A. DEFINISI DIABETES MELLITUS
Menurut Brunner and Suddarth, 2001,
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. Pada Diabetes Mellitus, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap
insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulin.
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
adalah kelainan pada metabolisme karbohidrat dari faktor yang memberatkan yang
terjadi selama kehamilan (Marilyn, 2001).
Diabetes Mellitus Gestational adalah
kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu
hamil gagal mempertahankan euglycemia).
C. FAKTOR RESIKO
Menurut Mochtar, 1998 kemungkinan
diabetes dalam kehamilan lebih besar bila:
1. Umur sudah lebih dari 30 tahun.
2. Multiparitas.
3. Gemuk (obesitas) yaitu berat
badan saat hamil lebih dari 20% berat badan ideal.
4. Ada anggota keluarga sakit
diabetes (hereditas).
5. Ada sejarah lahir mati dan anak
besar (bayi dengan berat lebih dari 4000 gram).
6. Sering abortus.
7. Glukosuria.
D. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Diabetes Mellitus
secara Umum.
a. Tipe I: Diabetes Mellitus
tergantung insulin (Insulin Dependen Diabetes Mellitus : IDDM.)
b. Tipe II: Diabetes Mellitus tidak
tergantung insulin (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus: NIDDM).
c. Diabetes Mellitus yang
berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
d. Diabetes mellitus Gestasional
(DMG).
2. Klasifikasi menurut umur, waktu
penyakit timbul, lama sakit, berat penyakit, dan komplikasi (White)
a. Kelas A: Diabetes laten
(subklinis atau diabetes hamil). Uji toleransi gula tidak normal. Pengobatan
tidak memerlukan insulin, cukup dengan diet saja. Prognosis untuk ibu dan janin
baik.
b. Kelas B: Diabetes dewasa
diketahui setelah usia 19 tahun; berlangsung kurang dari 10 tahun; tidak
disertai kelainan pembuluh darah.
c. Kelas C: timbul pada umur 10-19
tahun, menderita selama 10-19 tahun; tanpa kelainan pembuluh darah.
d. Kelas D: Diderita sejak umur 10
tahun; lama 20 tahun; disertai kelainan pembuluh darah seperti arteriosklerosis
pada retina, tungkai, dan renitis.
e. Kelas E: Telah terjadi kalsifikasi
pembuluh darah.
f. Kelas F: Diabetes dengan
nefropatia, termasuk glomerulonefritis dan pielonefritis.
g. Kelas R: Diabetes dengan
komplikasi retinistis proliferans atau dengan perdarahan dalam korpus vitreum.
h. Kelas H: Diabetes dengan
komplikasi penyakit koroner.
E. ETIOLOGI
1. Diabetes Tipe I
Menurut Brunner dan Suddart, 2001
ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dabetes tipe I:
a Faktor genetik.
Penderita diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat adanya
respon otoimun abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Penyelidikan sedang dilakukan
terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel
beta.
2. Diabetes Tipe II
Menurut Brunner dan Suddarth, 2001
mekanisme yang tepat yang menyebabkan belum diketahui. Namun, ada beberapa
resiko yang berhubungan dengan terjadinya DM type II, antara lain:
a. Faktor genetik.
b. Usia.
c. Obesitas.
d. Riwayat keluarga.
e. Kelompok etnik.
F. PATOFISIOLOGI
Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makanan bagi
janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap
melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir
menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga
kadar gula darah ibu mempengaruhi kadar darah janin. Pengendalian kadar gula
darah terutama dipengaruhi oleh insulin, di samping hormon estrogen, steroid,
dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resorbsi makanan maka terjadi
hiperglikemia yang relatif lama dan ini menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat hingga mencapai 3 kali
dari keadaan normal. Hal ini disebut tekanan diabetojenik dalam kehamilan.
Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin, yaitu bila ia ditambah
dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia. Yang menjadi
masalah adalah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan insulin, sehingga ia
relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan.
