologi dakwah ini,
diharapkan kita dapat melaksanakan tugas dakwah dengan pendekatan kejiwaan.
Rasul Saw. Dalam dakwahnya memang sangat memperhatikan tingkat kesiapan jiwa
orang yang didakwahinya dalam menerima pesan-pesan dakwah.
Saat ini banyak sekali
fenomena-fenomena negatif yang terjadi di sekitar kita, dalam artian, banyak
sekali umat manusia yang jauh dari apa yang Allah perintahkan kepada manusia
itu sendiri. tugas lain dari manusia adalah beribadah kepada Allah. bukan hanya
manusia saja, tapi jin juga malaikat. Tapi masih banyak sekali manusia yang
belum menjalankan tugasnya, maka di sinilah juga tugas kita manusia (baca:
da’i) untuk meluruskan hal-hal yang seperti itu dan mengajak mereka yangbelum
menjalankan perintah Allah untuk melaksanakannya. Sebagian besar mereka mungkin
memang mengaku sebagai seorang muslim, tapi apakah mereka sudah benar-benar
melakukan tugasnya sebagai seorang muslim?
B.
Pengertian
Psikologi Dakwah
Secara harfiah, psikologi artinya ‘ilmu
jiwa’ berasal dari kata yunani psyce ‘jiwa’ dan logos ‘ilmu’. Akan tetapi yang
dimaksud bukanlah ilmu tentang jiwa. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia sebagai gambaran dari keadaan jiwanya. Adapun dakwah
merupakan usaha mengajak manusia agar beriman kepada Allah Swt dan tunduk
kepada-Nya dalam kehidupan di dunia ini, dimanapun ia berada dan bagaimana pun
situasi serta kondisinya.
Dengan demikian, psikologi dakwah
adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang merupakan gambaran dari
kejiwaannya guna diarahkan kepada iman takwa kepada Allah Swt. Bila
disederhanakan bisa juga dengan pengertian, dakwah dengan pendekatan kejiwaan.
Pengertian dari Psikologi Dakwah yaitu
Psikologi dan Ilmu Dakwah. Pengetahuan tentang Ilmu Jiwa atau
Psikologi diperlukan karena Psikologi Dakwah memang merupakan
bagian dari Psikologi, yakni Psikologi
terapan. Ilmu Dakwah juga sangat relevan karena Psikologi Dakwah ini
adalah ilmu bantu bagi kegiatan dakwah. Boleh jadi pengguna ilmu ini adalah
Da’I yang psikolog yang suka berdakwah.
a) Psikologi
Secara sederhana Psikologi sering
disebut sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang merupakan
gejala dari jiwanya. Sedangkan pengertian atau definisi yang lebih terperinci
menyebutkan bahwa psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku lahiriah manusia dengan menggunakan
metode observasi secara obyektif, seperti terhadap rangsang (stimulus) dan
jawaban (respon) yang menimbulkan tingkah laku.
Definisi tersebut di atas mengesankan
bahwa kegunaan psikologi terbatas hanya untuk menguraikan atau mengungkap apa
yang ada di balik tingkah laku manusia. Dalam keadaan tertentu, kebutuhan
seseorang memang dapat saja terbatas hanya ingin mengetahui faktor kejiwaan apa
yang menyebabkan tingkah laku tertentu orang lain, tapi di saat yang lain,
misalnya bagi seorang yang sedang merencanakan suatu kegiatan yang melibatkan
banyak orang di mana banyak kemungkinan bisa terjadi, maka psikologi dapat
membantunya meramalkann kira-kira tingkah laku apa yang bakal dilakukan oleh
sebagian atau keseluruhan dari orang-orang yang diamatinya.
b)
Dakwah
Dalam bahasa Arab, da’wat atau da’watun
biasa digunakan untuk arti-arti: undangan, ajakan dan seruan yang kesemua
menunjukkan adanya komunikasi antara dua pihak dan upaya mempengaruhi pihak
lain. ukuran keberhasilan undangan, ajakan atau seruan adalah manakal pihak
kedua yakni yang diundang atau diajak memberikan rspon positif yaitu mau datang
dan memenuhi undangan itu. jadi kalimat dakwah mengandung muatan makna
aktif dan menantang, berbeda dengan kalimat tanligh yang
artinya menyampaikan. Ukuran keberhasilan seorang mubaligh adalah menekala ia
berhasil menyampaikan pesan islam dan pesannya sampai (wama ‘alaina illa al
balagh), sedangkan bagaimana respon masyarakat tidak menjadi tanggung
jawabnya. Dari sini kita juga dapat menyebutkan apa sebenarnya tujuan dari
dakwah itu sendiri? Adapun tujuan dari dakwah adalah untuk menumbuhkan
pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengalaman ajaran agama yang dibawakan
oleh aparat dakwah/da’i.
Dengan demikian maka dapat dirumuskan
bahwa dakwah ialah usaha mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan
bertingkah laku seperti apa yang didakwahkan oleh Da’i. setiap da’i
agama pun pasti berusaha mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan agama mereka.dengan demikian pengertian dakwah
islam adalah upaya mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah
laku islami (memeluk agama islam).
Sebagai perbuatan atau aktifitas,
dakwah adalah peristiwa komunikasi di mana da’I menyampaikan pesan melalui
lambing-lambang kepada Mad’u, dan mad’u menerima pesan itu,
mengolahnya dan kemudian meresponnya. Jadi, proses saling mempengaruhi antara da’I
dan mad’u adalah merupakan peristiwa mental. Dengan mengacu pada
pengertian psikologi, maka dapat dirumuskan bahwa psikologi dakwah ialah ilmu
yang berusaha menguraikan, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku manusia
yang terkait dalam proses dakwah. Psikologi dakwah berusaha menyingkap apa yang
tersembunyi di balik perilaku manusia yang terlibat dalam dakwah, dan
selanjutnya menggunakan pengetahuan itu untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan
dari dakwah itu.
C.
Sasaran
Dakwah
Sehubungan dengan kenyataan yang
berkembang dalam masyarakat, bila dari aspek kehidupan psikolgis, maka dalam
pelaksanaan program kegiatan dakwah berbagai permasalahan yang menyangkut
sasaran bimbingan atau dakwah perlu mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat
ilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar
dan kecil, serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
2. Sasaran yang menyangkut golongan
masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah
dan keluarga.
3. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok
masyarakat dilihat dari segi sosial cultural berupa golongan priyayi, abangan
dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat dalam masyarakat di Jawa.
4. Sasaran yang berhubungan dengan
golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak,
remaja dan orang tua.
5. Sasaran yang berhubungan dengan
golongan masyarakat dilihat dari okupasinal (profesi, atau pekerjaan) berupa
golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri (administrator).
6. Sasaran yang menyangkut golongan
masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomis berupa golongan
orang kaya, menengah dan miskin.
7. Sasaran yang menyangkut kelompok
masyarakat dilihat dari segi jenis kelamin berupa golongan wanita, pria dan
sebagainya.
8. Sasaran berhubungan dengan golongan
dilihat dari segikhusus berupa golongan masyarakat tunasusila, tunawisma, tuna
karya, naarapidana dan sebagainya.
Dan jika disebutkan secara general,
sasaran dakwah ini adalah meliputi semua golongan masyarakat. Walaupun
masyarakat ini berbeda dan masing-masing memiliki ciri-ciri khusus dan tentunya
juga memerlukan cara-cara yang berbeda-beda dalam berdakwah, perlu kita lihat
dulu siapa mad’unya, dari golongan mana agar apa yang akan kita dakwahkan dapat
diterima dengan baik oleh mad’u.
Dakwah
Psikologis
Dakwah psikologis atau dakwah yang
dilakukan dengan pendekatan jiwa memang sangat penting, turunnya ayat Al Quran
secara bertahap merupakan suatu bukti bahwa pendekatan kejiwaan merupakan
sesuatu yang tidak boleh diabaikan, begitu pula dengan berbagai peristiwa
dakwah yang dialami oleh Rasul Saw. Mislanya dalam turunnya ayat dilarangnya
minum khamar, Allah membuat tiga tahapan:
- peringatan tentang
mudharat-nya (Qs. 2: 219)
- pelarangan sholat
dalam keadaan mabuk (4:43)
- perintah menjauhi
khamar (5:90)
SIKAP
MENTAL DAI
Di atas sudah disebutkan bahwa dakwah
merupakan usaha mengubah sikap kejiwaan seseorang dari tidak islami kepada
sikap yang islami. Untuk itu, orang yang berdakwah harus memiliki sikap mental
yang baik dan ini harus bertul-betul terealisasi dalam kehidupannya
sehari-hari. Sikap mental ini antara lain sebagai berikut:
(1) Memiliki kecintaan kepada ajaran
Islam, sehingga dalam kapasitasnya sebagai dai, seorang telah merealisasikan
pesan-pesan dakwahnya dalam kehidupan nyata. Bila tidak, terdapat hambatan
psikologis untuk diterimanya pesan-pesan dakwah oleh madú, bahkan bisa
mengakibatkan hilangnya kewibawaan sebagai dai dan di hadapan Allah Swt, ia
mendapatkan kemurkaan-Nya. Allah Swt berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman,
kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (As- Shaff:2)
(2) Lemah lembut kepada madú-nya agar
mereka senang dan mau menerima pesan-pesan dakwah serta mengikuti jalannya.
