A.Latar Belakang
"Die Religion
... ist das Opium des Volkes"
"Religion is the opium of the people"
"Agama merupakan candu buat masyarakat"( Karl Marx)
"Religion is the opium of the people"
"Agama merupakan candu buat masyarakat"( Karl Marx)
Perkembangan awal
dari sebuah ideology yang bernama sosialisme yang muncul di akhir abad ke-18 berangkat
melalui pemikiran radikal François Noël Babeuf selama masa revolusi prancis
mengenai pemikiran-pemikiran tentang konsep pertarungan kelas yang selanjutnya
doktrin pertarungan kelas tersebut diperjuangkan dan diteruskan oleh Karl Marx
yang beraliran materialisme. Namun fase-fase perkembangan sosialisme
setelah François Noël Babeuf menjadi lebih
moderat dimana konsep pertarungan kelas dan penggunaan kekerasan dalam mencapai
tujuan tidak lagi digunakan akan tetapi lebih mengedepankan kerjasama daripada
persaingan. Generasi pemikir moderat ini biasa disebut sebagai sosialisme
utopis dengan tokoh-tokohnya seperti de Saint-Simon,
Charles Fourier, dan Robert Owen. Setelah era kelompok pemikir sosialisme
utopis, kemudian muncul tokoh-tokoh pemikir seperti Louis Blanc, Pierre Joseph
Proudhon, Auhuste Blanqui yang lebih mengarah kepada ide-ide politik dan
perjuangan yang lebih radikal. Selanjutnya perkembangan mutakhir sosialisme
menjadi lebih progresif dan revolusioner di era Karl Marx dan Friedrich Engels
dengan munculnya Das capital sebagai kitab suci dan manifesto komunisme
sebagai pencetusan gerakan perlawanan terhadap tekanan system kapitalisme
liberal.
Awal perkembangan
sosialisme adalah sebagai faham ekonomi yang merupakan reaksi dari revolusi
industri yang telah memunculkan sebuah keadaan baru dengan terbentuknya kelas
buruh atau dalam istilah Karl Marx adalah sebagai kelompok proletar yang
tertindas dan mengalami tindakan kesewenangan dari kelompok pemodal atau
borjuis. Namun jauh sebelum munculnya ideology sosialisme atau ideology yang
merupakan manifestasi dari bentuk-bentuk perlawanan pasti di dalam lubuk hati
yang paling dalam tidaklah akan sepakat dengan adanya atau apapun bentuknya
penindasan, penjajahan ataupun kesewenangan. Hal ini sejalan dengan keberadaan Islam
sebagai agama samawi yang dibawa oleh sang nabi terakhir yakni Muhammad SAW.
Berawal dari sebuah keadaan masyarakat Arab yang penuh dengan kebodohan,
pertikaian antar klan dan kebiadaban serta pengingkaran nilai ketauhidan
risalah Islam muncul sebagai sebuah jalan kebenaran dan keselamatan baik hidup
maupun sesudah hidup itu sendiri. Meski kelahiran Islam adalah di tanah Arab
akan tetapi keberadaan agama Islam bukan bersifat ekslusif untuk bangsa Arab
itu sendiri tetapi keberadaan Islam adalah bersifat global bagi siapa saja,
kapan saja dan dimana saja. Hal ini sejalan dengan konsep Islam yang bersifat Rahmatan
lil Alamin.
Sejarah
perkembangan umat Islam juga mengalami berbagai kemajuan dan kemerosotan. Di
dalam setiap fase sejarah yang dialami tentunya sangat berbeda dari masa ke
masa. Tidaklah sama baik dari segi sosiologi, politik, ekonomi yang dihadapi
pada zaman nabi Muhammad SAW dengan zaman kolonialisme atau pasca kemerdekaan.
Akan tetapi ada suatu benang merah bahwa keberadaan Al-qur’an dan As-sunnah
sebagai pegangan hidup bagi umat Islam adalah mutlak bersifat universal. Hal
ini mensyaratkan sebuah perjuangan dalam membumikan agama Islam baik secara
fisik atau spirit, dan untuk hal tersebut diperlukan sebuah upaya yang tidak
sebentar bagi para tokoh pemikir Islam untuk mengerti dan memahami ajaran Islam
untuk sendiri sehingga dapat dicapai solutif-solutif cerdas bagi pemecahan di
dalam setiap permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam itu sendiri. Nabi
Muhammad SAW sebagai pembawa risalah keislaman secara sosiologis adalah peletak
pondasi dasar bagi terciptanya sebuah masyarakat yang adil dan sejahtera serta
berketuhanan. Namun setelah meninggalnya nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin
besar revolusi dan tonggak pemerintahan di teruskan oleh para sahabat dan
kemudian beralih kepada system kekhalifahan sesuai dengan konsep Islam bahwa
manusia adalah sebagai Khalifah fil ardh, disinilah letak sebuah
perkembangan agama Islam dalam berbagai bidang mulai penyebaran ajaran Islam
hingga kebudayaan serta ilmu pengetahuan yang dihasilkan begitu menyeluruh di
setiap pelosok negeri bukan hanya di tanah Arab tetapi bahkan hingga sampai ke
Indonesia. Merupakan sebuah keniscayaan tidak ada gading yang tak retak maka
kemajuan Islam pun juga mengalami fase kemunduran. Pasca kehancuran pusat-pusat
kebudayaan Islam seperti kehancuran Bagdad, keruntuhan Islam di Andalusia,
Turki serta di ikuti dengan perkembangan bangsa Eropa dengan renaissance nya
pelan tapi pasti terlebih lagi pasca revolusi industri yang menghasilkan
berbagai perkembangan teknologi aplikasi dan perlengkapan modern serta semakin
berkembangnya ideology kolonialisme serta kapitalisme liberal yang semakin
mendorong Eropa mencari daerah-daerah pemasaran dan jajahan dengan mengusung
semangat God, Glory, Gold.