Glukosa yang tidak masuk ke sel
tubuh akan tertimbun di dalam darah. Setelah mencapai kadar tertentu, glukosa
tersebut juga akan muncul dalam air seni, padahal air seni yang normal tidak
mengandung glukosa. Jika glukosa terdapat dalam air seni, glukosa tersebut akan
menarik lebih banyak air bersamanya dengan demikian menyebabkan bertambahnya
volume air seni. Karena terjadi pengeluaran air seni yang berlebihan, tubuh
kehilangan banyak cairan, sehingga terjadi rasa haus yang berlebihan.
Ketika sel tidak terdapat cukup
glukosa dikarenakan kurangnya jumlah insulin, meski sebenarnya dalam darah
terdapat glukosa yang berlebihan, boleh dikatakan sel-sel ini ‘kelaparan’. Hal
ini menyebabkan peningkatan nafsu makan dan walaupun penderita DM sudah makan
lebih banyak, kelihatannya sel tidak pernah mendapatkan cukup glukosa.
Untuk mendapatkan energi yang
dibutuhkan, sel yang “kelaparan” ini mulai memecahkan lemak dan protein yang
ada di dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan turunnya berat badan dan rasa lelah.
Jika kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, beberapa orang menjadi mudah
tersinggung. Selain itu, tubuh juga menjadi rentan terhadap infeksi.
Tidak semua penderita diabetes
mengalami gejala ini dan beberapa orang lainnya bahkan tidak mengalami gejala
apa pun; pada keadaan ini, baru diketahui bahwa mereka ternyata menderita
penyakit DM dari pemeriksaan laboratorium rutin.
Resistensi insulin juga dapat
disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin, dan
plasenta laktogen. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel,
sehingga mengurangi afinitas insulin (Prawirohardjo, 1997).
G. DIAGNOSTIK
Menurut Manuaba, 2000, dasar
diagnosis kahamilan pada diabetes mellitus:
a. Sejarah keluarga dengan diabetes
mellitus.
b. Kehamilan dengan sejarah abortus,
kematian janin, atau bayi besar diatas 4 kg.
c. Pemeriksaan alfa feto protein
untuk mencari kemungkinan kelainan kongenital atau neurologis.
d. Pemeriksaan gula darah di atas
140 mg/lt.
e. Hasil glukosa toleransi tes
abnormal:
1) Puasa kurang dari 90.
2) Jam 1 kurang dari 165
3) Jam 2 kurang dari 145
4) Jam 3 kurang dari 125
f. Kehamilan dengan cacat jasmani.
H. PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP
DIABETES MELLITUS
1. Pengendalian diabetes mellitus
pada kehamilan karena:
a. Emesis- hiperemesis gravidarum.
b. Pemakaian glukosa bertambah:
1) Tumbuh kembang janin dalam rahim.
2) Hiperplasia dan hipertropi
jaringan.
3) Metabolisme basal ibu meningkat.
c. Efek insulin dikurangi oleh
perubahan hormon: estrogen-progesteron, plasenta laktogen, insulinase plasenta
merusak insulin ibu.
d. Terjadi kompensasi pengeluaran
insulin janin dari pankreas dan adrenal.
2. Situasi hiperglikemia memudahkan
infeksi hamil atau kala nifas.
I. PENGARUH DIABETES MELLITUS TERHADAP
KEHAMILAN
1. Dalam kehamilan
a. Insufisiensi plasenta
menyebabkan:
1) Abortus-prematurius.
2) Kematian janin dalam rahim.
3) Kelainan kongenital meningkat
b. Komplikasi kehamilan dengan DM:
1) Hidramnion.
2) Makrosomia diikuti kelainan letak
janin.
3) Pre-eklampsia dan eklampsia.
2. Pengaruh diabetes tehadap
persalinan
a. Inersia uteri primer dan
sekunder.
b. Persalinan operatif makrosomia.
3. Pengaruh terhadap kala nifas
Mudah terjadi infeksi sampai sepsis.
4. Pengaruh terhadap janin
Gangguan insufisiensi plasenta :
a. Abortus sampai kematian janin
dalam rahim.
b. Makrosomia dengan komplikasinya.
c. Dismaturitas dan meningkatnya
kematian neonatus kelainan kongenital.
d. Kelainan neurologis sampai IQ
rendah.
e. Kematangan paru terhambat
menimbulkan RDS, asfiksia, dan lahir mati.
