Sabtu, 23 Oktober 2010

Wahai Wanita,,, Jangan Kau Goda Imron-ku !!!

Sekitar sebulan yang lalu ada dua orang teman dari Surabaya berkunjung ke Bandung. Ini adalah kali pertama bagi mereka menginjakkan kakinya di kota kembang ini. Dari stasiun, kita naik angkutan St. Hall-Dago. Apa coba komentar mereka selama di angkot?…. “Jancok,,, arek kene ayu-ayu kon, putih-putih maneh”; “Lhuk lhuk lhuk…., arek sma kene mantep-mantep kon, klambine tipis, nerawang ngono, rok-ke pendek-pendek maneh,,,”; “Jangkrik, bele’ane rek, aduwwoh….,angak ho!”
Saya pikir tidak perlu dijelaskan mereka sedang berkomentar tentang apa, karena Anda pasti sudah tahu itu. Saya menulis tulisan tersebut tidak untuk membahas tentang keterperanjatan mereka terhadap kondisi Bandung ataupun tentang ‘ke-ndeso-an’ mereka. Saya juga tidak sedang membahas tentang anak sma, tidak pula membahas tentang ‘kemata-keranjangan’ seseorang.
“Mahasisiwi diperkosa….. di …”, “Siswi SLTP diperkosa… “, “Gadis cilik diperkosa…”. Itu tadi adalah beberapa cuplikan dari judul berita yang pernah dimuat di surat kabar. Tentu masih banyak lagi judul-judul berita yang isinya senada, di berbagai media, dan saya pikir berita-berita seperti ini akan selalu ada (na’udzubillahimindzaalik).
Saya tidak menyimpulkan bahwa ‘paragraf ketiga’ itu pasti disebabkan ‘paragraf pertama’, saya tidak menyimpulkan terjadinya perkosaan itu pasti merupakan ‘reaksi lelaki’ atas ‘aksi wanita’. Tidak! Saya tidak berpikir seperti itu. Tapi bila ada pertanyaan, “Mungkinkah perkosaan itu merupaka ‘reaksi lelaki’ atas ‘aksi wanita’ ?”, maka jawabnya jelas: “Mungkin saja, bahkan bisa jadi sangat mungkin!!!”.
Menyimpulkan apa penyebab terjadinya pemerkosaan adalah hal yang cukup kompleks. Djamaludin Ancok, salah satu staf pengajar di Fakultas Psikologi UII dan UGM menyatakan bahwa dalam sebuah kajian di Amerika disimpulkan ada beberapa jenis penyebab perkosaan. Ada perkosaan karena kemarahan dan juga perkosaan karena mencari kepuasan seksual. Djamaludin Ancok juga mengatakan bahwa manusia itu bisa menjadi binatang atau manusia. Yang membedakan adalah kontrol diri mereka. Dan menurut Islam (agama yang saya anut), manusia memang diciptakan dengan memiliki hawa nafsu, termasuk juga nafsu syahwat, nafsu seksual. Di samping itu ada setan yang membisikkan godaan-godaan untuk berbuat kejahatan (QS 43:46; 15:39-40; 58:19).
Bolehlah saya katakan bahwa penyebab utama terjadinya perkosaan adalah dari diri manusia (baca :si pemerkosa). Akan tetapi tunggu dulu, perkosaan itu tidak terjadi begitu saja tanpa ada pemicunya. Kalau boleh saya misalkan dalam kasus pembakaran (combustion) di engine, yang mana pembakaran itu dapat terjadi bila ada 3 hal : bahan bakar, oksigen, dan pemicu (percikan api/panas). Diri manusia (pemerkosa) adalah bahan bakar, wanita (korban) adalah oksigen dan pembangkit syahwat (perilaku- gambar-gambar wanita yang ‘menggoda’ atau bahkan riil, bukan gambar) adalah percikan api. Sebenarnya tanpa ada ‘percikan api’ pun, dengan adanya ‘panas dan tekanan tinggi’ dapat juga menyebabkan terjadinya ‘pembakaran’. Kita dapat melihat bagaimana ‘percikan api’ menjadi sangat penting dalam mekanisme terjadinya perkosaan. Ya, ‘percikan api’, perilaku wanita-wanita yang berpakaian menggoda, gambar-gambar/film-film porno, dan hal sejenis, juga sangat berperan atas terjadinya kasus pemerkosaan. Saya tidak mengatakan bahwa korban perkosaan adalah ‘si percikan api’. Tidak, tidak seperti itu, meskipun itu mungkin saja terjadi. Akan tetapi, kemudian menjadi sangat ironis bila ‘si percikan api’ yang berulah, tapi wanita lain (yang bukan ‘percikan api’) yang menjadi menjadi korban (ini bukan berarti pemerkosaan terhadap wanita percikan api itu boleh). Wahai ‘wanita percikan api’, sadarlah…!!!
Sayang, dalam sebuah artikel di salah satu harian nasional tanggal 1 Oktober 2003 tentang tips-tips menjaga diri dari perkosaan, tidak disebutkan tips untuk tidak berpenampilan seperti ‘wanita percikan api’. Dalam tips-tips tersebut (Cara Melawan Pelecehan Seksual), mengenai sopan santun berbusana, hanya disebutkan : “Berpakaianlah yang memudahkan berlari atau melakukan perlawanan”. Padahal pencegahan lebih efektif daripada penanggulangan yang jauh lebih beresiko.
“Katakanlah kepada perempuan yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali apa yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau perempuan-perempuan muslimah, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’” (TQS. An Nuur, 24: 31)
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. Al Ahzab, 33: 59)
Pada suatu siang, tepatnya menjelang dzuhur, saya bersama seorang kawan sedang berada di dalam angkutan dalam perjalanan dari Planet Dago menuju Simpang. Di MM angkutan berhenti, kemudian naik seorang gadis (sepertinya mahasiswi). Singkat kata, mulai gadis tersebut masuk angkot dan seterusnya, teman saya mengamatinya terus, sambil berkomentar : “Mas, dhelok-en ta mas, jangkrik uayu kon, bele’ane duwur iku, pupu ne rek”. Saya hanya bisa berkomentar, “Wis ta lah, koen iku pancett ae…,” (kawan saya tersebut memang orangnya urakan dan blak-blakan). Tentu saja, tak lama kemudian si cewek wajahnya merah padam, dengan nada tinggi dia berkata, “Hey, kamu jangan kurang ajar yah!!! Ngapain liat-liat aja (sembari menutupi pahanya yang dengan plastik belanjaan)”. Teman saya langsung menyahut, ” Lha, salahe sopo ta, kamu buka-buka kayak gitu, berarti boleh khan ditonton”, “Kamu tambah manis deh kalo marah” (dengan logat jawa). Waktu itu saya malu juga (bagaimana tidak, dilihat penumpang yang lain), tapi ingin tertawa juga lihat sikap kawan saya tadi, dengan bahasa campuran dan logat jawa, ngomong saja blak-blakan. Alhasil, Si gadis segera turun di depan agen bis kramat jati, dan berganti angkutan yang lain.
Setelah itu, sambil masih tersenyum-senyum, penumpang di depan saya berbicara kepada kawan saya, “mas…mas, ada-ada saja”. Kemudian teman saya menjawab, “he he he, gimana ya mas, saya sih kuat iman, tapi imron ini loh mas…” (sembari tertawa).
Wahai wanita, jangan kaugoda Imron-ku!!!


0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates