Apa itu Baik ? Baik adalah hal apa
saja yang meningkatkan perasaan kuasa, kehendak untuk berkuasa, kekuasaan
sendiri dalam manusia. Apa itu Buruk ? Buruk adalah segala hal yang berasal
dari kelemahan. Apa Itu kebahagiaan ? Kebahagiaan adalah perasaan bahwa
kekuasaan bertambah, kemampuan dan keadaan ketika segala bentuk perlawanan
dapat diatasi, maka segala sesuatu yang pasti tentang hal baik adalah bukan
kepuasan, melainkan lebih banyak kekuasaan, sama sekali bukan perdamaian,
melainkan perang, bukan pula keutamaan melainkan kehebatan.
Ada dua macam golongan yang
menyangkal moralitas, dan menyangkal moralitas, berarti, pertama, menyangkal
bahwa motivasi-motivasi yang disebut sebagai legitimasi tindakan merupakan
motivasi yang sebenarnya, hal ini sama saja dengan mengatakan bahwa moralitas
terdiri atas kata-kata kosong dan merupakan bagian dari suatu penipuan kasar
dan sekaligus halus ( terutama penipuan diri ) yang dilakukan manusia dan
barang kali dilakukan oleh mereka yang justru terkenal karena keutamaan-keutamaan.
Kedua, dapat juga berarti menyangkal bahwa penilaian moral berdasarkan
kebenaran. Pandangan ini mengakui bahwa motivasi-motivasi itu betul-betul
menggerakkan tindakan, akan tetapi menegaskan bahwa kekeliruan terletak di
dasar penilaian moral yang menggerakkan manusia untuk mengambil tindakan moral.
Penilaian dan pengecaman moral
merupakan sebuah obsesi dari ketakutan, perasaan tak berdaya, kejengkelan, rasa
iri hati, pendek kata merupakan bentuk sentiment, dengan kata lain sebagai
ekspresi sentiment benci orang-orang yang terinjak, yang tidak berani
mengajukan harapan, cita-cita dan tuntutan mereka terhadap keadaan, realitas
yang dihadapi, dan juga terhadap golongan borjuis, dan secara singkat bahwa
moralitas ada bukan karena orang betul-betul menjunjung tinggi nilai-nilai
moral, melainkan karena rasa benci,cemburu, keinginan balas dendam tetapi tidak
mampu dilakukan atau tak mampu untuk mewujudkan keinginan, moralitas merupakan
tanda kerendahan kekerdilan semangat.
Yang hakiki, bagi golongan borjuis
yang baik dan sehat adalah bahwa mereka merasakan diri bukan sebagai fungsi,
melainkan sebagai tujuan dan pembenaran yang tertinggi, sehingga karena itu
mereka dengan tenang menerima pengorbanan sejumlah besar orang demi kaum
borjuis, untuk selalu harus ditekan dan diremehkan sebagai budak, sebagi alat.
Seharusnya mereka mempunyai kepercayaan dasar bahwa masyarakat bukan demi,
untuk masyarakat melainkan hanya kerangka dan landasan yang dapat dipakai oleh
mereka yang terpilih ( kaum borjuis ). Disini perlu berpikir secara mendasar
sampai dasar dan melepaskan segala
kelemahan, bahwa hidup secara hakiki berarti merebut, melukai, menundukkan
pihak asing dan lemah, menindas, meski dengan kekerasan, memaksakan pola-pola
sendiri atas lawan, mencaplok, dan sekurang-kurangnya, sehalus-halusnya
mengeksploitasi. Kehendak untuk berkuasa, kehendak untuk benar, merebut,
merampas, dan menang atas yang lain merupakan hal yang sah, bukan karena tidak
memiliki moralitas melainkan karena individu itu hidup dan karena hidup
merupakan kehendak untuk berkuasa, meski hal ini dilakukan dibawah selubung
ilmu, sering terdengar pembicaraan atau cita-cita naïf tentang keadaan
masyarakat bebas eksploitasi, hal ini merupakan hal yang menggelikan
seakan-akan mereka menemukan hidup yang mampu menahan diri dari segala fungsi
organis. “ Eksploitasi “ bukanlah ciri masyarakat korup atau tidak sempurna dan
primitif, “Eksploitasi “ adalah hakikat hidup, sebagai fungsi organis dasar,
hal ini merupakan akibat kehendak untuk berkuasa yang sebenarnya, yang justru
kehendak untuk hidup.