J. PENTALAKSANAAN
Pengobatan dan penanganan penderita
diabetes yang hamil dilakukan untuk mencapai 3 maksud utama, yaitu:
a. Menghindari ketosis dan
hipoglikemia.
b. Mengurangi terjadinya
hiperglikemia dan glisuria.
c. Mengoptimalkan gestasi.
Penanganan pada penderita DM
meliputi:
1. Diet
Penderita harus mendapatkan lebih
banyak kalori karena berat badannya bertambah menurun. Penderita DM dengan
berat badan rata-rata cukup diberi diet yang mengandung 1200-1800 kalori sehari
selama kehamilan. Pemeriksaan urine dan darah berkala dilakukan untuk mengubah
dietnya apabila perlu. Diet dianjurkan ialah karbohidrat 40%, protein 2 gr/kg
berat badan, lemak 45-60gr. Garam perlu dibatasi untuk mengurangi kecenderungan
retensi air dan garam.
2. Olah raga
Wanita hamil perlu olah raga, tetapi
sekedar untuk menjaga kesehatannya. Kita tidak bisa memaksakan olah raga pada
ibu hamil hanya untuk menurunkan gula dalam darahnya.
3. Obat-obat antidiabetik
Selama kehamilan kadar darah diatur
dengan antidiabetik. Pemeriksaan kadar darah harus dilakukan lebih sering.
Pemberian suntikan insulin merupakan salah satu pengobatan bagi penderita
penyakit DMG untuk mengontrol kadar gula darahnya. Beberapa jenis obat-obat
untuk penderita DM yang dapat dikonsumsi dengan dimakan dan yang beredar di
Indonesia hingga saat ini memang tidak seluruhnya boleh diberikan pada ibu
hamil, karena dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi janin yang dikandung.
Misalnya menimbulkan cacat bawaan pada janin. Pada trimester pertama paling
sukar dilakukan pengobatan karena adanya nausea dan vomitus. Pada timester
kedua pengobatan tidak begitu sukar lagi karena tidak perlu perubahan diet dan
dosis antidiabetik. Dalam trimester ketiga sering diperlukan lebih banyak
antidiabetik karena meningginya toleransi hidrat arang.
4. Diuretik
Jika ada hipertensi atau tanda-tanda
retensi cairan dianjurkan miskin garam. Jika ini tidak menolong dapat diberikan
deuretik.
5. Steroid-steroid seks
Sekresi estrogen berkurang pada
wanita hamil diabetik. Komplikasi pada fetus berkurang jika selama kehamilan
diberi estrogen dan progesteron dalan dosis besar.
6. Penatalaksanaan obstetrik
a. Persalinan dilakukan:
1) Pertahankan sampai aterm dan
spontan.
2) Induksi persalinan pada minggu
37-38.
3) Primer seksio sesarea.
b. Penanganan bayi dengan DM:
1) Disamakan dengan bayi prematur.
2) Observasi kemungkinan
hipoglisemia.
3) Perawatan intensif: neonatus
intensif unit care dengan pengawasan ahli neonatologi.
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI DIABETES MELITUS TERHADAP KEHAMILAN
Menurut Brunner and Suddarth, 2001,
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. Pada Diabetes Mellitus, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap
insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulin.
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
adalah kelainan pada metabolisme karbohidrat dari faktor yang memberatkan yang
terjadi selama kehamilan (Marilyn, 2001).
Diabetes Mellitus Gestational adalah
kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu
hamil gagal mempertahankan euglycemia).
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan
metabolisme karbohidrat, di mana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan
baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. DM merupakan kelainan
endokrin yang terbanyak dijumpai. Diabetes Melitus dengan kehamilan (Diabetes
Mellitus Gestational – DMG) adalah kehamilan normal yang disertai dengan
peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia).
Pada golongan ini, kondisi diabetes dialami sementara selama masa kehamilan.
Artinya kondisi diabetes atau intoleransi glukosa pertama kali didapati selama
masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga.