B. Islam &
Sosialisme : Sebuah Gerakan Perlawanan
Beragam kondisi
kontemporer saat ini menyiratkan satu hal kenyataan yakni bahwa perang ideology
dan saling memanipulasi dan tindakan hegemoni semakin menemukan bentuknya dalam
bentuk-bentuk yang paling memuakkan.
Benturan-benturan
kepentingan dan saling menghancurkan adalah sebuah keniscayaan dalam bingkai
yang di bungkus rapi dengan berbagai propaganda. Hantu-hantu kekuasaan
berkeliaran dengan keyakinan akan satu hal bahwa kekuatan modal menjadi
penopang utama dalam mempertahankan dan kudeta kekuasaan. Warga Negara
berhadapan dengan tirani kekuasaan, kaum lemah vis a vis secara tidak seimbang
dengan kaum kuat.
Kehadiran agama
Islam sebagai manifestasi kebijaksanaan Tuhan mengejawantah melalui nabi
Muhammad untuk membimbing dan membebaskan manusia bukan hanya masyarakat Arabia
tetapi untuk keseluruhan manusia yang memang terbuka mata hatinya dari krisis
social dan krisis moral. Betapa tidak, berbagai penumpukan kekayaan, persaingan
antar klan dan suku malah semakin mempercepat dinamika masyarakat untuk menuju
kebangkrutan moral.
Sementara itu di
belantara Eropa, Sosialisme-Marxis menjadi ideology sosialisme paling dominant
dalam gerakan perlawanan menuju masyarakat egalitarianisme dan sekaligus
menjadi fundamental bagi setiap gerakan perlawanan dalam memperjuangkan kaum
tertindas, penghancuran terhadap segala bentuk eksploitasi. Karl Marx dengan
magnum opus nya yakni Das capital menjadikan konsep pertarungan kelas
dan faham ekonomi sebagai dasar pokok bagi perkembangan sejarah di setiap
periode kehidupan umat manusia.
Antara Islam dan
Sosialisme terdapat beberapa persamaan, diantaranya Islam dan sosialisme sama
berjuang dalam ranah untuk menghilangkan segala bentuk tekanan system
kapitalisme liberal atau apapun bentuk ideology lainnya yang membawa segala
penindasan, eksploitasi atas manusia.
Akan tetapi antara
Islam dan sosialisme juga mempunyai sebuah jurang pemisah yang rasa-rasanya
sangat sulit untuk dihilangkan yakni sebuah jurang pemisah dimana jurang
pemisah ini adalah menjadi fundamen dasar bagi gerakan yang dilakukan dalam
setiap gerakan perlawanan. Islam dengan fundamen dasarnya adalah Tauhid (
monotheisme) adanya kepercayaan bahwa hanya ada satu Tuhan sebagai pencipta dan
penguasa alam semesta beserta isinya, sedangkan Sosialisme yang nota bene
dengan patronase Karl Marx memandang bahwa agama adalah candu bagi masyarakat
yang hanya membuat masyarakat terlena dengan janji-janji langitnya. Hal ini
menjadi sebuah permasalahan ketika sosialisme dikembangkan di Negara atau
wilayah-wilayah dengan pemeluk agama Islam, karena bagi agama samawi seperti
Islam ketauhidan adalah pondasi dasar dan tidak bisa di ganggu gugat. Lantas
apakah antara sosialisme dan Islam yang memang sama-sama hadir dan
memperjuangkan persamaan, keadilan dan hilangnya eksploitasi atas manusia dapat
di damaikan dan untuk saling melengkapi ?
C. Islam dan
Sosialisme : Gerakan Pembebasan
Hal yang sering di
sampaikan oleh kelompok sosialis di Negara-negara dengan mayoritas Islam adalah
bahwa sosialisme dan Islam memiliki banyak kesamaan yakni sama-sama memerangi
kaum kapitalisme. Di Indonesia sendiri perjalanan sosialisme berawal dari SI
Semarang dengan tokoh-tokohnya seperti Semaoen, Darsono, Mas Marco. Sosialisme
di Indonesia di bawa oleh orang Belanda yang bernama Sneevliet.