Dua pola dasar yang membentuk
tatanan kehidupan yakni Moralitas Tuan dan moralitas budak, bahwa dalam semua
budaya perbedaan ini merupakan keniscayaan, bahkan perbedaan nilai moral ini
juga terdapat diantara pihak-pihak yang berkuasa, yang dengan penuh nikmat
menyadari perbedaan mereka dari jenis yang mereka kuasai. Dalam hal pertama
yakni Moralitas tuan, apabila arti istilah “ baik “ ditentukan oleh mereka yang
berkuasa, maka yang dianggap utama adalah keadaan jiwa yang merasa bangga dan
luhur, manusia mulia menjauhkan ciri-ciri kebalikan dari keadaan luhur dan
bangga, terlihatlah bahwa dalam jenis pertama moralitas itu tadi pasangan
baik-buruk, memiliki arti sama dengan luhur-hina. Yang dianggap hina adalah si
penakut, si cengeng, si picik, begitu pula si pencuriga yang tidak berani
menatap mata lawan bicara, orang yang merendakan diri, si penjilat yang suka
mengemis, terutama si pembohong. Jelaslah bahwa penilaian moral pertama-tama
diarahkan pada manusia dan baru secara tidak langsungpada tindakan dan sangat
keliru apabila moralitas bertolak dari pertanyaan” mengapa tindakan
berbelaskasih dipuji ? jenis manusia luhur merasa bahwa dirinya menentukan apa
yang bernilai, mereka tidak memerlukan pembenaran, mereka menilai bahwa apa
yang merugikan itulah hal yang tidak baik, mereka mengetahui dan menyadari diri
sebagai sumber segala kemuliaan, merekalah yang menciptakan nilai. Apa pun yang
mereka lihat pada diri mereka sendiri menjadi alasan kemuliaan mereka . yang
mencolok adalah perasaan keutuhan, kekuasaan yang meluap, kebahagian
bertegangan tinggi, kesadaran kekayaan yang ingin memberikan dan melepaskan,
manusia luhur membantu orang yang celaka , tetapi tidak atau hamper tidak
karena perasaan belas kasih, melainkan karena kekuasaan yang melimpah
menciptakan dorongan tersebut.
Sedangkan pola yang kedua yakni
moralitas budak, andaikata mereka diperkosa, ditindas, yang menderita, yang
tidak bebas, yang ragu-ragu terhadap diri sendiri, hal apa yang menjadi
kesamaan dalam penilaian moral mereka ? kemungkinan besar yang terungkap adalah
rasa penuh curiga pesimis tehadap seluruh situasi manusia, barangkali mereka
akan mengutuk manusia dengan seluruh situasinya, segala lirikan dan tatap mata
menyiratkan kebencian keutamaan kaum berkuasa, mereka skeptis dan penuh rasa
curiga, mereka peka dan curiga terhadap segala kebaikan. Sebaliknya sifat-sifat
yang membantu untuk meringankan eksistensi orang yang menderita adalah berupa
dihormatinya rasa belas kasihan, tangan yang cepat membantu, keramahan,
kesabaran, kerajinan, kerendahan hati, karena dengan inilah adalah hal yang
paling berguna dan yang merupakan alat yang hampir satu-satunya untuk bertahan
terhadap tekanan eksistensi.
0 komentar:
Posting Komentar