Prevalensi DM sulit ditentukan karena
standar penetapan diagnosisnya berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American
Diabetes Association (ADA), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat (AS)
menderita DM dan yang tidak terdiagnosis sekitar 5,4 juta. Dengan demikian,
diperkirakan lebih dari 15 juta orang di AS menderita DM. Sementara itu, di
Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15 tahun, bahkan di
daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.
Diabetes melitus gestasional
berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (di sekitar waktu
melahirkan), dan ibu memiliki risiko untuk dapat menderita penyakit diabetes
melitus yang lebih besar dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.
Diabetes Mellitus Gestasional ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi
dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan
bayi dan makrosomia. Frekuensi DMG kira-kira 3–5% dan para ibu tersebut
meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
2.2 FAKTOR RESIKO
Menurut Mochtar, 1998 kemungkinan
diabetes dalam kehamilan lebih besar bila:
1. Umur sudah lebih dari 30 tahun.
2. Multiparitas.
3. Gemuk (obesitas) yaitu berat badan
saat hamil lebih dari 20% berat badan ideal.
4. Ada anggota keluarga sakit diabetes
(hereditas).
5. Ada sejarah lahir mati dan anak
besar (bayi dengan berat lebih dari 4000 gram).
6. Sering abortus.
7. Glukosuria.
2.3 KLASIFIKASI
- Klasifikasi Diabetes Mellitus secara Umum.
a) Tipe
I: Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependen Diabetes Mellitus :
IDDM.)
b) Tipe
II: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependen Diabetes
Mellitus: NIDDM).
c)
Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
d) Diabetes
mellitus Gestasional (DMG).
- Klasifikasi menurut umur, waktu penyakit timbul, lama sakit, berat penyakit, dan komplikasi (White)
Kelas A: Diabetes laten
(subklinis atau diabetes hamil). Uji toleransi gula tidak normal. Pengobatan
tidak memerlukan insulin, cukup dengan diet saja. Prognosis untuk ibu dan janin
baik.
Kelas B: Diabetes dewasa
diketahui setelah usia 19 tahun; berlangsung kurang dari 10 tahun; tidak disertai
kelainan pembuluh darah.
Kelas C: timbul pada umur 10-19
tahun, menderita selama 10-19 tahun; tanpa kelainan pembuluh darah.
Kelas D: Diderita sejak umur 10
tahun; lama 20 tahun; disertai kelainan pembuluh darah seperti arteriosklerosis
pada retina, tungkai, dan renitis.
Kelas E: Telah terjadi
kalsifikasi pembuluh darah.
Kelas F: Diabetes dengan
nefropatia, termasuk glomerulonefritis dan pielonefritis.
Kelas R: Diabetes dengan
komplikasi retinistis proliferans atau dengan perdarahan dalam korpus vitreum.
Kelas H: Diabetes dengan
komplikasi penyakit koroner.
2.4 ETIOLOGI
1. Diabetes Tipe I
Menurut Brunner dan Suddart, 2001
ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dabetes tipe I:
Faktor genetik.
Penderita diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I.
Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat adanya
respon otoimun abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
Faktor lingkungan
Penyelidikan sedang dilakukan terhadap
kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II
Menurut Brunner dan Suddarth, 2001
mekanisme yang tepat yang menyebabkan belum diketahui. Namun, ada beberapa
resiko yang berhubungan dengan terjadinya DM type II, antara lain:
Faktor genetik.
Usia.
Obesitas.
Riwayat keluarga.
Kelompok etnik.
2.5 PATOFISIOLOGI
Pada DMG, selain perubahan-perubahan
fisiologi, akan terjadi suatu keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi
tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek
insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar
gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi).
Melalui difusi terfasilitasi dalam
membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber
energi abnormal. (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain
itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan
metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan
sebagainya.
Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makanan bagi
janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap
melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir
menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga
kadar gula darah ibu mempengaruhi kadar darah janin. Pengendalian kadar gula
darah terutama dipengaruhi oleh insulin, di samping hormon estrogen, steroid,
dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resorbsi makanan maka terjadi hiperglikemia
yang relatif lama dan ini menyebabkan kebutuhan insulin meningkat. Menjelang
aterm kebutuhan insulin meningkat hingga mencapai 3 kali dari keadaan normal.