Dalam beberapa hal
tidak bisa dipungkiri, bahwa gerakan perlawanan terhadap tirani penguasa,
sosialisme selalu menjadi pilihan platform gerakan perlawanan hal ini bisa kita
fahami bahwa dengan sosialisme sebagai pisau analisis dalam membaca perubahan
karena sosialisme mengusung semangat egalitarianisme masyarakat dan keadilan
social. Akan tetapi dalam bidang tertentu seperti konsep “ sama rata-sama rasa
“ adalah hal yang tidak bisa diterima karena bagaimanapun juga dalam konsep
Islam hak akan setiap individu tetap memiliki tempatnya. Apalagi tentang
Atheisme di dalam sosialisme-komunisme, tentu saja Islam menolak mentah-mentah
akan hal ini, bahkan faham atheisme perlu dihilangkan karena tentu saja
bertentangan dengan ajaran agama Islam itu sendiri yang senantiasa menyandarkan
setiap perbuatan bahkan tarikan nafas kepada sang pemilik kehidupan. Menjadi
fitrah manusia untuk mempunyai Tuhan atau setidaknya mengakui hal-hal yang
superioritas di luar dirinya untuk menjadi sandaran manusia itu sendiri,
sehingga faham atheisme adalah faham yang pantas mati karena bagaimanapun juga
tidak berkesesuaian dengan fitrah manusia itu sendiri.
Tentang dilemma
sosialisme dan Islam ini Mohammad Hatta pernah mengatakan “Sekarang, bagaimana duduknya
sosialisme Indonesia? Cita-cita sosialisme lahir dalam pangkuan pergerakan
kebangsaan Indonesia. Dalam pergerakan yang menuju kebebasan dari penghinaan
diri dan penjajahan, dengan sendirinya orang terpikat oleh tuntutan sosial dan
humanisme perikemanusiaan yang disebarkan oleh pergerakan sosialisme di benua
Barat. Tuntutan sosial dan humanisme itu tertangkap pula oleh jiwa Islam, yang
memang menghendaki pelaksanaan perintah Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang
serta Adil, supaya manusia hidup dalam sayang menyayangi dan dalam suasana
persaudaraan dengan tolong-menolong”[1].
Islam sangat menghargai
baik peranan individu maupun peranan negara dan mengharmonikan keduanya
sedemikian sehingga seorang individu mempunyai kebebasan yang sangat
diperlukannya untuk mengembangkan potensinya, tetapi juga memberikan kekuasaan
kepada masyarakat dan negara untuk mengatur dan melakukan control hubungan
sosio-ekonomi untuk menjaga dan memelihara keharmonisan kehidupan manusia.
Dikalangan tokoh
perjuangan kemerdekaan Indonesia, misalnya seperti HOS Cokroaminoto pernah
mengatakan “ Menghisap keringatnya orang-orang yang bekerja, memakan hasil
pekerjaan orang lain, tidak memberikan keuntungan yang semestinya (dengan
seharusnya) menjadi bahagian lain orang yang turut bekerja mengeluarkan
keuntungan itu,–semua perbuatan yang serupa ini (oleh Karl Marx disebut memakan
keuntungan ‘meerwaarde’ (nilai lebih) adalah dilarang sekeras-kerasnya oleh
agama Islam, karena itulah perbuatan memakan ‘riba’ belaka. Dengan begitu maka
nyatalah, agama Islam memerangi kapitalisme sampai pada ‘akarnya’, membunuh
kapitalisme mulai dari ‘benihnya’, oleh karena pertama-tama sekali yang menjadi
dasarnya kapitalisme, yaitu memakan keuntungan ‘meerwaarde’ sepanjang fahamnya
Karl Marx, dan ‘memakan riba’ sepanjang fahamnya Islam”.[2]
Begitu juga dengan H. Agus Salim dalam Kongres Nasional VI SI pernah
mengemukakan “Nabi Muhammad Saw sudah mengajarkan sosialisme, sejak 1200
tahun sebelum Karl Marx”.[3]
Indonesia dengan
mayoritas penduduknya beragama Islam dan mengingat betapa SI adalah salah satu
partai perjuangan kemerdekaan Indonesia, hal ini menyiratkan sebuah hubungan
khusus antara Islam dan sosialisme meski tetap dengan memperhatikan dan
menghilangkan beberapa konsep dalam sosialisme yang tidak sejalan dengan Islam,
sebuah pepatah pernah mengatakan “ ambil kacang dan buang kulitnya “ ini
adalah sebuah jalan tengah bagi terciptanya format pergerakan melawan setiap
bentuk kolonialisme dan kapitalisme liberal yang lebih sesuai dengan kondisi
zaman itu sendiri.
[1] Di
ambil dari artikel dengan judul Ada
Apa Dengan Sosialisme religius ? yang disusun oleh Anjrah Lelono Broto,
S.Pd
[2] Penerbit Bulan Bintang, Jkt, 1954, hal: 17
[3] Sekneg: G 30-S Pemberontakan PKI”, 1994, hal: 11
1 komentar:
tks, sangat membantu
Posting Komentar