Bila bersikap sebaliknya, yakni bengis dan kasar, kemungkinan besar yang
terjadi adalah dai dijauhi madú nya. Ini pula yang dicontohkan oleh Rasul Saw
dalam berbagai peristiwa, sehingga mereka yang semula memusuhi berubah menjadi
pendukung-pendukung yang setia.
(3) Bersikap sabar dan optimis
dalam dakwah
(4) Menggunakan cara yang baik dan
benar dalam berdakwah, sehingga secara psikologis dakwah akan mendapat simpati
mereka yang semula tidak suka dan tidak ada alasan untuk menuduh para dai
dengan tuduhan yang tidak benar.
D.
Ruang
Lingkup Psikologi Dakwah
Sebagaimana telah disebutkan di atas
bahwa kalimat da’watun dapat diartikan dengan undangan, seruan atau
ajakan, yang kesemuanya menunjukkan adanya komunikasi antara dua pihak di mana
pihak pertama (da’i) berusaha menyampaikan informasi, mengajak dan
mempengaruhi pihak kedua (mad’u). pengalaman berdakwah menunjukkan bahwa
ada orang yang cepat tanggap terhadap seruan dakwah ada yang acuh tak acuh dan
bahkan ada yang bukan hanya tidak mau menerima tetapi juga melawan dan
menyerang balik.
Proses penyampaian dan penerimaan
pesan dakwah itu dilihat dari sudut psikologi tidaklah sesederhana penyampaian
pidato oleh da’i dan didengar oleh hadirin, tetapi mempunyai makna yang luas,
meliputi penyampaian energi dalam sistem syaraf, gelombang suara dan
tanda-tanda. Ketika proses suatu dakwah berlangsung, terjadilah penyampaian
energy dari alat-alat indera ke otak, baik pada peristiwa penerimaan pesan dan
pengolahan informasi, maupun pada proses saling mempengaruhi dari kedua belah
pihak.
E.
Pusat
Perhatian Psikologi Dakwah
Dari uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pusat perhatian psikologi terhadap terhadap proses dakwah
sekurang-kurangnya meliputi empat hal:
1. Analisa terhadap seluruh komponen yang
terlibat dalam proses dakwah kepada da’I, psikologi dakwah melacak
sifat-sifatnya dan mempertanyakan; mengapa da’i A berhasil mempengaruhi
orang-orang yang didakwahi sedang da’i B kok tidak. Tentang mad’u (dn juga
da’i) sebagai manusia, sifat-sifatnya dan faktor-faktor apa (internal dan
eksternal) yang mempengaruhi perilaku komunikasinya.
2. Bagaimana pesan dakwah menjadi
stimulus yang menimbulkan respon mad’u
3. Bagaimana proses penerimaan pesan
dakwah oleh mad’u, faktor-faktor apa (personal dan situasional) yang
mempengaruhinya.
4. Bagaimana dakwah dapat dilakukan
secara persuasive, yaitu proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku mad’u
dengan pendekatan psikologis atau dengan menggunakan cara berpikir dan cara
merasa mad’u.
F.
Pendekatan
Psikologi Dakwah
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa
sebagai kegiatan adalah peristiwa komunikasi. Komunikasi menarik perhatian
banyak disiplin ilmu, dengan pendekatan yang berbeda-beda. Sosiologi misalnya,
mempelajari komunikasi dalam konteks interaksi sosial untuk mencapai
tujuan-tujuan kelompok. Dalam pandangan sosiolog, komunikasi adalah proses
megubah kelompok manusia menjadi kelompok manusia yang berfungsi.
Menurut teori komunikasi, (fisher,
1978, hal 136-142), proses dakwah dapat dilihat sebagai kegiatan psikologis
yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
Pertama, diterimanya stimuli
(ranngsang) oleh organ-organ penginderaan, berupa orang, pesan, warna atau
aroma.
Kedua, rangsang yang diterima mad’u
berupa-rupa, warna, suara, aroma dan pesan dakwah yang disampaikan da’i da’i
itu kemudian diolah di dalam benak mad’u (hadirin), dihubung-hubungkan dengan
pengalaman masa lalu masing-masing dan disimpulkan juga oleh masing-masing.
Meskipun pesan dakwah oleh da’i itu dimaksudkan A, tapi kesimpulan mad’u boleh
jadi B, C, atau D.
Ketiga, untuk merespon terhadap
ceramah atau seruan ajarkan da’i (misalnya tepuk tangan, berteriak, mengantuk
atau karena bosan kemudian meninggalkan ruangan), pikiran hadirin bekerja,
mengingat-ingat apa yang pernah terjadi di masa lalu. Dari memori itu para
hadirin kemudian meramalkan bahwa jika hadirin melakukan tindakan X, maka da’i
akan melakukan tindakan Y. jika X maka Y.