Hal ini disebut tekanan diabetojenik dalam kehamilan. Secara fisiologis telah
terjadi resistensi insulin, yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia
tidak mudah menjadi hipoglikemia. Yang menjadi masalah adalah bila seorang ibu
tidak mampu meningkatkan insulin, sehingga ia relatif hipoinsulin yang
mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan.
Glukosa yang tidak masuk ke sel tubuh
akan tertimbun di dalam darah. Setelah mencapai kadar tertentu, glukosa
tersebut juga akan muncul dalam air seni, padahal air seni yang normal tidak
mengandung glukosa. Jika glukosa terdapat dalam air seni, glukosa tersebut akan
menarik lebih banyak air bersamanya dengan demikian menyebabkan bertambahnya
volume air seni. Karena terjadi pengeluaran air seni yang berlebihan, tubuh
kehilangan banyak cairan, sehingga terjadi rasa haus yang berlebihan.
Ketika sel tidak terdapat cukup glukosa
dikarenakan kurangnya jumlah insulin, meski sebenarnya dalam darah terdapat
glukosa yang berlebihan, boleh dikatakan sel-sel ini ‘kelaparan’. Hal ini
menyebabkan peningkatan nafsu makan dan walaupun penderita DM sudah makan lebih
banyak, kelihatannya sel tidak pernah mendapatkan cukup glukosa.
Untuk mendapatkan energi yang
dibutuhkan, sel yang “kelaparan” ini mulai memecahkan lemak dan protein yang
ada di dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan turunnya berat badan dan rasa lelah.
Jika kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, beberapa orang menjadi mudah
tersinggung. Selain itu, tubuh juga menjadi rentan terhadap infeksi.
Tidak semua penderita diabetes
mengalami gejala ini dan beberapa orang lainnya bahkan tidak mengalami gejala
apa pun; pada keadaan ini, baru diketahui bahwa mereka ternyata menderita
penyakit DM dari pemeriksaan laboratorium rutin.
Resistensi insulin juga dapat
disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin, dan
plasenta laktogen. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel,
sehingga mengurangi afinitas insulin (Prawirohardjo, 1997).
2.6 DIAGNOSTIK
Menurut Manuaba, 2000, dasar
diagnosis kahamilan pada diabetes mellitus:
a. Sejarah keluarga dengan diabetes
mellitus.
b. Kehamilan dengan sejarah abortus,
kematian janin, atau bayi besar diatas 4 kg.
c. Pemeriksaan alfa feto protein untuk
mencari kemungkinan kelainan kongenital atau neurologis.
d. Pemeriksaan gula darah di atas 140
mg/lt.
e. Hasil glukosa toleransi tes
abnormal:
1) Puasa kurang dari 90.
2) Jam 1 kurang dari 165
3) Jam 2 kurang dari 145
4) Jam 3 kurang dari 125
f. Kehamilan dengan cacat jasmani.
2.7 PENGARUH KEHAMILAN
TERHADAP DIABETES MELLITUS
1. Pengendalian diabetes mellitus pada
kehamilan karena:
a. Emesis- hiperemesis gravidarum.
b. Pemakaian glukosa bertambah:
1) Tumbuh kembang janin dalam rahim.
2) Hiperplasia dan hipertropi jaringan.
3) Metabolisme basal ibu meningkat.
c. Efek insulin dikurangi oleh
perubahan hormon: estrogen-progesteron, plasenta laktogen, insulinase plasenta
merusak insulin ibu.
d. Terjadi kompensasi pengeluaran
insulin janin dari pankreas dan adrenal.
2. Situasi hiperglikemia memudahkan
infeksi hamil atau kala nifas.
2.8 PENGARUH DIABETES
MELLITUS TERHADAP KEHAMILAN
1. Dalam kehamilan
a. Insufisiensi plasenta menyebabkan:
1) Abortus-prematurius.
2) Kematian janin dalam rahim.
3) Kelainan kongenital meningkat
b. Komplikasi kehamilan dengan DM:
1) Hidramnion.
2) Makrosomia diikuti kelainan letak
janin.
3) Pre-eklampsia dan eklampsia.
2. Pengaruh diabetes tehadap persalinan
a. Inersia uteri primer dan sekunder.
b. Persalinan operatif makrosomia.
3. Pengaruh terhadap kala nifas
Mudah terjadi infeksi sampai sepsis.
4. Pengaruh terhadap janin
Gangguan insufisiensi plasenta :
a. Abortus sampai kematian janin dalam
rahim.
b. Makrosomia dengan komplikasinya.
c. Dismaturitas dan meningkatnya
kematian neonatus kelainan kongenital.
d. Kelainan neurologis sampai IQ
rendah.
e. Kematangan paru terhambat
menimbulkan RDS, asfiksia, dan lahir mati.
2.9 PENTALAKSANAAN
Pengobatan dan penanganan penderita
diabetes yang hamil dilakukan untuk mencapai 3 maksud utama, yaitu:
a. Menghindari ketosis dan
hipoglikemia.
b. Mengurangi terjadinya hiperglikemia
dan glisuria.
c. Mengoptimalkan gestasi.
Penanganan pada penderita DM meliputi:
1. Diet
Penderita harus mendapatkan lebih banyak kalori karena
berat badannya bertambah menurun. Penderita DM dengan berat badan rata-rata
cukup diberi diet yang mengandung 1200-1800 kalori sehari selama kehamilan.
Pemeriksaan urine dan darah berkala dilakukan untuk mengubah dietnya apabila
perlu. Diet dianjurkan ialah karbohidrat 40%, protein 2 gr/kg berat badan,
lemak 45-60gr. Garam perlu dibatasi untuk mengurangi kecenderungan retensi air
dan garam.
2. Olah raga
Wanita hamil perlu olah raga, tetapi sekedar untuk
menjaga kesehatannya. Kita tidak bisa memaksakan olah raga pada ibu hamil hanya
untuk menurunkan gula dalam darahnya.
3. Obat-obat antidiabetik
Selama kehamilan kadar darah diatur dengan antidiabetik.
Pemeriksaan kadar darah harus dilakukan lebih sering. Pemberian suntikan
insulin merupakan salah satu pengobatan bagi penderita penyakit DMG untuk
mengontrol kadar gula darahnya. Beberapa jenis obat-obat untuk penderita DM
yang dapat dikonsumsi dengan dimakan dan yang beredar di Indonesia hingga saat
ini memang tidak seluruhnya boleh diberikan pada ibu hamil, karena dapat
menimbulkan efek yang merugikan bagi janin yang dikandung. Misalnya menimbulkan
cacat bawaan pada janin. Pada trimester pertama paling sukar dilakukan pengobatan
karena adanya nausea dan vomitus. Pada timester kedua pengobatan tidak begitu
sukar lagi karena tidak perlu perubahan diet dan dosis antidiabetik. Dalam
trimester ketiga sering diperlukan lebih banyak antidiabetik karena meningginya
toleransi hidrat arang.
4. Diuretik
Jika ada hipertensi atau tanda-tanda retensi cairan
dianjurkan miskin garam. Jika ini tidak menolong dapat diberikan deuretik.
5. Steroid-steroid seks
Sekresi estrogen berkurang pada wanita hamil diabetik.
Komplikasi pada fetus berkurang jika selama kehamilan diberi estrogen dan
progesteron dalan dosis besar.
6. Penatalaksanaan obstetrik
a. Persalinan dilakukan:
1) Pertahankan sampai aterm dan
spontan.
2) Induksi persalinan pada minggu
37-38.
3) Primer seksio sesarea.
b. Penanganan bayi dengan DM:
1) Disamakan dengan bayi prematur.
2) Observasi kemungkinan hipoglisemia.
3) Perawatan intensif: neonatus intensif unit care
dengan pengawasan ahli neonatologi.
PENGELOLAAN
MEDIS
Sesuai dengan pengelolaan medis DM pada
umumnya, pengelolaan DMG juga terutama didasari atas pengelolaan gizi/diet dan
pengendalian berat badan ibu.
