Filsafat Barat
Filsafat abad ke-19 |
|
|
|
Nama:
|
Ludwig Feuerbach
|
Lahir:
|
|
Meninggal:
|
13
September 1872 (Rechenberg, Jerman)
|
Aliran/tradisi:
|
|
Minat utama:
|
|
Gagasan penting:
|
Agama sebagai
proyeksi luar dari sifat batin manusia
|
Dipengaruhi:
|
|
Mempengaruhi:
|
Ludwig Andreas von Feuerbach (28 Juli 1804
– 13
September 1872) adalah seorang filsuf
dan antropolog
Jerman.
Ia adalah anak laki-laki keempat dari hakim terkemuka Paul Johann Anselm Ritter von Feuerbach.
Pendidikan
Feuerbach lulus dari Universitas Heidelberg dan bermaksud untuk
melanjutkan kariernya di Gereja. Karena pengaruh Prof. Karl Daub ia kemudian mengembangkan minat dalam
filsafat Hegel yang dominan waktu itu dan, meskipun
ditentang oleh ayahnya, ia melanjutkan ke Berlin
untuk belajar di bawah bimbingan sang empu sendiri. Setelah belajar selama dua
tahun, pengaruh Hegelian mulai melemah. Feuerbach kemudian berhubungan dengan
kelompok yang dikenal sebagai Hegelian Muda, yang mensintesiskan cabang yang
radikal dari filsafat Hegel. Tulisnya kepada seorang teman, "Aku tidak
dapat lagi memaksakan diriku untuk mempelajari teologi. Aku rindu menyelami
alam dalam jiwaku, alam yang di hadapan kedalamannya sang teolog yang kecil
hati menjadi kecut hati; dan dengan manusia alamiah, manusia di dalam kualitas
keseluruhannya." Kata-kata ini menjadi kunci bagi perkembangan Feuerbach.
Ia menyelesaikan pendidikannya di Erlangen
di Universitas Friedrich-Alexander, Erlangen-Nuremberg
dalam studi ilmu alam.
Tulisan-tulisan awal
Bukunya yang pertama,
yang diterbitkannya secara anonim, Gedanken
über Tod und Unsterblichkeit (1830), memuat serangan terhadap keabadian
pribadi dan pembelaan terhadap [[keabadian Spinozistis berupa penyerapan kembali ke dalam
alam. Prinsip-prinsip ini, ditambah dengan sifatnya yang pemalu untuk berbicara
di depan umum, menghalangi perkembangan akademisnya. Setelah beberapa tahun
berjuang -- pada waktu itu ia menerbitkan bukunya Geschichte der neueren Philosophie (2 jilid, 1833-1837,
ed. ke-2 1844),
dan Abelard und Heloise (1834,
ed. ke-3 1877),
ia menikah pada 1837 dan tinggal di pedesaan di Bruckberg dekat Nuremberg, didukung oleh usaha
istrinya berupa pabrik porselin kecil.
Dalam dua bukunya
dari periode ini, Pierre Bayle (1838)
dan Philosophie und Christentum (1839),
yang pada umumnya membahas teologi, ia berpendpat bahwa ia telah membuktikan
"bahwa Kekristenan pada kenyataannya telah lama lenyap
bukan hanya dari nalar tetapi dari kehidupan umat manusia, bahwa ia tidak lebih
daripada sebuah gagasan yang telah mapan." Pernyataan ini sangat
kontradiktif dengan ciri-ciri khas peradaban yang sezaman.
Das Wesen des Christentums (Intisari Kekristenan)
Serangan ini diikuti
dalam karyanya yang terpenting, Das Wesen
des Christentums (1841), yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris (The Essence of Christianity, oleh George Eliot, 1853,
ed. ke-2 1881),
bahasa
Perancis dan Rusia. Tujuannya dapat digambarkan secara
singkat sebagai upaya untuk memanusiawikan teologi. Ia menyatakan bahwa
manusia, bagi dirinya sendiri, sejauh bahwa ia rasional, adalah obyek
pikirannya sendiri.
Agama
adalah kesadaran tentang yang tidak terhingga. Karena itu agama "tak lain
daripada kesadaran akan ketidakterbatasan kesadaran, dalam kesadaran akan yang
tidak terhingga, atau, dalam kesadaran tentang yang tidak terhingga, subyek
yang sadar obyeknya adalah ketidakterbatasan dari hakikatnya sendiri."
Jadi Allah
tidak lebih daripada manusia: dengan kata lain, ia adalah proyeksi luar dari
hakikat batin manusia sendiri.
Tema Feuerbach adalah
turunan dari teologi spekulatif Hegel yang menyatakan bahwa Ciptaan tetap
merupakan bagian dari sang Pencipta, sementara sang Pencipta tetap lebih besar
daripada Ciptaan. Ketika masih mahasiswa Feuerbach pernah menyajikan teorinya
ini kepada Profesor Hegel, namun Hegel menolak untuk menanggapinya
secara positif..
Pada bagian I dari
bukunya Feuerbach mengembangkan apa yang disebutnya what "pengertian
sejati atau antropologis agama." Ia memperlakukan Allah dalam berbagai
aspeknya "sebagai keberadaan dari pemahaman,” "sebagai keberadaan
atau hukum moral," "sebagai cinta kasih" dan seterus. Dengan
demikian Feuerbach memperlihatkan bahwa dalam segala aspek Allah sesuai dengan
suatu ciri atau kebutuhan dari sifat manusia. "Bila manusia ingin
menemukan kepuasan di dalam Allah," katanya, "ia harus menemukan
dirinya di dalam Allah." Dalam bagian 2 ia membahas "hakikat yang
palsu atau teologis dari agama," artinya, pandangan yang menganggap Allah
mempunyai memiliki keberadaan yang terpisah di luar manusia. Karena itu
muncullah berbagai keyakinan yang keliru, seperti keyakinan akan wahyu yang
diyakininya tidak hanya merusakkan pemahaman moral, tetapi juga "meracuni,
tidak, bahkan menghancurkan, perasaan yang paling ilahi dalam manusia,
pengertian tentang kebenaran," dan keyakinan akan sakramen
seperti misalnya Perjamuan Kudus, yang baginya merupakan sepotong
materialisme keagamaan yang "konsekuensinya mau tak mau adalah takhyul dan
imoralitas."
Meskipun banyak orang
menganggap bukunya Intisari Kekristenan
ditulis dengan gaya yang sangat baik dan isinya penting, buku ini tidak pernah
menimbulkan kesan yang mendalam terhadap pemikiran di luar Jerman. Perlaukan
Feuerbach terhadap bentuk-bentuk agama yang sesungguhnya sebagai ungkapan
berbagai kebutuhan manusia kita secara fatal diperlemah oleh suyektivismenya. Feuerbach menyangkal bahwa ia
layak disebut seorang ateis, namun penyangkalan ini tinggal
penyangkalan. Apa yang disebutnya “teisme” adalah ateisme dalam pengertian
sehari-hari. Feuerbach bekerja keras dalam kesulitan yang sama seperti Fichte; kedua pemikir ini berjuang dengan
sia-sia untuk mempertemukan kesadaran keagamaan dengan subyektivisme.
Sebuah kritik tajam
terhadap Feuerbach disampaikan pada 1844 oleh Max Stirner. Dalam bukunya Der Einzige und sein Eigentum (Ego dan Dirinya Sendiri) ia menyerang Feuerbach
yang dianggapnya tidak konsisten dalam ateismenya. Bagian-bagian yang relevan
dari buku-buku itu, jawaban Feuerbach, dan jawaban balik Stirner merupakan
polemik yang instruktif. (lihat Pranala luar)
Setelah
"1848"
Selama masalah-masalah selama 1848-1849 serangan
Feuerbach terhadap ortodoksi menjadikannya seorang pahlawan di
kalangan partai revolusioner, tetapi ia sendiri tidak pernah terjun ke dalam
gerakan politik, dan memang ia tidak mempunyai kualitas sebagai seorang
pemimpin rakyat. Pada periode Kongres Frankfurt ia menyampaikan kuliah-kuliah
terbukat tentang agama di Heidelberg. Ketika dewan para pangeran ditutup, ia
pindah ke Bruckberg dan menyibukkan dirinya sebagian dengan studi ilmiah,
sebagian dengan menyusun bukunya Theogonie
(1857).
Pada 1860
karena kegagalan pabrik porselin istrinya, ia terpaksa meninggalkan Bruckberg,
dan he menjadi sangat melirit, namun teman-temannya membantunya dengan dukungan
keuangan. Bukunya yang terakhir, Gottheit,
Freiheit und Unsterblichkeit, muncul pada 1866
(ed. ke-2, 1890).
Setelah lama mengalami kemunduran, ia meninggal dunia pada 13 September 1872.
Ia dimakamkan di Nuremberg (Johannis-Friedhof)
di pemakaman yang sama dengan seniman Albrecht
Dürer.
Pengaruh terutama
sekali terjadi pada diri teolog-teolog seperti Strauss, penulis Leben Jesu. Namun banyak dari gagasannya diangkat oleh mereka yang,
seperti Arnold Ruge, terlibat dalam pergumulan antara gereja
dan negara
di Jerman, dan mereka yang, seperti Friedrich
Engels dan Karl Marx, menjadi pemimpin dalam revolusi kaum
buruh melawan kekuasaan modal. Karyanya sengaja dibuat sangat tidak sistematis
("keine Philosophie ist meine Philosophie", "filsafat saya
adalah tak ada filsafat") yang menjadikannya suatu kekuatan dalam
filsafat. Ia mengungkapkan keyakinan-keyakinannya yang mendalam dengan cara
penuh semangat, terputus-putus, tetapi padat dan terurai dengan baik – bahwa
filsafat harus kembali dari metafisika yang tidak substansial kepada
fakta-fakta yang kuat tentang hakikat manusia dan ilmu pengetahuan alam, bahwa
tubuh manusia tidak kurang pentingnya dibandingkan dengan jiwa manusia
("Der Mensch ist was er isst", "Manusia adalah apa yang ia
makan") dan bahwa Kekristenan sama sekali sudah tidak seirama dengan
zamannya. Keyakinan-keyakinannya menjadi penting karena kesederhanaan,
kejujuran dan ketekunan wataknya; namun semuayna membutuhkan pembenaran yang
lebih efektif daripada yang dapat ia berikan. Meskipun menghadapi kritik-kritik
itu, warisannya dilanjutkan oleh mereka yang menganggapnya sebagai salah satu
dari bapak studi agama yang akademis kritis/modern.
Meskipun sebagian
orang pernah mengatakan bahwa Feuerbach mempengaruhi Bruno
Bauer hingga mengikuti Feuerbach dari Hegelianism kepada suatu
bentuk dari naturalisme, hal ini disangkal oleh para penulis modern. Bruno
Bauer tidak mengutip Feuerbach sebagai sumber. Anti-Hegelianisme Feuerbach pun
tidak digemakan oleh Bruno Bauer, karena Bauer terus mengembangkan tema-tema
teologi Hegelian bersama-sama dengan demitologisasi, dialektika dan analisis historis
dalam kritik Perjanjian Baru. Pemahaman yang terdapat pada Feuerbach dan David Strauss, yakni bahwa semua orang secara
langsung sama dengan Allah, tanpa membutuhkan perkembangan rohani apapun,
ditolak oleh Bruno Bauer dan dianggap sebagai pemahaman yang anti-Hegelian.
Bagi Bauer, hanya pengembangan yang hati-hati dari kesadaran diri yang rohani
yang dapat mengangkat manusia biasa kepada Kesatuan Ilahi. Arnold Ruge mengecam keras Bauer atas kesetiaannya
kepada tema-tema teologis. Belakangan, Marx
dan Engels
menolak semua Hegelian Muda, dari Feuerbach hingga Bauer dalam karya mereka
yang terkenal, The German Ideology
dan "Theses on Feuerbach" yang lebih singkat.
0 komentar:
Posting Komentar