Ketiga, setelah itu barulah hadirin
akan merespon terhadap ajakan da’i, dan respon dari, dan respon dari hadirin
itu merupakan umpan balik bagi da’i.
Sebenarnyalah bahwa dalam proses
dakwah, dalam arti interaksi sosial antara da’i dan mad’u sekurang-kurangnya
terkandung tiga makna:
1. Bahwa, baik da’i
maupun mad’u sebenarnya terlibat dalam proses belajar, baik dari segi berpikir
maupun dari sudut merasa. Mad’u belajar kepada da’i, tapi da’i juga belajar
kepada umpan balik yang disampaikan oleh mad’u.
2. Antara da’i dan mad’u
terjadi proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang dalam berkomunikasi
(tepuk tangan lambing suka, gaduh dan ngantuk lambang penolakan)
3. Adanya mekanisme
penyesuaian diri antara da’i dan mad’u. bentuk penyesuaian diri itu bisa
permainan peranan,identifikasi, atau agresi. Jika hadirin ramai-ramai
meninggalkan tempat acara atau berbicara sendiri atau mengantuk semua, padahal
mubalighnya masih pidato di atas mimbar, maka apa yang dilakukan hadirin
menurut pandangan psikologi sebenarnya merupakan penyesuaian diri dari ceramah
yang tidak komunikatif.
Proses dakwah dikatakan berhasil dan efektif ketika tujuan
dari dakwah itu sendiri telah tercapai. Tercapainya tujuan dakwah ada beberapa
tahap, antara lain:
a. Tahap kognitif, adalah ketika seorang
mad’u mampu menangkap, mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh seorang
da’i.
b. Tahap afeksi, adalah tahap berikutnya
setelah tahap kognitif. Pada tahap ini, seorang mad’u diharapkan mampu
merasakan dan merenungkan secara lebih mendalam apa yang telah disampaikan oleh
da’i, tidak hanya sekedar memikirkan saja
c. Tahap psikomotor, adalah tahap di mana
seorang mad’u telah mampu mengaplikasikan atau menjalankan apa yang sebelumnya
telah disampaikan oleh seorang da’i, dan setelah mad’u melakukan perenungan
secara mendalam. Sehingga kesadaran benar-benar muncul dalam diri seorang mad’u
tentang apa sesungguhnya kewajibannya terhadap Tuhannya, apa seungguhnya tugas
dan kewajibannya di dunia ini agar pada saat menjalankan tugas dan amanahnya,
seorang mad’u benar-benar melakukan dengan berdasarkan kesadarannya sendiri.
G.
Tujuan
Psikologi Dakwah
Oleh karena psikologi dakwah
mempedomani kegiatan dakwah, maka tujuan psikologi dakwah adalah: memberikan
pandangan tentang mungkinnya dilakukan perubahan tingkah laku atau sikap mental
psikologis sasaran dakwah sesuai dengan pola/pattern kehidupan yang dikehendaki
oleh ajaran agama yang didakwahkan/diserukan oleh aparat dakwah/da’i
H.
Kesimpulan
Dari penjelasan tentang psikologi
dakwah di atas dapat kita lihat bahwa erat sekali hubungan antara psikologi
dengan dakwah.
ü Karena ketika seseorang berdakwah
(da’i) maka ia perlu bahkan harus mengetahui kondisi psikologis obyek yang
didakwahi (mad’u) agar apa yang disampaikan nantinya dapat tersampaikan dengan
baik. Karena dakwah itu sendiri merupakan suatu kegiatan yang mempengaruhi
orang lain agar mau merubah tingkah lakunya dan mengikuti sesuai dengan yang
disyari’aykan oleh agama (islam).
ü Dalam mempengaruhi orang lain agar
orang lain dapat mengikuti apa yang kita inginkan maka kita harus melakukan
beberapa pendekatan, dan bisa dibilang pendekatan psikologis adalah pendekatan
yang paling penting dan yang paling berpengaruh apakah nantinya orang lain
(mad’u) itu dapat menerima apa yang disampaikan oleh Da’i dan menjalankannya.
ü Perlu kita ketahui juga bahwasannya
tujuan utama dari dakwah adalah bagaimana nantinya seorang mad’u dapat atau mau
menjalankan apa yang disampaikan oleh seorang da’i, bukan hanya sekedar
dipahami, direnungkan dan dirasakan saja.dan bagaimana agar seorang mad’u
benar-benar menjalankan apa yang disampaikan oleh da’i dengan penuh kesadaran
dari dirinya sendiri.
I.
Daftar
Pustaka
- Arifin, M. Psikologi
Dakwah Suatu Pengantar Studi. Bumi Aksara: Jakarta. 1990
- Mubarok, Achmad. Psikologi
Dakwah. Pustaka Firdaus: Jakarta. 1997
0 komentar:
Posting Komentar