1. Kontrol secara ketat gula darah,
sebab bila kontrol kurang baik upayakan lahir lebih dini, pertimbangkan
kematangan paru janin. Dapat terjadi kematian janin memdadak. Berikan insulin
yang bekerja cepat, bila mungkin diberikan melalui drips.
2. Hindari adanya infeksi saluran kemih
atau infeksi lainnya. Lakukan upaya pencegahan infeksi dengan baik.
3. Pada bayi baru lahir dapat cepat
terjadi hipoglikemia sehingga perlu diberikan infus glukosa.
4. Penanganan DMG yang terutama adalah
diet, dianjurkan diberikan 25 kalori/kgBB ideal, kecuali pada penderita yang
gemuk dipertimbangkan kalori yang lebih mudah.
5. Cara yang dianjurkan adalah cara
Broca yaitu BB ideal = (TB-100)-10% BB.
6. Kebutuhan kalori adalah jumlah
keseluruhan kalori yang diperhitungkan dari:
− Kalori basal 25 kal/kgBB ideal
− Kalori kegiatan jasmani 10-30%
− Kalori untuk kehamilan 300 kalor
− Perlu diingat kebutuhan protein ibu hamil 1-1.5 gr/kgBB
Jika dengan terapi diet selama 2 minggu
kadar glukosa darah belum mencapai normal atau normoglikemia, yaitu kadar
glukosa darah puasa di bawah 105 mg/dl dan 2 jam pp di bawah 120 mg/dl, maka
terapi insulin harus segera dimulai.
Pemantauan dapat dikerjakan dengan
menggunakan alat pengukur glukosa darah kapiler. Perhitungan menu seimbang sama
dengan perhitungan pada kasus DM umumnya, dengan ditambahkan sejumlah 300-500
kalori per hari untuk tumbuh kembang janin selama masa kehamilan sampai dengan
masa menyusui selesai.
Pengelolaan DM dalam kehamilan bertujuan untuk :
− Mempertahankan kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl
− Mempertahankan kadar glukosa darah 2 jam pp < 120
mg/dl
− Mempertahankan kadar Hb glikosilat (Hb Alc) < 6%
− Mencegah episode hipoglikemia
− Mencegah ketonuria/ketoasidosis deiabetik
− Mengusahakan tumbuh kembang janin yang optimal dan
normal.
Dianjurkan pemantauan gula darah
teratur minimal 2 kali seminggu (ideal setiap hari, jika mungkin dengan alat
pemeriksaan sendiri di rumah). Dianjurkan kontrol sesuai jadwal pemeriksaan
antenatal, semakin dekat dengan perkiraan persalinan maka kontrol semakin
sering. Hb glikosilat diperiksa secara ideal setiap 6-8 minggu sekali.
Kenaikan berat badan ibu dianjurkan
sekitar 1-2.5 kg pada trimester pertama dan selanjutnya rata-rata 0.5 kg setiap
minggu. Sampai akhir kehamilan, kenaikan berat badan yang dianjurkan tergantung
status gizi awal ibu (ibu BB kurang 14-20 kg, ibu BB normal 12.5-17.5 kg dan
ibu BB lebih/obesitas 7.5-12.5 kg).
Jika pengelolaan diet saja tidak
berhasil, maka insulin langsung digunakan. Insulin yang digunakan harus
preparat insulin manusia (human insulin), karena insulin yang bukan berasal
dari manusia (non-human insulin) dapat menyebabkan terbentuknya antibodi
terhadap insulin endogen dan antibodi ini dapat menembus sawar darah plasenta
(placental blood barrier) sehingga dapat mempengaruhi janin.
Pada DMG, insulin yang digunakan adalah
insulin dosis rendah dengan lama kerja intermediate dan diberikan 1-2 kali
sehari. Pada DMH, pemberian insulin mungkin harus lebih sering, dapat
dikombinasikan antara insulin kerja pendek dan intermediate, untuk mencapai
kadar glukosa yang diharapkan.
Obat hipoglikemik oral tidak digunakan
dalam DMG karena efek teratogenitasnya yang tinggi dan dapat diekskresikan
dalam jumlah besar melalui ASI.
0 komentar:
Posting Komentar